Mohon tunggu...
Dandie Hambaliana
Dandie Hambaliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

lahir ciamis ,jawa barat ,langkaplancar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menunggu Ratu Adil

24 Agustus 2024   08:30 Diperbarui: 25 Agustus 2024   15:14 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Ketika melihat situasi politik saat ini, saya teringat dengan sebuah ramalan dengan akan  datangnya sang ratu adil yang akan menyelamatkan bangsa ini dari ketidakstabilan yang sudah cukup mengkhawatirkan yang disebabkan oleh penguasa yang jauh dari kata adil. Tetapi yang saya amati dari sebuah ramalan itu bukan  dari sisi cerita atau pun hanya sebatas mitos tentang sang ratu adil. Lebih dari itu adalah esensi dari sang ratu adil tersebut, di mana kita akan melihat bagaimana karakter sang ratu adil yang didambakan oleh semua orang tentang kehadirannya yang membawa keadilan.

Berbicara Ratu adil, akan menimbulkan sebuah pertanyaan "mengapa para pemimpin kita yang akan menjadi pemimpin tidak memiliki keinginan menjadi ratu adil? Apakah hanya sebuah cerita belaka? Ataukah ada sebuah ketidakmampuan dalam mencapainya? Dalam tulisan ini, penulis berharap tulisan ini bisa mengingatkan dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang akan  menjadi pemimpin dan bagi  yang sudah menjadi pemimpin agar lebih sadar terhadap sebuah keadilan.

Dalam ramalan Jayabaya dikatakan bahwa Ratu Adil adalah raja yang berpegang teguh pada keadilan yang dimandatkan oleh Yang Ilahi, berkedudukan di awang uwung atau sunyanyuri yang sudah tidak mementingkan kehidupan duniawi, mengalahkan musuh-musuhnya tanpa bantuan prajurit manusia dan sebagainya. Kenyataan itu berlawanan dengan keturunannya yang ketiga, yang hancur karena tak kuasa melawan nafsunya sendiri.

Dalam Jangka Jayabaya dikatakan, Ratu Adil ini berkedudukan di Ketangga, dekat hutan Pudak. Tapi, kerajaan itu dipindahkan oleh keturunannya yang ketiga yang kemudian hancur karena tidak kuasa melawan nafsunya. Lalu muncullah raja Asramakingkin (ada yang menyebutnya Asmerungkung) yang berkedudukan di Kediri. Namun, usianya juga tidak panjang karena hancur ketika terjadi pertentangan dengan para kekasihnya.

Kita tidak mementingkan siapa dan dimana ratu adil itu berada, apakah sudah muncul atau belum itu bukan urusan kita, tetapi yang paling penting adalah esensi dari karakter ratu adil itu, Ratu adil yang dinanti-nantikan adalah seorang tokoh yang mistis manusia sempurna yang sudah mampu melawan nafsunya sendiri dan meninggalkan kehidupan duniawi. Ia mampu menjadikan negri yang dipimpinnya menjadi gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerta raharja. Namun, ia adalah raja yang kerajaannya disahkan oleh wahyu Ilahi. Dalam artian yang diridhoi oleh tuhan karena dapat menciptakan keadilan bagi rakyatnya.

 Ternyata jika kita melihat karakter sang ratu adil tersebut sesuai dengan konsep pemimpin ideal yang dikemukakan oleh plato, di mana  plato berpendapat bahwa pemimpin ideal adalah seorang filsuf yang memiliki karakter psikologis kompleks, atletis, dan mengutamakan kebijakan. Pandangan plato ini sangat cerdas sekali dimana seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dirinya sendiri dan orang yang bisa mengendalikan dirinya pasti akan bijaksana dan karakter bijaksana tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang yang sadar dan orang yang sadar tersebut adalah seorang filsuf.

Pemahaman tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh imam al-ghazali di mana al-ghazali mengungkapkan ada tiga karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu yang pertama akal, atau kecerdasan intelektual, yang kedua adalah Agama atau religiusitas, dan yang ketiga adalah akhlak atau moralitas. Dengan demikian, kriteria pemimpin ideal menurut al-Ghazali adalah pengetahuan secara komprehensif, agama yang baik, dan moralitas yang luhur. Ketiganya merupakan nilai positif yang melengkapi satu sama lain dalam diri seorang pemimpin ideal. Nilai inilah yang harus dimiliki seseorang yang telah siap  menjadi seorang pemimpin.

Tetapi pada kenyataanya sekarang kita belum menemukan sang Ratu adil yang ada hanyalah seorang Ratu yang haus kekuasaan sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Abigail Adams (Smith) (1744-1818)  
“Saya makin yakin manusia adalah makhluk yang berbahaya; dan bahwa kekuasaan, baik yang diberikan kepada sedikit orang maupun banyak orang adalah selalu tamak dan terus berteriak meminta kekuasaan lebih banyak”.

Apakah semua pemimpin kita akan terus seperti ini? Sangat mengerikan dan sangat berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Seharusnya seorang pemimpin harus bisa mengendalikan nafsunya demi kepentingan yang lebih banyak, sangat berbahaya sekali bilamana pemimpin sudah mengedepankan otoriter akan kesewenang-wenangan dalam memegang dan menjalankan kekuasan. Seorang pemimpin seharusnya lebih menyadari bahwa kekuasaan bukan alat tipu daya kepada rakyat sepanjang masa dan kekuasaan itu hakikatnya hanyalah sementara.

Seorang mantan Presiden Amerika Abraham Lincoln (1809- Dibunuh 1865)  Pernah berkata “Anda dapat memperdaya sebagian daripada rakyat sepanjang masa, dan seluruhnya untuk sementara, tetapi Anda tidak dapat memperdaya seluruh rakyat sepanjang masa. "

Marilah kita percaya bahwa keadilan menciptakan kekuatan dan dengan kenyataan itu, marilah kita sampai akhir zaman berani menjalankan kewajiban kita. Para kapitalis biasanya bertindak seiya-sekata, dan bersama- sama, untuk merampas rakyat. Pendapat umum, walaupun seringkali terbentuk atas dasar yang salah, namun pada umumnya mempunyai landasan yang kuat, berupa rasa keadilan. Saya yakin pemerintahan ini tidak dapat bertahan, apabila separuh rakyatnya tetap sebagai budak dan separuhnya lagi sebagai orang bebas.

Pemungutan suara lebih kuat daripada peluru. Kita di sini bertekad bulat bahwa bangsa ini, di bawah Tuhan, akan melahirkan kembali kemerdekaannya; dan bahwa pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tidak akan musnah dari muka bumi. Kekuatan senjata dapat menaklukkan segala-galanya, tetapi kemenangan tidak akan kekal. Tidak ada orang yang cukup baik memerintah orang lain tanpa persetujuan yang diperintah.

Harus kita sadari bahwa posisi kita pada saat ini sama dengan apa yang dikatakan mantan presiden amerika tersebut, dimana pemerintahan ini tidak dapat bertahan, apabila separuh rakyatnya tetap sebagai budak dan separuhnya lagi sebagai orang bebas.

Mau sampai kapan kita menjadi budak? budak yang berada dalam nama kebebasan, budak yang berada dalam nama demokrasi, tetapi  demokrasi kita sedang bermasalah. Padahal demokrasi merupakan sebuah kebebasan dimana di dalamnya harus ada jaminan bahwa tidak ada satupun kekuatan yang mempunyai peluang untuk bertindak sewenang wenang. Sebagaimana pernyataan ini pernah diungkapkan oleh pemikir islam dan merupakan kader HMI yaitu Ahmad Wahib (1942-1973) sebagai berikut “Demokrasi selain mempunyai arti sikap mental, juga berarti pembinaan suatu sistem sebagai saluran sikap mental untuk mengejawantahkan dan berkembang tumbuh dalam institusi yang bernama negara."

Oleh karena itu, harus ada jaminan bahwa tidak ada satu kekuatan pun yang mempunyai peluang untuk bertindak sewenang-wenang. Jaminan akan tersedia jika dalam percaturan politik negara ada kekuatan kontrol yang berwibawa. Karena itu, demokrasi pun menuntut tercegahnya suatu kegiatan oligarkisme dan suatu perimbangan kekuatan yang timpang harus dicegah. Peranan intelektual harus menjadi kestabilan dengan tidak adanya golongan yang merasa paling kuat dan tidak pernah merasa puas dalam era  modernisasi yang terus berjalan. Maka dari itu, jangan sampai suatu golongan mampu berkuasa secara absolut, harus ada tawar-menawar dalam struktur kekuasaan (politik dan ekonomi). Jangan sampai suatu golongan memegang kedua macam itu sekaligus.

Mungkin penguasa bisa diajak bersikap demokratis, tetapi tegak dan robohnya demokrasi bukan hanya tergantung penguasa melainkan juga tergantung kepada rakyatnya. Moral adalah norma atau cita-cita dan bukan sebuah alat penyelesaian, dia lebih banyak sebagai produk. Oleh Karena itu, pidato-pidato tentang moral sama sekali tidak realistis. Rasa tanggung jawab yang mesti ada pada setiap pemimpin atau orang-orang besar, tidak bisa dicapai hanya dengan niat, tetapi harus dengan latihan-latihan sejak muda. Latihan tersebut dimulai dari hal-hal kecil sampai pada hal-hal yang besar dan ruwet.

Optimalisasi Posisi Oposisi (ke ieu di-bold ku a dandi)
Status oposisi adalah kedudukan dari mereka yang secara politik berlawanan dengan pemerintahan yang ada, yaitu penguasa yang sedang memegang kekuasaan efektif. Tugas oposisi adalah melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan memberikan koreksi-koreksi yang perlu. Karena itu, oposisi yang sehat adalah penguasa yang merasakan adanya oposisi sebagai kepentingan dan karenanya bersikap saling menghargai. Penguasa yang sehat akan menganggap kaum oposisi sebagai partner, walaupun pada suatu saat bukan mustahil kaum oposisi inilah yang mendepak mereka dari kursi pemerintahan.

 Apa yang dikatakan oleh Wahib itu memang benar sekali, dan harus kita jalankan agar bisa terciptanya sistem yang baik, bukan malah memberikan peluang-peluang bagi orang yang tak bertanggung jawab untuk melakukan kesewenang-wenangan, seharusnya oposisi harus bisa mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan penguasa pada saat ini, bukan malah terbawa arus dalam membuka peluang kesewenangan , jangan ada rasa takut akan tidak kebagian jatah. Ingat, jika kita memiliki niat yang tulus untuk menciptakan kehidupan yang adil dan penuh dengan kebijakan, jangan pernah merasa takut. Kita harus berdiri tegak karena gagal di dunia, karena gagal di dunia tidak mesti gagal di akhirat, dalam artian kita gagal menciptakan keadilan di dunia tetapi semoga tuhan memberikan pahala atas perjuangan kita di dunia. Ingatlah apa yang dikatakan oleh istri kedua presiden Argentina Evita Peron (1919-1952) “ Mumpung berkuasa berbaktilah kepada rakyat”.

Mungkin dari penulis tidak banyak yang diucapkan, semoga siapapun yang membaca ini bisa menjadi ratu adil yang didambakan rakyat. Ratu adil yang tidak mesti mempunyai darah titisan Dewa, karena pada hakikatnya Ratu adil adalah seorang pemimpin yang sudah bisa mengendalikan nafsunya, pemimpin yang orientasinya bukan lagi  mengejar kekuasaan ataupun mengejar harta, melainkan tujuannya hanya untuk menciptakan keadilan bagi manusia.

Dandie Hambaliana, 23 Agustus 2024.

📍Komplek kampus STIABI-RU Tasikmalaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun