Presiden Jokowi secara resmi telah mengumumkan tentang pemindahan ibukota. Setelah sekian lama diwacanakan. Yang dipindahkan adalah pusat pemerintahan. Artinya Jakarta sebagai pusat bisnis dan kota metropolitan akan tetap. Namun tetap saja publik memberi respon pro kontra.
Yang berpindah nantinya seluruh kantor Kementrian dan istana untuk presiden. Kemudian sarana dan prasarana pendukung kelancaran kinerja kantor-kantor pemerintahan tersebut. Dalam pandangan saya ini mirip-mirip dengan Putrajaya di Malaysia.
Pusat pemerintahan yang tadinya berada di kota Kuala Lumpur, kemudian dipindahkan ke satu kawasan terpadu di Putrajaya. Bedanya, kalau jarak dari Kuala Lumpur ke Putrajaya hanya sekitar 30an km, maka jarak Jakarta ke ibukota pemerintahan kita yang baru sekitar 1500an km. Melintas samudera pula.
Pembangunan Putrajaya dianggap berhasil. Karena segala urusan pemerintahan dapat lebih lancar. Semua kementrian berlokasi di kawasan yang sama. Akses publik lebih mudah. Ditambah lagi Putrajaya menjadi destinasi wisata yang ciamik dengan bangunan-bangunan nan megah dan indah.
Kawasan yang luas bersih tenang dan tertata dengan rapi. Walaupun, kemacetan tetap ada terutama pada waktu puncak pagi dan petang. Karena jarak ke KL tidak terlalu jauh, sehingga lalu lintas semakin padat di kawasan perbatasan KL-Putrajaya.
Kembali ke Jakarta. Kemetropolitanannya masih tetap terjaga walau kantor-kantor pemerintahan berpindah ke tempat yang baru. Karena Jakarta telah kadung menjadi kota gemerlap dengan aktifitas bisnis dan ekonomi serta wisatanya.
Pro kontra ibukota baru muncul karena berbagai alasan. Pertama, pandangan yang kontra berasal dari pihak yang berbeda haluan politik dengan Jokowi. Jadi, apapun kebijakan Jokowi tetap akan disanggah dengan argumen-argumen yang dicari-cari. Kedua, pandangan kritis dengan argumen yang dilandasi analisa dan kalkulasi yang logis. Pandangan dari semua pihak patut untuk ditampung dan menjadi bahan masukan.
Salahsatu pandangan kritis datang dari sosok Dahlan Iskan. Beliau mengangkat tiga tulisan di web pribadinya (www.disway.id) dalam selang waktu 1 minggu saja. Tulisan beliau bahkan viral dan dikutip banyak media mainstream. Intinya beliau setuju dengan pindahan ibukota, namun mempertanyakan atau agak meragukan sistem eksekusi yang begitu serba cepat dan kilat.
Dahlan Iskan tokoh idola saya. Menteri BUMN di era pemerintahan SBY ini adalah menteri yang cemerlang. Sebelumnya sukses mendandani PLN dan kemudian naik pangkat untuk mendandani semua BUMN. Beliau bahkan digadang-gadang menjadi kandidat kuat presiden setelah menjadi pemenang dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat. Namun takdir berkata lain. Partai Demokrat urung mencalonkan kandidatnya karena tidak cukup perolehan kursi parlemen untuk mendapat tiket calon presiden.
Pada pilpres 2014 Dahlan Iskan merapat ke kubu Jokowi. Namun agak disayangkan, setelah Jokowi terpilih menjadi presiden, Dahlan Iskan tidak mendapatkan porsi apapun dalam pemerintahan yang didukungnya itu. Malah kemudian beliau dikriminalisasi dengan berbagai tuduhan korupsi yang sumir. Entah siapa yang bermain di sini.