[caption id="attachment_169995" align="alignleft" width="300" caption="Truth and Reconciliation (dari Winnipeg Free Press)"][/caption]
Baru-baru ini di The Forks Winnipeg diadakan acara berjudul Truth and Reconciliation. Acara ini sebagai jembatan antara Pemerintah Canada dan masyarakat aboriginal (suku Indian). Acara ini sebagai ajang pemberian kesaksian mengenai apa yang terjadi pada 130.000 Residential School survivors. Residential school adalah sekolah yg didirikan oleh Pemerintah Federal Canada sekitar tahun 1856 untuk mengasimilasi anak-anak Indian ke kebudayaan barat terutama kebudayaan Inggris. Sekitar 130 buah sekolah dibangun bekerjasama dengan Gereja Katolik dan sekitar 150.000 anak-anak Indian diambil paksa dari keluarga mereka untuk bersekolah di sekolah ini. Pada kelanjutannya, gurunya sebagian besar adalah biarawati dan kepala sekolahnya adalah seorang pastor.
Anak-anak Indian ini diambil dari keluarga mereka saat mereka masih berusia 4 atau 5 tahun dan ditempatkan di asrama residential school. Mereka diharuskan mempelajari bahasa Inggris dan mereka tidak diperbolehkan menggunakan bahasa asli mereka. Bahasa asli suku Indian ada banyak diantaranya Chipewyan, Cree, Dogrib, Gwich‘in, Inuinnaqtun, Inuktitut, Inuvialuktun, Slavey Utara, dan Slavey Selatan. Satu-satunya bahasa penduduk asli yang dipercaya secara penuh ini ialah Cree (dengan 72.885 penutur bahasa ibu), Inuktitut di NWT dan Nunavut; 29.010 penutur), dan Ojibwe bersama dengan Cree, Ojibwe akan menyusun 150.000 penutur). Jika ada yang ketahuan masih menggunakan bahasa asli mereka maka guru yang sebagian besar biarawati ini melakukan tindakan kekerasan seperti memukul mereka atau bahkan mencambuk mereka.
Pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah lebih kepada kebudayaan bangsa Inggris dan juga agama Katolik. Guru-guru ini mengatakan bahwa kebudayaan mereka adalah kebudayaan sesat yang beraliran Satanism. Oleh karena itu mereka berusaha untuk menghapuskan kebudayaan suku asli Indian kepada anak-anak kecil ini (genocide). Begitu banyaknya kekerasan yang dilakukan di residential school ini mengakibatkan trauma yang mendalam pada anak-anak Indian ini. Tidak banyak dari mereka yang melarikan diri dan berakhir menjadi alkoholik atau bahkan mati sia-sia karena bunuh diri. Hal ini bukan sebuah rahasia umum lagi disini. Diperkirakan survivor dari residential school saat ini adalah sekitar 130.000 an orang. Pada tahun 1996 akhirnya residential school ini ditutup.
Ketika residential school ini berakhir, anak-anak ini ditempatkan di foster home. Foster home adalah sebuah keluarga yang bersedia mengasuh anak-anak ini dengan mendapatkan allowance setiap bulannya dari Pemerintah. Kebanyakan dari foster home ini adalah keluarga kulit putih. Saya mempunyai teman yang bernama Sandi Carter. Dia adalah salah satu survivor residential school. Ketika saya bertanya siapa nama aslinya dalam bahasa Indian, dia sudah tidak ingat. Begitupun dengan bahasa asli Indian, dia tidak pernah bisa mengingatnya lagi.
