Di platform aplikasi media sosial Instagram, biasanya digunakan untuk para politisi untuk membangun pencitraan dengan memanfaatkan kekuatan visual yang digunakan untuk memberikan narasi tertentu tentang diri mereka. Bisa dilakukan dengan foto-foto yang di kurasi dengan cermat dengan menampilkan mereka dalam kegiatan sehari-hari yang sederhana dan merakyat contohnya yaitu dengan Mengikuti gotong royong ataupun makan di warung, duduk dengan rakyat maupun membantu para petani di ladang seperti yang banyak dilakukan oleh para politisi.
Yang di mana semua itu dilakukan untuk membangun citra baik kepada masyarakat, para politisi ingin dicap sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat. Dan dengan adanya Instagram Stories dan juga reals ini dijadikan sebuah inovasi untuk membagikan momen-momen singkat namun berempat yang akan disuguhkan kepada para pengikutnya dan juga kepada para masyarakat. Contohnya ketika mereka sedang menghadiri sebuah acara sosial ataupun momen-momen ketika mereka berbicara langsung kepada masyarakat.
Nah sementara itu pada platform Twitter ini menjadi sebuah Medan utama bagi para politisi dalam membangun wacana dan mempengaruhi terkait opini opini publik. Dengan karakteristik aplikasi tersebut yang memungkinkan sebuah komunikasi itu berjalan dengan cepat dan padat sehingga aplikasi ini sangat sering digunakan untuk menanggapi sebuah isu-isu terkini, melancarkan Sebuah kritik, atau bahkan menciptakan sebuah slogan slogan politik yang booming dan mudah dipahami. Dengan melalui thread, para politisi ini membentuk pandangan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka buat, lawan politik mereka atau bahkan diri mereka sendiri.Â
Lain lagi di aplikasi platform Tik Tok yang di mana platform ini sangat digemari oleh generasi muda khususnya di Indonesia, ini juga menjadi sebuah landasan baru bagi para politisi dalam membangun citra positif mereka di kalangan generasi muda. Dengan mereka yang menampilkan Sisi santai dan juga Sisi kreatif mereka pada sebuah video pendek dengan gaya zaman sekarang atau mengikuti tantangan-tantangan populer dan trend sehingga para politisi memungkinkan terlihat lebih Humanis dan relevan di kalangan anak muda. Mereka juga biasanya menggunakan audio visual melalui Trend Trend musik untuk menyampaikan pesan politik dengan ringan dan gampang diterima, tetapi juga tetap berdampak pada opini dan persepsi para anak muda.Â
EFEK PENCITRAAN TERHADAP PERSEPSI PUBLIK
Nah selanjutnya saya akan membahas terkait efek pencitraan para politisi terhadap persepsi publik pada media sosial. Yang di mana tidak perlu kita ragukan lagi bahwasanya politik di zaman sekarang itu lebih dekat penyampaiannya kepada masyarakat, dengan melalui platform platform media sosial masyarakat dapat melihat beberapa Sisi dari seorang politisi yang mungkin tidak pernah ditampilkan pada media-media konvensional. Nah kedekatan ini dapat menciptakan sebuah hubungan personal antara para pemimpin atau para politisi dengan masyarakat nya, Karena sekarang masyarakat memiliki sebuah akses langsung untuk dapat berinteraksi dengan para politisi entah itu memberikan masukan ataupun memberikan kritikan.
Namun dibalik pencitraan yang mereka bangun dengan indah, seringkali hal tersebut menyimpan realitas yang tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang mereka tampilkan. Pencitraan pencitraan tersebut cenderung sangat menekan aspek-aspek positifnya saja sementara kelemahan atau sisi buruk mereka kerap disembunyikan dari masyarakat. Akibatnya, publik seringkali terjebak dalam sebuah pandangan yang tidak sepenuhnya fakta dan akurat karena mereka disuguhkan konten-konten dan foto atau video dari para politisi yang terlihat ideal di dunia maya tetapi nyatanya tidak demikian dalam realitas politik dan pemerintahannya.Â
DAMPAK NEGATIF YANG SULIT DIHINDARI
Dari penjelasan di atas juga pastinya akan muncul dampak-dampak negatif yang sangat sulit untuk dihindari, Contohnya yaitu polarisasi di antara masyarakat. Secara singkat polarisasi ialah sebuah kondisi ketika masyarakat terbelah menjadi dua bagian yang memiliki keyakinan, pandangan serta sikap yang sangat berbeda dan saling berlawanan di antara keduanya. Yang di mana algoritma media sosial ini sudah dirancang untuk menampilkan konten-konten dan juga postingan dengan preferensi dari penggunanya yang membuat banyaknya bias dan memperkuat pandangan-pandangan tertentu dalam konteks politik hal ini berarti bahwasanya masyarakat ini cenderung dapat terjebak dalam sebuah gelembung informasi atau information Bubble, mereka hanya akan dapat terpapar atau terpengaruh pada pandangan yang mungkin sejalan dan sesuai dengan keyakinan mereka.
Para politisi dan partai politik juga akan memanfaatkan fenomena dari gelembung informasi ini dengan mereka yang sering menggunakan narasi bersifat provokatif dan juga kontroversial dapat mendapatkan perhatian lebih besar dari golongan tersebut. Dengan menyebarkan konten-konten yang menonjolkan perbedaan ideologi serta menyerang lawan politiknya sehingga masyarakat akan terpecah dan menjadi sebuah kelompok-kelompok yang saling berlawanan.
Polarisasi ini juga tidak hanya terjadi di dunia maya tetapi juga akan merembet pastinya ke dunia nyata, dan dalam jangka panjang situasi ini dapat berpotensi untuk melemahkan kohesi sosial dan juga dapat menghambat terciptanya solusi bersama atau musyawarah untuk masalah-masalah bangsa.