Mohon tunggu...
Ridwan Rizkiyanto
Ridwan Rizkiyanto Mohon Tunggu... -

Epoche

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Rasis dalam Humanisme

16 Oktober 2014   10:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:49 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini ramai media memberitakan tentang kepulangan rombongan jemaah haji yang baru pulang dari Saudi Arabia. Bukan kepulangan yang telah dirindukan oleh keluarga besar, bukan pula air zam-zam dalam beberapa kemasan yang tidak boleh dibawa, bukan juga mengenai virus ebola, yang lebih menarik di sini adalah mengenai abaya. Banyak pelaku ibadah haji membawa abaya untuk oleh-oleh dan untuk dipakai sehari-hari, selain gengsi, karena konon pakaian dari Arab itu sudah suci dan sudah ‘nyunnah’. Mungkin saya rasa untuk membuat gelar haji mereka mabrur, seharusnya sekalian dibawa unta sebagai oleh-oleh.

Bukan menolak budaya asing, tapi mereka lupa jika mereka memiliki kebaya. Sekarang, memakai pakaian tertutup ala ninja atau jilbab yang sedemikian rupa hingga melahirkan banyak komunitas hijaber, lebih keren dibandingkan mengenakan kebaya. Memakai pakaian terbuka dan mini lebih nyaman dibandingkan memakai kebaya yang kagok. Tari jaipong pun harus disesuaikan para penarinya agar lebih islami, menjadi serba tertutup. Serba tertutup, di negara dengan cuaca yang mayoritas sangat panas, bagaimana bisa membuat nyaman, selain yang ada dinyaman-nyamankan (terpaksa). Sedangkan kita tahu dalam ibadah itu tak ada paksaan, apalagi kekerasan.

Pembicaraan ini bisa meluas hingga menjadi rasis, dengan sedikit bumbu ala romantik-nasionalis (tapi tidak fasis!). Saya kecewa ketika melihat seorang teman lebih mencintai orang dan budaya Arab dari pada menyayangi saudaranya yang asli orang Indonesia, bahkan menanggalkan budaya asli Indonesia. Dia lebih mencintai Habib yang orang Arab dan keturunannya, dibandingkan dengan orang Indonesia asli. Lihat dulu, keturuan Rasulullah tak semuanya suci, bahkan tak ada manusia yang benar-benar suci. Kenapa anda lebih mencintai mereka yang jelas-jelas pendatang di tanah air ini dan sebagian mereka melakukan kekerasan pada orang Indonesia, kenapa anda memilih mereka? Sementara orang asli Indonesia yang susah mencari pekerjaan, susah mencari makan, berkeliaran di jalanan, anak-anak yang kurang dan tidak bisa melanjutkan pendidikan, kenapa anda biarkan? Apakah anda buta? Jangan biarkan agama dijadikan kedok sebagai pembodohan dan penjajahan yang tak diduga.

Tan Malaka, dalam bukunya Madilog pernah menceritakan mengenai orang Arab, yang ketika itu menjadi tetangganya. Orang pendatang itu ternyata menjadi rentenir, dan menjerat orang-orang miskin, khususnya petani yang hanya memiliki penghasilan yang kecil. Sementara itu hutang si Petani terus menumpuk hingga akhirnya apa? Petani kita dijajah di negeri sendiri, di tanah sendiri! Entahlah orang Arab itu apakah memiliki keturunan gen untuk kekerasan. Yang jelas, saya pernah bekerja pada orang Arab, dan sepertinya mereka seperti memperlakukan seorang budak. Dan budak seharusnya sudah tidak ada lagi, baik dalam kenyataan atau hanya dalam penafsiran.

Orang Cina berbeda lagi. Mereka memang banyak menguasai sektor ekonomi kita, lihat saja toko-toko di kota besar. Pemiliknya rata-rata orang keturuanan Cina, dan siapa yang menjadi pekerjanya? Orang Indonesia asli! Lagi-lagi, orang Indonesia harus menjadi budak di negeri sendiri. Bagaimana dengan India? Bukankah dari dahulu, bahkan hingga sekarang ini di sebuah stasiun televisi sedang asyik-asyiknya dengan sinetron dari India? Adakah yang membuat sinetron cerita-cerita daerah?

