Teman-teman, saya menuliskan lagi satu diary ini. Saya merasa cerita ini penting dan berharga. Siapa tahu ada cerita dari teman-teman yang walau kasusnya berbeda, kita bisa sama-sama belajar prinsipnya.
Ini tentang seorang anak di salah satu unit belajar setara TK. Usianya sudah 5 tahun. Hingga saat ini, ia belum bisa mengucapkan sesuatu dengan jelas, walaupun hanya satu atau dua kata, padahal ia sudah berproses di TK hampir 2 tahun. Namun, poin yang ingin saya ceritakan di sini bukan tentang bisa bicaranya atau tidak.
Dalam pengamatan saya sebelumnya, anak ini sudah bertumbuh dalam banyak hal lain. Misalnya, ia bisa melakukan perintah sederhana seperti membuka sepatu, mencuci tangan, dan mengambil snack dari tasnya. Dari sini, saya melihat bahwa tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan selain belum bisa bicara yang belum ditemukan penyebabnya.
Yang membuat saya rela mengambil waktu untuk menulis tentang ini adalah anak ini sangat sulit diarahkan untuk sekadar melihat buku, simbol huruf dan angka, tracing, mewarnai gambar sederhana, menggunting, dan lain-lain. Ia tidak mau melakukan hal itu. Ia terlihat seperti anak yang bingung dan terkesan tidak bisa melakukan hal-hal yang sebenarnya lebih enteng dari membuka sepatu dan lain-lain. Dia tidak mau diarahkan agar bisa memegang pencil dan crayon dengan benar.
Untuk itu, pada hari Kamis, 09 Maret 2023, ketika saya berkesempatan masuk dan mendampingi proses belajar di kelas mereka, saya menyaksikan bahwa masih belum ada perkembangan pada bagian yang saya sebutkan di atas. Saya mulai berpikir keras, ada apa dengan anak ini? Kalau cuci tangan bisa, buka sepatu bisa, ambil snack sendiri dalam tas bisa, lalu kenapa untuk hal sederhana seperti tracing dan mewarnai gambar tidak bisa?
Saya langsung diingatkan lagi tentang Hellen Keller. Kalau teman-teman masih ingat, Hellen Keller adalah anak yang buta dan tuli sehingga ia pun tidak bisa bicara dan dianggap juga sebagai anak yang bisu. Anak yang tidak mendengar apa-apa tidak akan bisa bicara apa pun juga. Karena apa yang dibicarakan biasanya dipengaruhi oleh apa yang didengar.
Dengan mengingat Hellen Keller itu, saya langsung tegas dengan anak ini. Saya panggil namanya dan memintanya untuk duduk di kursinya. Anak ini mendengarkan dan duduk di kursinya. Artinya, dia bisa memahami perintah. Dalam hati saya berkata: good and thank you, God.
Selanjutnya, saya minta dia untuk tracing. Apakah dia lakukan? Tidak! Dia tetap terlihat seperti anak yang bingung dan seperti biasa dia menatap tembok sambil tersenyum sendiri. Saya kembali memanggil namanya dan menatap matanya sambil berkata: kamu bisa melakukan sesuatu, buktinya kamu bisa buka sepatu, kamu bisa cuci tangan, kamu bisa ambil snack sendiri, dan sekarang ayo lakukan hal yang sama seperti yang teman-temanmu lakukan. Apakah dia lakukan? Tidak!
Sekali lagi bayangan Hellen Keller ada di depan saya. Lalu saya pegang tangannya dan membantu dia memegang pencil dengan cara yang benar sambil menuntunnya untuk tracing. Apakah mudah? Tidak! Sebab tangannya kuat dan ia berusaha untuk melepaskan tangannya.
Dalam hati saya sungguh marah, bukan karena saya benci tapi karena sulitnya untuk diarahkan. Tiba-tiba saya berkata: Tuhan tolong anak ini. Saya mengasihi anak ini Tuhan dan saya tidak mau membiarkan dia seperti ini. Saya tarik napas dalam-dalam dan kembali bicara dengan tegas sambil membayangkan bagaimana Tuhan mencurahkan kasih-Nya melalui ibu Sullivan, guru privat dari Hellen Keller.
Saya kembali memegang tangan anak ini dengan kuat, mengajarinya cara memegang pencil dengan benar, dan menuntun tangannya untuk tracing. Lalu saya juga dengan tegas mengajari cara memegang crayon dengan benar dan menuntun tangannya untuk mewarnai gambar sederhana.
Anak ini menangis keras dan saya berkata kepadanya: silakan menangis sekuat-kuatnya... di sini saya ada untuk menolongmu dan kamu tahu bahwa saya mengasihimu. Karena dia menangis kesakitan, saya melepaskan tangan saya dan memberi perintah untuk melakukannya sendiri. Dia pun melakukannya tetapi hanya sebentar saja dan terlihat asal-asalan. Untuk itu saya ulang lagi dan ulang lagi sampai dia melakukannya dengan lebih baik. Dari sini saya melihat bahwa sebetulnya dia bisa, dan bahwa butuh ketegasan yang dilandasi kasih yang besar. Ini butuh pembiasaan setiap hari sampai dia bisa melihat dan merasakan bahwa kita mengasihinya dan sangat menghendaki yang terbaik terjadi dalam dirinya.
Poinnya adalah seperti judul cerita ini. Kita butuh ketegasan yang dilandasi kasih. Mengasihi anak itu tidak berarti mengikuti kemauan mereka, apalagi membiarkan mereka mengendalikan kita. Mereka datang di arena kekuasaan kita dan bahwa kita memiliki otoritas atas mereka. Mereka perlu tahu dan sadar bahwa mereka mesti taat dan tunduk. Apapun kebiasaan mereka dari rumah, tidak boleh dibawa ke sekolah. Mereka perlu melihat dan merasakan suasana kerajaan Allah.
Itulah yang dilakukan Yesus. Yesus penuh kasih tetapi tidak kompromi untuk hal-hal yang tidak mendukung pertumbuhan para murid-Nya. Petrus pernah dikatai iblis. Yakobus dan Yohanes menghendaki agar menempati posisi di sebelah kanan dan kiri Yesus di surga kelak, tapi Yesus dengan tegas berkata, itu bukan urusan-Nya. Dan kita bisa melihat bagaimana Yesus dengan tegas berbicara kepada ahli Taurat dan orang Farisi, dan lain sebagainya.
Teman-teman, cerita Hellen Keller yang buta, tuli, dan bisu yang sangat menginspirasi dunia tidak terlepas dari peran penting seorang ibu Sullivan. Ibu Sullivan rela berkorban, bertengkar dengan orang tua Hellen Keller karena tidak setuju dengan caranya, dan berkata tegas bahwa mereka tidak paham kondisi anaknya dan bahwa ibu Sullivanlah yang paling tahu apa yang perlu ia lakukan terhadap Hellen Keller.
Kalau ada yang tertarik tentang cerita Hellen Keller, silakan nonton filmnya dan bila sudah pernah nonton, ambil waktu lagi untuk menonton sekali lagi agar lebih melihat bagaimana prinsip kasih itu dapat dikonkretkan kepada anak-anak tertentu yang berkebutuhan khusus. Tuhan mengasihi kita semua. Amin.
Fatululi, 11 Maret 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI