Pada langit biru di atas pematang sawah
Aku tertegun penuh tanya
Betapa indah dunia yang Engkau ciptakan
Apakah ini semua benar-benar diperuntukkan untukku, ciptaan-Mu?
Segala puji bagi-Mu, Penciptaku.
Yang juga menciptakan aku untuk melengkapinya
Agar hatinya tenteram dan tenang di alam ini
Namun, kekhawatiran seketika menyeruak
Bagaimana bila aku menemaninya semakin larut dalam dunia?
Sejauh manakah batasanku untuk menentramkannya?
Bilakah saat ia dianggap khilaf dan larut dalam dunia?
Tidak apa-apakah menghadirkan ia di tengah-tengah aku dan Engkau, Tuhanku?
Bagaimana bila cintaku padanya lebih besar ketimbang cintaku pada-Mu?
Baru kurasakan saat ini untuk pertama kalinya, rasa rindu yang tidak bisa dihindari pada ciptaan-Mu
Bagaimana mungkin aku tidak rindu pada hari akhir, juga pada-Mu kini?
Seolah berharap dunia ini untukku selamanya akan begini
Bila sudah begini, pertanyaanku menyudut lagi
Jadi, untuk apa Engkau ciptakan aku di dunia ini?
Lalu, untuk apa Engkau takdirkan aku sebagai pendampingnya?
Aku lalu diingatkan, jawabnya satu, untuk beribadah kepada-Mu.
Lalu bagaimana dengan rasa yang Engkau titipkan pada hamba-Mu yang telah condong pada ia yang Kau ciptakan?
Sebentar, Engkau mengatakan itu ujian di dunia
Lalu, Kau juga bilang, itu untuk penentram di dunia
Jadi, apakah ini sejenis ibadah yang tetap ada ujiannya namun tetap harus dinikmati agar tujuan ibadah (yakni menentramkan hati) bisa tercapai?
Sepertinya begitu.
Segala puji bagi-Mu karena sesungguhnya segala aturan dari-Mu pada akhirnya untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
Namun, untuk menjaganya, manusia perlu melihat batasan-batasan dan anjuran-anjuran di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H