Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat Tukang Becak Untuk Istrinya di Kampung

12 Juni 2023   08:00 Diperbarui: 12 Juni 2023   08:05 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat Tukang Becak Untuk Istrinya Di Kampung

(Ku tulis surat ini
dengan peluh ragaku yang penuh asa)

Panas matahari siang terasa meranggas
Membakar tubuh hingga ubun-ubunku mengepulkan asap
Seperti asap kopi yang dulu selalu kau seduh untukku
Seperti sepiring singkong rebus kau sajikan, juga untukku
Ketika sore-sore pulang dari sawah
: Sekarang sawah sudah jadi milik siapa ?

Masih ingatkah dulu di pekarangan rumah
banyak berkeliaran ayam dan anak-anaknya
Lantas kita terbawa membicarakan anak kita, yang bakal lahir
Engkau katakan, ingin anak dua saja seperti bu Lurah kampung kita
Aku katakan, ingin sembilan anak saja seperti Makku
Seminggu kamu ngambek, kita tidur sendiri-sendiri

Suatu hari, ketika
Malam sedang bertebaran bintang
Rumah kita temaram dan hangat,
Hanya sedikit cahaya bulan menyelinap disela-sela lubang bilik
Tiba-tiba kamu meloncat dan teriak keras membangunkan aku
Aku terjaga.
Ada apa dik ! Teriakku
Aku peluk kau,
kau peluk aku

Tubuhmu hangat bergetar keras,
kau sandarkan kepalamu ke dadaku
Kuusap rambutmu yang tampak kucal,
kutengadahkan wajahmu
Pucat masai,
tetap nampak ayu
Kau katakan, seekor cicak masuk ke dalam kutangmu
Aku tertawa terpingkal-pingkal,
kamu menangis tersedu-sedan,
dalam pelukanku
Duh, betapa lembut kasih dan sayang kita.
: Terimakasih Gusti

Dik.
Kakang di kota dalam keadaan baik
Semoga begitu pula adanya dengan dirimu dan anak kita
Minggu terakhir bulan ini Kakang mau pulang kampung
Tetapi maafkan Kakang kalau hanya membawa sedikit uang
Becak yang Kakang beli dari upah buruh tani dulu
Kini tidak lagi bisa beroperasi
Sebab, jalanan kota sudah naik derajat: Bebas Becak
Katanya, becak biang kemacetan
Katanya, becak cermin ekploitasi manusia
Do'akan saja dari jauh
Kakang akan ke pinggiran kota
Katanya, di sana masih ada rejeki Gusti

Dik.
Begitu kabar dari Kakang
Salam sayang
Kakang,
yang telah hanyut dalam
derasnya arus kehidupan kota

(Aku mengerti perasaanmu,
bukan surat yang kau nanti)

(*)

Mei 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun