Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Salju Bulan Januari di Tokyo

25 Januari 2018   12:55 Diperbarui: 25 Januari 2018   18:54 3115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokyo Tower saat salju turun (Dokumentasi Pribadi)

Tanggal 20 Januari yang lalu, kalau di penanggalan Jepang yang disebut sistem nijuushi-sekki, adalah mulainya taikan yaitu musim dengan suhu yang paling dingin dalam setahun. Nijuushi-sekki ini adalah pembagian satu tahun menjadi 24 (nijuushi) bagian musim, di mana pembagian musimnya berdasarkan letak (sudut) matahari terhadap bumi.

Zaman dahulu, Jepang yang sebagian besar masyarakatnya sangat dekat dan berinteraksi dengan alam, selalu menggunakan sistem penanggalan ini untuk melakukan semua kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika penanggalan menandakan bahwa saatnya untuk menanam jagung, mereka akan menanam jagung, bukan yang lain. Jika penanggalan menandakan bahwa saatnya berburu rusa, mereka akan berburu rusa, bukan babi hutan atau yang lain. 

Kearifan hidup dan kebiasaan seperti itu secara tidak langsung juga mengakibatkan terjaganya ekosistem dengan baik. Tidak akan ada kelebihan pada stok pangan tertentu (misalnya beras ataupun jagung) maupun kekurangan (bahkan menyebabkan punahnya) suatu spesies hewan tertentu.

Salah satu yang tidak bisa lepas dari suhu dingin adalah salju. 

Ya, benda yang seperti kapas tapi dingin yang jatuh dari langit itu bisa terbentuk jika suhu sekitarnya memenuhi syarat untuk terbentuknya kristal salju di awan di atas sana.

Tanggal 22 Januari (Senin) kemarin, salju lebat turun di Tokyo dan sekitarnya. Salju ini adalah salju pertama yang turun di Tokyo dalam musim dingin tahun ini.

Salju di Tokyo

Sebenarnya salju tidak sering turun di Tokyo. Berdasarkan pengalaman saya, walaupun salju turun, tapi tidak akan sempat tebal menumpuk. Salju juga tidak pernah turun terus-menerus, hanya sesekali (beberapa hari yang tidak beruntun) dalam setahun.

Menurut data yang dihimpun Badan Meteorologi Jepang dari tahun 1960, salju yang turun di Tokyo dalam satu tahun kalau dijumlah, rata-ratanya hanya berkisar 6-7 hari. Berbeda dengan daerah lain di Jepang, misalnya Hokkaido, Touhoku, dan daerah-daerah di Pulau Honshu yang berhadapan dengan Laut Jepang, di mana salju bisa turun dan menumpuk selama berbulan-bulan.

Salju yang paling tebal yang pernah menumpuk di Tokyo adalah salju yang turun di tahun 1969, setebal 30 sentimeter. Salju yang turun hari Senin lalu adalah setebal 20 sentimeter, di mana ketebalan salju yang sama pernah terjadi 4 tahun yang lalu.

Walaupun Jepang terkenal dengan teknologi majunya, namun cukup kewalahan juga dengan turunnya salju yang cukup lebat Senin lalu. Saya akan membahasnya nanti tentang bagaimana akibat yang ditimbulkan. Sebelum itu saya akan membahas bagaimana penduduk Jepang, khususnya Edo (nama Tokyo zaman dahulu) menjalani musim dingin dan salju ini.

Sepur saat salju turun (Dokumentasi Pribadi)
Sepur saat salju turun (Dokumentasi Pribadi)
Kearifan masyarakat Edo mengatasi dinginnya salju

Di era Edo, tentu belum ada yang namanya pemanas ruangan (heater), apalagi sarung tangan dan sepatu anti selip untuk digunakan di jalan yang licin karena salju.

Jadi, bagaimana masyarakat pada zaman itu menghadapi musim dingin yang tentunya juga banyak turun salju?

Pada Zaman Edo, ternyata bertepatan dengan zaman "es kecil", di mana suhu udaranya tentu lebih "dingin" dari sekarang.

Bahkan dalam cerita-cerita horor yang dikarang oleh Koizumi Yakumo, karakter Yuki Onna (Perempuan Salju) dikarang berdasarkan situasi yang ada di daerah Oume (daerah Tokyo Barat) di mana waktu musim dingin, salju tebal menyelimuti daerah ini. Di situ digambarkan bagaimana "ganas"nya dingin pada saat itu, yang bisa menyebabkan munculnya Yuki Onna dan menghantui penduduk di sana.

Catatan mengenai salju pada Zaman Edo bisa ditemui pada lukisan Ukiyo-e maupun di kepustakaan yang ditulis pada zaman itu.

Dalam lukisan Ukiyo-e, misalnya kita bisa lihat pada karya Ukiyo-e-shi (pelukis ukiyo-e) terkenal yang bernama Utagawa Hiroshige, di mana dia melukis suasana turun salju di daerah Nihonbashi (daerah ini masih ada sampai sekarang).

Kalau dalam kepustakaan, tercatat bahwa sungai Sumidagawa (yang terkenal karena setiap musim panas ada festival kembang api yang meriah) pernah beku. Hal yang tidak pernah terjadi lagi setelah zaman Edo sampai sekarang.

Lalu dikatakan bahwa salju pernah menumpuk setebal 2 meter di daerah Shinagawa. Shinagawa sekarang sebagai pusat bisnis dengan banyaknya perkantoran dan gedung tinggi, populasinya sangat padat terutama di siang hari. Ditambah dengan dibangunnya stasiun untuk berhentinya kereta cepat Shinkansen (selain Stasiun Tokyo) beberapa tahun yang lalu, menambah populasi orang yang datang dan pergi ke Shinagawa.

Tentunya tidak akan terbayang bagaimana jika salju dengan tebal 2 meter menumpuk di sana sekarang.

Nah, bagaimana orang-orang pada Zaman Edo mengatasi dinginnya suhu?

Untuk di dalam ruangan, mereka memakai hibachi yaitu semacam guci besar yang bulat ataupun kotak persegi dari kayu (yang di dalamnya ditaruh lagi kotak yang terbuat dari besi), kemudian diisi arang yang sudah dibakar. Lalu mereka berkumpul disekitar hibachi ini untuk menghangatkan badan.

Kemudian ada juga horigotatsu, yaitu mereka menggali tanah kemudian di dalamnya ditaruh arang yang menyala. Kemudian di atasnya ditutup dengan meja, lalu dilapisi dengan kain yang panjang. Mereka lalu memasukkan kakinya ke dalam kain tersebut untuk menghangatkan diri. Horigotatsu ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya kotatsu (meja kecil penghangat kaki), yang sekarang menggunakan listrik.

Untuk di luar ruangan, selain memakai baju (kimono) yang sudah dilapisi kapas di dalamnya, mereka terkadang menggunakan yutanpo, yaitu air panas yang ditaruh dalam wadah. Zaman dahulu, yutanpo bentuknya bermacam-macam, misalnya berbentuk hewan. Sekarang, wadahnya kebanyakan dari plastik (walaupun ada juga yang dari logam) dan bentuknya juga hanya bulat atau lonjong.

Lalu ada juga penghangat portabel yang dinamakan onjaku, yaitu batu yang dipanaskan kemudian setelah panas dililit dengan kain dan dimasukkan baju.

Benda-benda seperti horigotatsu, yutanpo dan onjaku yang merupakan kearifan dari orang-orang Zaman Edo ternyata memberikan inspirasi kepada orang Jepang zaman sekarang dan masih terus digunakan saat ini. Horigotatsu sekarang menggunakan listrik sebagai sumber panas. Onjaku juga berubah menjadi kairo yang memakai bahan kimia dan sekarang ada banyak versi yang tidak hanya bisa ditaruh di kantong baju (celana), tapi bisa juga dilekatkan di dalam jaket, ditaruh di kaos kaki maupun di sepatu (sesuai bentuk sepatunya). Yutanpo saat ini masih dijual di mana-mana, namun dengan bentuk yang sederhana. Bahkan sekarang ada yutanpo yang bisa di-charge dengan tenaga listrik melalui USB, sehingga praktis dibawa bagi orang kantoran.

Hamarikyuu Garden di Tokyo saat salju turun (Dokumentasi Pribadi)
Hamarikyuu Garden di Tokyo saat salju turun (Dokumentasi Pribadi)
Efek salju dalam kehidupan modern

Salju yang turun Senin kemarin ternyata mempunyai efek yang tidak kecil. Contohnya dalam hal transportasi, salju lebat yang turun bisa membuat ditundanya lebih dari 250 penerbangan di seluruh Jepang.

Di Tokyo, menurut Kepolisian Metropolitan Tokyo, ada lebih dari 700 kasus kendaraan yang tergelincir karena selip saat melintas di jalan yang tertutup oleh salju. Beberapa pengemudi lupa atau lalai mengganti ban kendaraannya dengan ban anti selip (studless tire), walaupun Badan Meteorologi Jepang maupun stasiun televisi sudah mengumumkan bahwa diperkirakan salju lebat akan turun.

Lalu menurut rilis yang dikeluarkan Departemen Pemadam Kebakaran Tokyo, jumlah orang yang terluka karena salju (karena tergelincir dan lainnya) ada sekitar 60 orang.

Tercatat juga penggunaan listrik yang besar oleh perusahaan listrik Tokyo Electric Power, yaitu dari dari pasokan tenaga listrik sebesar 53.680 ribu kW, konsumsi listriknya hampir mencapai ambang batas yaitu sekitar 95 persennya.

Para pegawai juga sudah diberi pengumuman (lisan dan melalui email) di pagi menjelang siang hari Senin lalu, bahwa mereka bisa pulang cepat hari itu. Ada beberapa orang yang lalu pulang sekitar jam 2 atau 3 siang. Saya sendiri baru sempat pulang sekitar jam 5 sore. Apesnya, butuh waktu sekitar 2 jam lebih (yang biasanya hanya kurang dari 1 jam), karena kereta api juga mengalami keterlambatan (atau jadwal menjadi berkurang) dan walaupun kemudian kereta datang, tidak bisa jalan ngebut seperti biasa.

Stasiun kereta api juga penuh dengan orang yang ingin pulang, sehingga untuk berjalan saja susah. Ditambah jalan dari stasiun ke rumah, harus berhati-hati supaya tidak tergelincir (saya juga sebenarnya lupa bahwa hari itu akan turun salju, jadi nggak siap2 misalnya membawa paku-paku kecil yang bisa ditempel di bawah sepatu).

Supaya tidak tergelincir ketika berjalan di jalan yang tertutup salju ini, ada juga "panduan" di laman ini. Misalnya imbauan agar jangan memasukkan tangan ke kantong karena bisa mengganggu keseimbangan waktu berjalan, lalu berjalan dengan sedikit menekuk lutut dan menempatkan berat badan ke depan dan berjalan dengan jarak kaki yang sekecil mungkin dengan meletakkan telapak kaki (sepatu) secara benar di tanah, dan lainnya.

Namun, ada satu hal yang paling penting yang bisa menjadi pelajaran bagi saya (kita) dengan turunnya salju yang hebat Senin lalu. Yaitu, semaju apapun transportasi, teknologi dan lainnya yang dimiliki suatu negara, namun tidak kuasa juga menandingi kedahsyatan dari kekuatan alam.

Suasana salju di taman dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Suasana salju di taman dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun