Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Penyakit Kikir Penyembuhnya Dermawan

31 Maret 2023   07:38 Diperbarui: 31 Maret 2023   07:44 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dicermati, sifat kikir itu sebenarnya penyakit hati yang berbahaya, karena sering dikaburkan dengan hemat, dan itu bisa tidak disadari, sifat kikir dimaknai dengan sifat hemat. Itulah salah satu bahayanya, ia merasa berhemat, padahal sejatinya ia kikir. Secara kejiwaan, kikir muncul karena mentalitas kebendaan yang didominasi oleh rasa takut atas kekurangan sesuatu. Sehingga jika sebagian haknya diberikan kepada orang lain dia akan dihantui rasa selalu kekurangan yang sangat menyiksanya.

Kikir dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, Bakhil. Dalam Al-Qur'an disebutkan, "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat." (QS. Ali Imran: 180)

Menurut Imam Al-Gazali, ada dua hal penyebab penyakit bakhil itu, pertama, cinta harta dan takut miskin. Kedua, anak yang mengakibatkan panjangnya angan-angan. Untuk mengobatinya menurut Imam Al-Gazali harus mencari lawan dari penyebabnya itu. Orang yang cinta harta dan takut miskin perlu pengobatan dengan cara melawannya dengan sifat qanaah (merasa cukup dengan apa yang telah ada). Cinta harta dan takut miskin adalah lanjutan dari ketamakan dan kerakusan terhadap harta yang telah dimilikinya. Ia mengira dengan banyaknya harta yang dimiliki, akan bahagia hidupnya. Jika kebakhilan disebabkan oleh karena panjangnya angan-angan, maka obatnya menurut Imam Al-Gazali adalah dengan mengingat kematian. Hidup di dunia ini tidak akan berlangsung lama, nanti pada suatu saat kematian akan menjemputnya. Kematian adalah pemisah kehidupan diniawi dan ukhrawi yang sangat berbeda keadaannya. Dengan menyadarkan akan kematian pasti akan datang pada setiap manusia, maka akan lahir kemauan untuk mempersiapkan diri setelah kematian.

Dermawan, merupakan kebalikan dari sifat kikir. Dermawan artinya senang dengan iklas memberi, menolong dan rela berkorban di jalan Allah, baik dengan hartanya maupun tenaganya, dengan batas kepantasan. Dermawan dengan tanpa ada batasannya bisa mengarah pada sifat boros yang dapat berakibat jatuh pailit. Sifat berderma secara berlebihan bisa menimbulkan dan berharap memperoleh pujian, timbul rasa sombong, atau bisa juga berderma dengan maksud pamer kekayaan. Hal demikian dapat berubah pada keburukan. "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra': 27). Jadi, apabila derma dilakukan di luar batas kepantasan hilanglah nilai kedermawanannya. Kemudian, bahwa kedermawanan seseorang tetap harus dilakukan secara baik, jangan sampai tercemar oleh hal-hal yang sepele. Membantu seseorang namun disertai dengan perkataan yang menyakitkan, itu bukan sifat dermawan. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)...." (QS. Al-Baqarah: 246).

Secara sederhananya, kedermawanan yang dibenarkan adalah kedermawanan yang memenuhi norma-norma yang ada, tidak berlebihan (boros), tidak disertai ucapan/sikap yang menyakitkan hati, tidak terpaksa. Tepatnya harus tengah-tengah dalam pengertian bijak. "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. Al-Furqon: 67).

Satu hal lagi, di tengah-tengah budaya flexing kegiatan apapun ke media sosial, termasuk dalam berderma, Allah SWT berfirman, "Jika kamu menampakkan sedekah-sedekah-(mu) maka itu adalah baik, dan jika kamu menyembunyikannya (sedekah itu) dan kamu berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kamu; dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahan kamu; dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Baqarah: 271).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa pada dasarnya sikap dermawan dilakukan secara terbuka maupun tertutup keduanya adalah perbuatan baik. Namun demikian, penyerahan sedekah yang dilakukan dengan cara tertutup, tidak diobral atau ditampakkan kepada orang banyak, itu lebih baik lagi. Rasulullah SAW mengistilahkannya dengan sebutan, memberikan dengan tangan kanan dan karena ikhlas, tangan kirinya tidak melihat apa yang diberikan oleh tangan kanan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun