(Catatan Ibadah Hajiku)
Hari itu tanggal merah, 8 Februari 2024. Hari libur memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.
Pagi, ketika udara Bandung sedang hangat-hangatnya, aku mencuci gerobak kesayanganku, Jazz 2013.
Aku lihat istriku juga sedang asyik menata pot-pot bunganya yang berantakan akibat diinjak-injak kucing yang hendak kawin.
Matahari sudah mulai naik. Di tengah keasyikan kami beraktivitas, sebuah sepeda motor berhenti tepat di depan pintu pagar rumah yang sengaja aku buka lebar. Pengendaranya, seorang lelaki bercelana kain hitam. Tubuhnya rapat dibalut jaket kulit hitam dan tidak ketinggalan helm full face berwarna hitam juga, meski warnanya sudah sedikit pudar, menempel ketat di kepalanya.
Ketika helm dibuka tampak seraut wajah sedikit keriput, menunjukkan usianya. Rambutnya lepek bekas dipasung helm. Sebagian rambut hitamnya sudah bercampur dengan rambut berwarna perak.
Setelah menurunkan standar sepeda motornya, ia menghampiriku dan mengucapkan salam. Aku balas dengan ucapan salam yang lengkap.
“Saya dari petugas KUA Kecamatan pak.” Ia memperkenalkan diri. “Apakah betul di sini alamat seperti tertera pada surat ini ?” Sambil bertanya ia menunjukkan selembar surat.
Beberapa saat kemudian kami saling berkomunikasi, sebenarnya aku hanya mengiyakan apa yang dibaca petugas KUA itu.
“Selamat ya pak. Bapak terdaftar sebagai calon jamaah haji 2024.” Lanjutnya. “Ini surat pemberitahuan untuk pelunasan BiPIH jamaah haji 2024. Maaf agak terlambat ya pak, dari sananya memang baru datang kemarin sore. Makanya meskipun sekarang hari libur, saya tetap antarkan ke alamat yang tertera pada surat ini. Masih ada kesempatan melakukan pelunasan pak, terakhir tanggal 12. Setelah terima surat ini, bapak bisa langsung menghubungi kantor kemenag kota Bandung. Paling besok, karena hari ini hari libur.” Petugas itu tidak henti-hentinya bicara seperti AK47 mengeluarkan pelurunya, sambil menyerahkan selembar surat dan menjabat tangan saya sangat kuat.
Tidak lama, petugas itu pamit meninggalkan aku yang masih termangu-mangu.
Terus terang, saat itu lidahku kelu, tidak mampu berkata sepatah pun ketika mendengar kalimat “calon jamaah haji 2024”. Tubuhku bergetar bagai tersengat aliran listrik. Walau tidak terlalu tinggi namun aliran listrik itu cukup mengejutkan, bahkan mampu membuat badan lemas, hingga aku terduduk di lantai teras.
Seakan tidak percaya, kupandangi alamat dan nama yang tertera pada selembar surat itu. Sangat jelas tertulis:
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i
DN dan NESS.
Calon Jamaah Haji 2024
Di
Jl. KDR. Bandung
Benar, alamat dan nama yang tertulis adalah alamat rumah dan namaku serta nama istriku.
“Ya Allah, benarkah ini undangan dariMu….” Gumamku tanpa membaca isi surat.
Hari itu, waktu berjalan seperti biasanya, detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam. Ada yang janggal, sepertinya detak jarum arlojiku bergerak lambat. Bahkan terasa sangat lambat. Matahari pun seperti enggan bergeser ke barat.
“Ayah, sini aku lanjutkan nyuci mobilnya….” Suara anak bungsuku memecah keheningan.
“Okay….” Jawabku sambil meninggalkan garasi. “Ya Allah, benarkah ini undangan dariMu….” Sekali lagi aku bergumam, masih tidak percaya dengan surat itu. “Ya Allah, jika ini memang undangan dariMu, maka mudahkan segala urusanku.” Sangat lirih doaku menggema dalam rongga dada.
Setelah penantian panjang selama 11 tahun, akhirnya undangan itu sampai juga. “Terimakasih Gusti, Engkau masih memberi kesempatan kepadaku”. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H