[caption id="attachment_169996" align="alignleft" width="130" caption="Wab Kinew met Obama in 2008 (dari Google Image; My Spcae)"][/caption]
Kembali pada acara Truth and Reconciliation ini dihadiri oleh banyak orang baik masyarakat Canada berkulit putih, pendatang dan of course residential school survivors. Acara ini disiarkan langsung oleh salah satu stasiun TV nasional, CBC. Salah satu pembawa acaranya bernama Wab Kinew (bacanya; WOB ka-NOO). Dia adalah seorang Indian artist, penyanyi hip hop dan salah satu pembawa acara CBC Winnipeg. Dalam rangkaian acara Truth and Reconciliation yang disiarkan di CBC ini, CBC juga mengangkat kisah Wab Kinew yang notabene adalah generasi pertama dari orang tuanya yang merupakan residential school survivor. Saya pernah bertemu dengan Wab Kinew sekali, ketika saya menemani Damien untuk membantu teman lamanya yang sedang pindahan. Saat itu saya belum tahu, siapa itu Wab Kinew. Namun sekali melihatnya, Damien langsung excited, katanya itu adalah salah satu artis Indian terkenal di Manitoba. Saya hanya melongo, karena sebelumnya saya membantunya mengangkat suatu kardus yang beratnya hampir 100 kg lebih. Saya cuek aja saat itu, karena niat saya hanya membantu. Eh nggak tahunya yang saya bantu artis terkenal yang ternyata sering sekali muncul di TV, mupeng deh saya. Lah mana saya tahu kalau dia orang terkenal, karena saya jarang nonton TV disini..hehehe. Tapi orangnya memang berpenampilan sederhana dan apa adanya. Kalau ada yang pengen liat lagunya di Youtube, bisa diklik di sini. Lagunya not bad dan di video klipnya itu juga ada Melisa, temannya Damien yang kita bantu saat pindahan. Ternyata Wab Kinew adalah pamannya Melisa (padahal terlihat seumuran, kisah yang panjang deh pokoknya).
[caption id="attachment_170016" align="alignleft" width="300" caption="Tobasonakwut di Vatikan 2009 (dari CBC News Winnipeg)"][/caption]
Kembali pada kisah Wab Kinew. Dia menceritakan kisah ayahnya yang bernama Tobasonakwut Kinew. Dia adalah seorang Anishinabeemowin (Ojibway) salah satu suku Indian. Ketika dia masih kecil, dia diambil dari keluarganya dan ditempatkan di St. Mary's residential school, di Rat Portage, Propinsi Ontario. Pada akhirnya dia diusir dari sekolah itu setelah mencapai grade 8. Pada saat itu, di tahun 1950, seorang Indian tidak diijinkan melanjutkan ke high school di Kenora. Selama tinggal di residential school, dijelaskan oleh Wab Kinew bahwa ayahnya banyak sekali menerima perlakuan kekerasan fisik termasuk, kekerasan seksual.
Pengalaman yang membuatnya sangat tertekan adalah ketika ayahnya Tobasonakwut Kinew yang bernama Wabanakwut mengalami kecelakaan dan dia dalam keadaan sekarat. Ketika dia di rumah sakit dengan tubuh setengah hancur, ia menanti kedatangan anak-anaknya dan apparently pihak sekolah tidak mengijinkan anak-anaknya untuk mengunjunginya, termasuk Tobasonakwut. Ketika dia akhirnya meninggal dunia, anak-anaknya datang dan memberi penghormatan terakhir. Namun apa yang terjadi pada Tobasonakwut ketika dia kembali ke sekolah adalah dia mendapatkan tendangan yang sakitnya melebihi apapun.
Pada akhirnya setelah dia lepas dari grade 8, traumanya membawanya kepada kehidupan yang keras. Dia juga pernah menjadi seorang alkoholik dan berganti-ganti pekerjaan dari seorang diesel mechanic, boxer dan akademisi. Pada akhirnya dia menjadi pendiri Grand Chief of the Grand Council of Treaty #3 yaitu Ketua Dewan Pelaksana persetujuan no. 3 yang membawahi kawasan Northwestern Ontario dan Southeastern Manitoba dan juga menjadi the Grand Chief of the Chiefs of Ontario pada akhirnya. Ketika perdamaian tercipta antara Pemerintah Canada di bawah Kerajaan Inggris dengan suku Indian sebagai First Nation, banyak sekali dibuat treaty-treaty. First Nation meminta sejumlah tanah untuk mereka yang disebut Reserve. Bagi suku Indian yang tinggal di Reserve, mereka mempunyai kebebasan untuk memancing, berburu (yang tidak dimiliki oleh orang Canada non Indian, mereka harus membayar untuk mendapatkan lisensi untuk memancing dan berburu) dan juga mereka dikenakan pajak yang lebih rendah daripada orang Canada non Indian.
[caption id="attachment_169999" align="alignleft" width="98" caption="dreamcatcher (dari Google Images)"][/caption]
Tobasonakwut akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Paus Benediktus XVI di Vatikan pada bulan April 2009. Ia menceritakan semua kisahnya pada Paus dan Paus cukup gemetaran, bersedih dan bersedia mengkompensasi pada apa yang telah terjadi pada Tobasonakwut. Tobasonakwut berkata apakah dia salah kalau dia hanya ingin mempertahankan kebudayaan para leluhurnya? Hal inilah yang akhirnya mendorong Paus untuk meminta maaf dan ketika Tobasonakwut memintanya untuk memberkati sebuah dream catcher*, bulu elang dan pipa rokok yang dibawanya, iapun menyanggupinya. Paus pun menerima bulu elang itu sebagai simbol persaudaraan antara Gereja Katolik dan suku Indian.
Kisah Tobasonakwut sangat mempengaruhi kisah anak-anak dan saudara-saudaranya. Seperti dikisahkan Wab Kinew bahwa dua orang saudara laki-lakinya, keduanya meninggal dengan tragis. Yang pertama bunuh diri dengan menembak dirinya sendiri dan yang kedua menjadi alkoholik yang mengakibatkan dia meninggal. Saudara sepupu dan keponakan perempuannya juga meninggal dunia karena overdosis alkohol dan obat-obatan terlarang. Katanya," kita memang tidak bisa menyalahkan residential school pada apa yang telah terjadi dalam keluarga saya namun dari pengalaman ayah saya dan kedua saudara laki-laki saya, kita bisa menarik benang merah".
Begitulah sepenggal kisah Wab Kinew, ayah satu anak ini. Ia bahkan tidak berani membayangkan jika putranya mengalami seperti apa yang dialami ayahnya dulu, diambil secara paksa dari keluarganya dan tidak pernah bisa melihatnya lagi. Trauma itu sungguh mendalam baginya dan bagi suku Indian lainnya yang menjadi korban kekerasan fisik di residential school beberapa waktu silam. Banyak sekali pengalaman serupa yang dituturkan oleh orang-orang Indian pada acara Truth and Reconciliation. Pada akhirnya mereka menjadi seorang alkoholik, pecandu obat-obatan terlarang, gang affiliation dan banyak remaja putri Indian yang mempunyai anak di usia masih sangat muda.
Sebuah cerita tragis juga mengenai Gereja Katolik karena mereka melakukan semua hal itu. Tidak heran jika banyak masyarakat North America yang mulai kehilangan kepercayaan pada Gereja Katolik. Banyak sekali suku aboriginal yang masih menderita saat ini, banyak sekali dari mereka yang berada di garis kemiskinan. Jika dasar ajaran Christianity adalah kasih seperti yang diajarkan Yesus, mengapa pengikutnya yang menamakan diri mereka Katolik harus melakukan semua itu? Sekali lagi semua ini bukan masalah agama dan ajaran agama, sekali lagi ini adalah masalah human capitalism dan penyimpangan gereja pada saat itu karena terlalu ikut campur dalam masalah pemerintahan. Kekerasan yang mengatasnamakan Tuhan bukanlah kehendak Tuhan dan itu sesungguhnya adalah kehendak manusia yang mengatasnamakan Tuhan.
Acara Truth and Reconciliation ini juga nantinya akan dilanjutkan dengan healing program. Meskipun berat namun saya senang jika pada akhirnya perdamaian tercipta antara suku Indian dan Pemerintahan Canada saat ini. Saya berharap semoga suku Indian dapat belajar dari Wab Kinew dan Tobasonakwut ayahnya, dimana mereka berhasil mengembangkan diri mereka, menyembuhkan diri mereka dari trauma (meskipun itu sangat sulit) dengan berjuang mencapai kesejahteraan yang memang seharusnya mereka dapatkan di tanah mereka sendiri. Mereka dapat memanfaatkan beberapa privileges yang telah Pemerintah Canada berikan kepada mereka bahkan untuk kaum Metis (baca; Meti) yaitu generasi keturunan campuran antara European (biasanya French yang menduduki Canada lebih dulu sebelum Inggris) dan kaum aboriginal.
*adalah sebuah souvenir yang menjadi simbol bagi suku Indian yang terbuat dari bambu berbentuk lingkaran kemudian dibuat menyerupai jaring laba-laba dengan hiasan bulu burung di bawahnya. Souvenir ini dipercaya berfungsi menangkap mimpi buruk dan menyimpan mimpi yang baik untuk selanjutnya menjadi kenyataan. Oleh karena itu biasanya dreamcatcher ini digantungkan di kamar tidur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H