Kadang terpikirkan kenapa orang Arab dan keturuannya di sini tidak tinggal saja di Timur Tengah sana yang gersang? Atau orang Cina kenapa tidak tinggal saja di Tiongkok? Atau orang India kenapa mereka ke sini? Kenapa tidak tinggal di sana saja dan berbangga-banggalah pernah dijajah Inggris atau dengan ras Aryanya. Itu yang sering dipikirkan jika sedang kesal, tapi ternyata sepertinya bisa keliru …

Ada yang mengatakan orang Indonesia dulunya adalah pendatang juga entah dari mana. Tapi ada yang mengemukakan jika orang Indonesia adalah asli orang Indonesia, dengan ditemukannya fosil manusia purba yang sangat tua di sekitar sungai Bengawan Solo. Kedatangan orang-orang India dulu memang memberikan banyak dampak yang positif dibandingkan dampak negatif. Yang terpenting adalah adanya akulturasi antara budaya India dan budaya asli lokal. Hasilnya apa? Kepercayaan yang banyak di Nusantara itu kedatangan tamu baru, yaitu Hindu dan Budhha. Apa yang mereka tinggalkan? Kita bisa melihat maha karya dari semua itu, salah satunya Candi Borobudur, menjadi kebanggan Indonesia. Belum lagi banyak candi-candi lainnya. Dalam musik, musik dangdut sangat terpengaruh oleh budaya India.

Lantas datang pula orang Arab, apakah mereka harus ditolak? Jika memberikan banyak dampak negatif harusnya iya. Tapi apa yang terjadi? Lagi-lagi dampak positif yang didapatkan. Para wali songo berhasil memadukan budaya lokal dengan ajaran Islam yang sedang mereka sebarkan, hingga akhirnya Islam tersebar dan menjadi agama mayoritas di negara ini. Kenapa bisa seperti itu? Karena agama ini menyetarakan semua orang, membebaskan semua orang, dan menghargai perbedaan. Selain itu, Islam ditampilkan dengan kedamaian, bukan kekerasan seperti yang sering kita lihat sekarang ini. Apa jadinya jika dulu yang datang adalah Islam keras model ISIS atau FPI? Yang ada orang Indonesia akan malas untuk sekedar mengetahui pun. Islam yang moderat sangat cocok dengan orang-orang Indonesia yang berada dalam kebhinekaan. Islam cocok dengan falsafah gotong-royong, harusnya menjadi pengikat perbedaan di antara kita, bukan malah menjadi pembuat onar. Untungnya masih ada dan banyak orang Islam tradisionalis, sesuai ajaran wali songo yang bisa memahami kelahiran Islam di negeri ini, tidak seperti gerakan-gerakan yang kata Gus Dur ‘sempalan’ yang lahir belakangan ini yang ilmu agamanya kalau kata saya, sok tahu!

Orang Cina, bagaimana pun selalu ada sisi baiknya. Mereka telah dilanda kehidupan yang keras ketika akan menjelang Reformasi. Jika tidak memakai materialisme dialektis marxis, memakai logika tradisional Barat, mereka telah memberikan banyak penghidupan pada orang-orang lokal. Kebudayaan pun demikian bukan? Baju muslim kita bukan kah berasal dari Cina hingga disebut baju Koko? Bukankah ada orang Cina yang ikut melawan penjajah juga? Orang Arab, Cina, atau India sebenarnya memperkaya kebudayaan negeri ini yang sebenarnya sudah kaya. Membuat orang Indonesia lebih berwarna-warni dengan beragamnya etnis. Membuat Indonesia memang benar-benar surga yang bisa ditinggali oleh orang mana pun, tanpa melihat latar belakang mereka. Jika masih melihat latar belakang mereka, atau ideologi mereka, apa bedanya kita dengan orang Komunis di USSR sana?

Manusia tak seharunya dilihat hanya dari asal suku saja. Bukankah kita tak minta untuk dilahirkan sebagai suku ini dan itu? Bukankah ini pemberian secara alamiah yang tidak bisa dihindari oleh setiap orang? Kemanusiaan seharusnya berdiri di atas segalanya. Yang terbaru adalah berangnya situs Islam radikal (Islam sok tahu!) karena Jokowi bertemu dengan Pendiri Facebook, yang menurut mereka Yahudi, dan yang namanya Yahudi, ya kotor, najis. Apakah seperti itu? Apakah tidak ada dalam sejarah dunia ini orang Yahudi berbuat baik? Apakah tidak ada dalam sejarah di dunia ini jika orang Yahudi banyak membuat kemajuan dan banyak membantu manusia lainnya? Apakah anda yakin semua orang muslim suci? Apakah anda yakin semua orang Jawa tak berdosa? Bagaimana jika keadaannya terbalik, menjadi orang Islam itu kotor, najis, orang Jawa itu berdosa, bagaimana jika demikian? Bagaimana perasaan kita?

Anda akan mengatakan soal Palestina. Ya, itu sebuah masalah, masalah besar. Setelah itu anda akan membicarakan teori konspirasi mengenai Illuminati dan Freemasonry, yang didalangi oleh orang Yahudi dan sedang menggenggam dunia. Kata saya, makan tuh teori! Makan tuh gambar celana dalam terbalik! Anda terlalu percaya teori sampah seperti ini, hingga membuat pikiran anda tidak terbuka, sudah tertutup, anda sudah terdoktrin dengan dogma yang segala sesuatunya akan dikaitkan dengan teori konspirasi ini. Saya rasa hidup anda tidak akan berkembang bung jika terus seperti ini, dan hidup di dunia khayal sendiri.

Selanjutnya mengenai Ahok yang katanya Cina dan non-Muslim, dilarang untuk menjadi Gubernur dan ditolak. Saya hanya ingin mengatakan pada anda, sampeyan sehat? Bubar saja mendingan Indonesia jika warganya hanya karena berbeda agama dengan agama mayoritas, tidak boleh menjadi pemimpin. Bubar saja negara ini jika orang masih melihat suku tertentu yang harus menjadi pemimpin. Untuk apa ada Pancasila, jika setiap warga negara tidak memiliki hak yang sama. Saya sebagai muslim, dari dulu memang menyukai dan mendukung Ahok, selain memang kinerjanya baik, toh dia yang terbaik untuk saat ini bukan? Apakah anda akan menjamin tidak ada korupsi jika seorag muslim yang jadi gubernur? Belum tentu! Logika anda sama seperti orang-orang HTI, yang ingin membubarkan negara ini dan menjadikannya negara khilafah ala mereka dan ustadz-uztadz mereka. Memangnya, jika Indonesia menjadi negara khilafah, semua persoalan akan beres? Belum tentu! Selain itu, jika ingin menggunakan syariat Islam, syariat Islam mana yang akan dipakai? Jelas-jelas dalam Islam sendiri banyak tafsiran dalam hal hukum, madzhab ini berbeda dengan madzhan itu. Di kita juga seperti itu bukan, kiai ini berbeda dengan kiai itu, lantas bagaimana bisa anda mengubah itu semua dengan mengeneralisir semuanya dan mengaku bahwa anda mewakili dan merasa paling Islam? Kerendahan intelektual!

Kita banyak kecewa oleh kondisi politik belakangan ini, salah satunya RUU Pilkada. Kita dianggap bodoh karena tidak paham politik, suara kita dianggap tidak berguna, padahal jelas-jelas orang seperti Ridwan Kamil dan Risma, yang telah melakukan banyak hal berguna, dipilih oleh kita-kita, bukan mereka yang di DPRD! Percuma membicarakan parlemen, mereka semua buta dan tidak akan mendengarkan! Bagaimana pun diberi penjelasan, mereka tetap tuli dan buta, karena mata dan hati mereka memang sudah ditutup. Ada pasti orang yang baik di parlemen sana, tapi apa daya kalau mereka takut pada fraksi partainya? Untuk apa masuk partai jika ide gemilang anda justru mati karena kepentingan partai? Ah, inilah yang membuat negara kita tidak berkembang, terlalu banyak kepentingan oleh kelompok-kelompok tertentu. Sudah, bosan membahas parlemen itu!

Kita nikmati saja keindahan alam dan orang-orang juga budaya Indonesia, jangan dipusingkan oleh tindakan parlemen. Tetapi, jika pada saatnya kita memang ditindas sebagai warga negara, saat itulah kita bangkit bersama, melakukan perlawanan, revolusi sekali pun! Jika itu harus membuat Indonesia pecah dan bubar, ya bubarlah jika memang kita semua sudah tidak sepaham lagi untuk mencintai negeri ini. Yang jelas kita tetap bahagia dan bangga, karena selama hidup pernah merasakan INDONESIA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun