Jakarta- Sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi nasional, Jakarta tidak hanya dikenal sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia tetapi juga menjadi rumah bagi kekayaan budaya Betawi yang khas. Namun, di tengah arus globalisasi yang semakin deras, budaya Betawi kini menghadapi tantangan serius untuk bertahan dan tetap relevan. Salah satu contoh nyata adalah berubahnya fungsi Ondel-ondel, ikon budaya Betawi yang kini sering terlihat sebagai alat pengamen jalanan, jauh dari nilai-nilai filosofis yang diwariskan oleh leluhur.
Dari Penolak Bala hingga Atraksi Jalanan
Sejarah Ondel-ondel mencatat peran budaya ini sebagai simbol perlindungan dan penolak bala. Pada zaman dahulu, masyarakat Betawi yang masih menganut animisme memandang Ondel-ondel sebagai wujud arwah nenek moyang yang memiliki kekuatan magis untuk melindungi komunitas mereka dari ancaman spiritual dan fisik. Namun, perubahan besar terjadi saat era Gubernur Ali Sadikin, yang memperkenalkan Ondel-ondel sebagai seni pertunjukan dalam pesta rakyat dan acara budaya Betawi.
Transformasi ini membawa Ondel-ondel ke panggung budaya yang lebih luas, menjadikannya ikon yang tidak hanya mewakili Betawi tetapi juga Jakarta secara keseluruhan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fungsi Ondel-ondel mengalami degradasi. Ondel-ondel kini sering digunakan sebagai alat mengamen di jalanan dengan cara yang tidak sesuai, seperti mengenakan pakaian seadanya, tanpa pasangan, dan diiringi musik dari speaker portable, bukan alat musik tradisional.
Kekhawatiran Masyarakat Betawi
Masyarakat Betawi merasa prihatin dengan fenomena ini. Rahma Sri Rahayu, menyatakan bahwa penggunaan Ondel-ondel untuk mengamen tidak hanya mencederai nilai budaya tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial. “Banyak anak di bawah umur yang dieksploitasi menjadi pengamen Ondel-ondel, bahkan lebih memilih mengamen daripada melanjutkan pendidikan,” ujarnya.
Senada dengan itu, Mustika Pertiwi mengingatkan bahwa meskipun budaya bersifat dinamis dan terus berubah, nilai-nilai asli dari Ondel-ondel harus tetap dijaga agar maknanya tidak hilang ditelan zaman. Di sisi lain, Syabrina Mauliani mengkritik keras perilaku sebagian pengamen Ondel-ondel yang dinilai tidak menghormati nilai-nilai budaya dan merusak citra ikon Betawi di mata masyarakat.
Upaya Pelestarian di Tengah Globalisasi
Globalisasi adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, kemajuan teknologi mempercepat penyebaran informasi dan membuka peluang untuk memperkenalkan budaya lokal ke dunia internasional. Namun, di sisi lain, budaya lokal rentan tergeser oleh budaya asing yang masuk dengan mudah. Untuk itu, peran pemerintah dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mempertahankan identitas budaya Betawi.