Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Koruptor, Pencuri, Apa Lagi?

2 April 2023   06:00 Diperbarui: 2 April 2023   06:21 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit | Foto: Dandung N. (Dok. pribadi)

Seperti judul di atas, rasanya sudah banyak istilah-istilah yang digunakan untuk menamai kelakuan orang yang mengambil harta orang lain atau pihak lain secara haram. Ada kata koruptor, pencuri, garong, perampok, maling, perampas, penjambret, pengutil, atau apa saja kata sejenis yang digunakan, istilah-istilah tersebut sudah tidak terasa menyengat lagi, karena saking seringnya kasus seperti itu diungkap oleh petugas penegak hukum. Bahkan saking seringnya didengar oleh telinga kita, menjadi hal yang seolah-olah lumrah.

Sepertinya sudah hampir kehabisan kata, istilah apa lagi untuk disematkan kepada orang-orang seperti itu. Kita tidak tahu sudah berapa banyak uang negara kita tercinta ini diambil oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, dengan berbagai macam cara dan muslihat.

Kasus yang saat ini populer dan menjadi buah bibir masyarakat ialah terungkapnya "transaksi janggal" yang bernilai ratusan triliun yang dilakukan para pegawai Kementerian Keuangan dari rentang waktu 2009-2022. Ini, mengingatkan kita pada kasus beberapa tahun yang lalu, seorang pegawai di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia, dengan golongan kepangkatan yang belum tinggi, sudah memiliki kekayaan belasan milyar, yang juga diperoleh dari cara-cara yang tidak wajar, yang melibatkan belasan pejabat di institusi yang sama.

Apakah seseorang itu tidak boleh kaya raya ? Boleh, malah sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, asalkan diusahakan dengan cara yang benar dan halal. 

Berita seperti di atas, terdengar ironis memang. Banyak manusia jujur yang hidupnya kepentok sana-sini, sementara manusia di sisi berlawanan, justru bergelimang harta. Banyak rakyat yang taat membayar pajak, hidupnya pas-pasan. Sementara oknum pengemplang pajak, hidupnya berfoya-foya dan berkompetisi pamer kemewahan.

Dengan kondisi sosial seperti itu, bagaimana kiat kita untuk tetap menegakkan nilai-nilai ilahiah sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, agar nilai-nilai kebenaran (ukhuwah) bisa sinkron dengan fakta kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Sebuah hadis yang cukup panjang, Ibnu Mubarok meriwayatkan, melalui serangkaian perawi, hingga ada seseorang yang bertanya kepada Mu'adz bin Jabal. "Wahai Mu'adz, sampaikanlah kepadaku sebuah hadis yang telah kau dengar dari Rasulullah SAW."

Maka berkatalah Muadz: "Telah kudengar Rasulullah SAW bersabda: "Akan kusampaikan padamu sebuah nasihat. Jika engkau mencamkannya, maka engkau akan beruntung di hadapan Allah, namun jika engkau melecehkannya, maka pembelamu di hadapan Allah pada hari kebangkitan akan sia-sia."

Lalu ia menceritakan perjalanan amal kebajikan manusia yang dibawa oleh malaikat melewati tujuh pintu langit, yang masing-masing langit dijaga oleh malaikat yang mereka memiliki kriterianya sendiri-sendiri tentang amal kebajikan manusia yang diridlai oleh Allah SWT.

Muadz bin Jabal r.a. (yang meriwayatkan hadist ini) kemudian menangis terisak-isak, dan berkata:"Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa selamat dari apa yang kau ceritakan?".

Rasulullah SAW. bersabda :

"Ikutilah aku meski ada ketaksempurnaan dalam tindakanmu. Wahai Muadz, 

1. Jagalah lidahmu dari mengumpat atau menfitnah saudaramu, yaitu mereka yang membawa (yakni mengimani) Alquran; 

2. Jisbahkanlah dosa-dosamu kepada dirimu sendiri dan jangan kepada mereka;

3. Janganlah engkau nisbahkan kesucian kepada dirimu sendiri; 

4. Janganlah engkau muliakan dirimu atas mereka; 

5. Janganlah engkau baurkan kegiatan duniawi dengan kegiatan ukhrawi; 

6. Janganlah engkau berbangga diri agar orang tak menjauh darimu lantaran watak burukmu; 

7. Janganlah engkau berbisik-bisik dengan satu orang selagi ada orang lain di antara kamu; 

8. Janganlah engkau merasa lebih penting daripada orang lain agar hal-hal baik di dunia ini dan akhirat tak menjauh darimu;

9. Janganlah engkau cabik-cabik (sifat-sifat) orang agar kelak pada Hari Kebangkitan anjing-anjing neraka tak mencabik-cabikmu di neraka. 

Allah SWT berfirman, "Demi mereka yang mencabut dengan keras..." 

Rasulullah SAW bersabda, "Tahukah engkau Wahai Muadz hal-hal ini?" 

"Apakah hal-hal itu ya Rasulullah?" 

Rasulullah SAW menjawab, "Hal-hal itu ialah anjing-anjing neraka yang mencabut daging para penghuni neraka dari tulang-tulang mereka." 

Muadz bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah yang mampu menyelamatkan diri dari keburukan-keburukan ini?" 

Rasulullah SAW, "Wahai Muadz, hal itu sungguh mudah bagi siapapun yang diberi kemudahan oleh Allah."

Kini, tidak usah melihat kepada orang lain, kita bisa mencoba mengukur nilai kebenaran pada diri kita sendiri. Jika ternyata masih bertentangan dengan sembilan nasihat tersebut, berarti nilai kebenaran kita masih menyimpang dari kaidah agama. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun