Mohon tunggu...
Dandi M S.S.M.
Dandi M S.S.M. Mohon Tunggu... Konsultan - Pembaca

Hi warga Kompasiana, nama saya Dandi Mailana Saputra.,S.M. Full time Business Part time Blogger Kegiatan saya dapat kalian kunjungi di instagram @dandi_m_s

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Berani Lawan Anies Baswedan?

10 Februari 2023   13:37 Diperbarui: 10 Februari 2023   13:39 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan merapatnya Partai Demokrat dan PKS membuat ambang batas presiden atau Presidential Threshold untuk Anies Baswedan sebagai Calon Presiden terpenuhi. Dengan perolehan Partai Nasdem yang hanya memiliki 10,26% pada Pileg 2019 membuat partai besutan Surya Paloh ini harus membuat koalisi dengan partai lain sehingga dapat mencalonkan presiden pada 2024 mendatang.

Hal ini diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi sebagai berikut:
"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."

Dengan demikian hanya partai PDIP saja yang tidak harus membuat koalisi untuk menentukan siapa Calon Presiden yang akan diusung karena perolehan kursi di DPR RI mencapai 22,26%. Namun sampai hari ini PDIP belum mau menyebutkan siapa Calon Presiden yang akan di usung Partai Banteng ini. PDIP memiliki banyak kader yang kemungkinan dapat menjegal langkah Anies di tahun 2024. Mulai dari Ganjar Pranowo yang sempat di sebut sebagai Bakal Calon Presiden oleh Partai Nasdem sampai Puan Maharani yang saat ini duduk sebagai ketua DPR RI.

Mesra nya pertemuan antara Surya Paloh dengan Airlangga Hartarto di kantor DPP Partai Golkar pada 1 Februari lalu seperti sebuah sinyal merapatnya partai beringin dengan Koalisi yang di buat partai Nasdem. Namun sampai hari ini Golkar belum mengumumkan akan bergabung dengan Koalisi tersebut. Dengan perolehan partai Golkar di DPR yang mencapai 14,78% akan mempergemuk perolehan yang dimiliki oleh Koalisi yang di miliki oleh Anies Baswedan. Bukan tanpa masalah, ini akan menimbulkan diskusi yang panjang untuk menentukan siapa calon wakil yang kelak dipasangkan dengan Anies. Golkar pun memiliki banyak kader yang memiliki citra baik di masyarakat. Mulai dari Airlangga, Luhut Binsar Panjaitan sampai kader terbarunya yaitu Ridwan Kamil yang memiliki potensi besar di bursa Pilpres 2024.

Maka dengan begitu banyak spekulasi yang mengatakan kemungkinan Golkar merapat dengan Koalisi Anies cukup rendah, karena Golkar tentu masih ingin menempatkan Airlangga sebagai Capres pilihannya seperti pesan Golkar yang terpampang di setiap sudut baliho yang memasang figur Airlangga. Sedangkan banyak yang berpendapat Golkar akan gabung dengan Gerindra dan PKB yang sebelumnya telah terjalin hubungan baik semenjak bergabungnya partai Gerindra yang masuk ke istana sejak 2019 bahkan kedua partai tersebut membuat kantor bersama sebagai bukti kemesraan kedua Partai tersebut. Seperti yang kita ketahui ke tiga partai tersebut kompak pada pemerintahan Jokowi - KH. Ma'ruf Amin maka bukan tidak mungkin mereka akan bersama lagi dalam satu koalisi.

Sunyi senyap partai lain yang memiliki wakilnya di DPR juga perlu di pertimbangkan di balik gembar gembor 5 besar partai yang ada. PAN dan PPP yang belum jelas untuk membuat koalisi juga perlu jadi perhatian. Sebab 2 partai ini memiliki kemungkinan membuat koalisi dengan salah satu dari 5 partai besar di detik detik akhir sebelum Pilpres. Meski persentase yang dimiliki masih rendah namun dapat membantu partai lain yang belum mencukupi ambang batas yang di butuhkan. Dengan munculnya ke permukaan nama Zulkifli Hasan (Zulhas) mungkin masih memiliki elektabilitas yang rendah di banding bakal calon yang lain. Namun eksistensi PAN tidak dapat di pandang sebelah mata, terbukti ketika Prabowo memilih Hatta Rajasa sebagai pendamping ketika Pilpres 2014 untuk melawan Jokowi-JK.

Selanjutnya siapa yang berani lawan Anies? Dan siapa yang cocok di pasangkan dengan Anies?

Dengan pertanyaan tersebut, di tahun terakhir pemerintahan Jokowi sungguh sangat di untungkan bagi para politikus yang berada di dalam pemerintahan. Nama Prabowo dan Ganjar mungkin menjadi calon kuat pesaing Anies Baswedan. Sebab seperti pandangan para ahli politik yang mana calon Presiden harus berasal dari suku Jawa. Maka, Statement Luhut B Panjaitan bukan tanpa alasan. Sebab sejak pemilihan presiden yang di pilih langsung oleh rakyat memposisikan Calon Presiden dari suku jawa melampaui jauh dari calon lain yang non suku Jawa bahkan para partai pun seperti menarik diri untuk mencalonkan Bakal Calon Presiden non suku Jawa. Selain itu suku Jawa juga menjadi suku terbesar yang secara angka di atas kertas memiliki potensi memenangkan calon presiden lebih tinggi. Bahkan suku Jawa memiliki ikatan lebih atau lebih fanatik di bandingkan suku lain. Seperti Jawa Tengah yang memiliki history kemenangan PDIP yang unggul jauh di bandingkan partai lain. Bukan tanpa alasan pula kedua calon tersebut dilihat sudah mulai melakukan safari politik dan mencuri hati para masyarakat.

Berbeda dari Negara lain yang secara khusus mengharuskan Presiden, dan perdana Menteri dari agama tertentu seperti yang terjadi di Lebanon. Untuk suku Jawa sendiri dianggap suku yang menelurkan Calon Presiden karena history pemilihan yang menunjukkan pengaruh suku Jawa di Pemilihan Presiden di Indonesia.

Kemudian banyak pihak yang mempasangkan Anies Baswedan dengan para elite politik, salah satunya dengan Agus Harimurti Yudhoyono. Meskipun sebagian lagi mengatakan duet ini dianggap belum cocok karena AHY yang dianggap masih kaku dan masih terlalu dini di dunia politik. Kemudian PKS di rasa akan mengajukan nama Ahmad Syaikhu yaitu Presiden PKS yang kelak akan mendampingi Anies. Namun pasangan ini akan di pandang sebagai politik identitas yang kuat sebab kedua nya dianggap memiliki pandangan politik terlalu kanan pada Pilgub sebelumnya oleh kedua nama itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun