Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Bounenkai", Tradisi Orang Jepang Melupakan Tahun yang Akan Berakhir

20 Desember 2017   13:15 Diperbarui: 21 Desember 2017   19:45 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang mengatakan bounenkai seperti yang dilakukan saat ini, dimulai sejak zaman Meiji (sekitar tahun 1868). Selain itu, khususnya acara bounenkai yang diadakan oleh rekan sejawat di kantor/perusahaan, dimulai sejak era pertumbuhan ekonomi yang pesat di zaman Showa (sekitar tahun 1926).

Ruangan di Izakaya sebelum acara bounenkai (Dokumentasi Pribadi)
Ruangan di Izakaya sebelum acara bounenkai (Dokumentasi Pribadi)
Bureiko
Orang Jepang terkenal akan budaya sopan santun dan formalitasnya, baik di kantor maupun di luar kantor. Namun, diacara bounenkai, kita boleh melakukan apa yang dinamakan bureikou. Terutama untuk acara bounenkai yang diadakan oleh kantor, misalnya acara bounenkai divisi atau sesama grup.

Bureikou disini adalah, kita boleh melupakan hal-hal yang sifatnya formalitas, misalnya selalu mendahulukan atau melayani senior (senpai). Istilah bureiko ini digunakan mulai era Heian (sekitar tahun 794), di mana waktu itu jika orang hadir pada acara makan-makan, orang akan duduk di tempat yang sudah ditentukan sesuai dengan pangkat (status) nya. 

Namun, Kaisar Godaigo pada saat itu sering berpindah-pindah duduk tanpa memperhatikan status dia sebagai seorang kaisar. Sehingga kebiasaan ini oleh orang-orang disebut bureikou.

Sekarang, dalam acara bounenkai, biasanya orang juga akan berpindah duduk untuk ngobrol sambil (saling) menuang bir (atau minuman lain) ke dalam gelas orang yang dituju (dalam bahasa Jepang disebut oshaku). Oshaku ini kadang dilakukan untuk sekadar "pembuka" percakapan, karena umumnya orang Jepang sangat "kaku" sehingga butuh katalis untuk memperlancar kesempatan membuka percakapan.

Nihonshuu
Osake dikenal dunia sebagai minuman khas Jepang yang dibuat dari fermentasi beras. Namun biasanya, orang Jepang menyebut osake sebagai sebutan umum untuk minuman yang mengandung alkohol seperti bir, wiski, wine dan lain-lain (termasuk osake yang dikenal dunia itu). Di sini saya akan menulis dengan nihonshuu (bukan osake), untuk sekedar memperjelas bahwa yang saya maksud adalah minuman fermentasi dari beras khas Jepang.

Nihonshuu merupakan minuman yang biasanya disajikan di setiap bounenkai selain minuman beralkohol yang lain. Jika kita melihat berita, maka sering ada tampilan orang Jepang yang masih rapi berjas dan dasi lengkap namun tidur sembarangan di trotoar jalan, maupun di kendaraan umum seperti kereta api. Sehingga kita beranggapan bahwa orang Jepang, banyak, atau gemar mengonsumsi minuman beralkohol.

Namun sebenarnya, jika kita melihat statistik yang dirilis oleh WHO tentang konsumsi alkohol per orang/tahun di beberapa negara, peringkat Jepang jauh di bawah negara-negara di Eropa. Bahkan untuk tingkat Asia, peringkat Jepang jauh berada di bawah Korea (Selatan). Jadi tidak begitu pas juga kalau kita bilang orang Jepang suka minuman beralkohol.

Nihonshuu oleh orang Jepang zaman dahulu sering disebut sebagai minuman yang misterius, dan sering digunakan untuk acara ritual. Salah satu sebabnya adalah, karena efek yang ditimbulkan bisa membuat orang kehilangan kesadaran dan bisa membuat keadaan psikologis orang menjadi lain dari keadaan yang biasa. 

Sehingga, dengan minum nihonshuu dan perasaan orang yang bisa menjadi "lain" dari biasanya, maka saat itu pula orang dikatakan bisa "mendekati" daerah-daerah yang sifatnya sakral dan magis.

Oleh karena itu, sampai sekarang nihonshuu sering dipakai di acara sakral yang diadakan di kuil misalnya pada upacara perkawinan. Kalau pembaca pernah mengunjungi Meijijingu (yang berada di daerah Harajuku/Yoyogi), maka pasti pernah melihat drum dari kayu yang besar tempat menaruh nihonshuu (drumnya disebut taru) ditumpuk di satu area di perjalanan menuju kuil. Taru berisi nihonshuu tersebut biasa digunakan sebagai persembahan di kuil (biasa disebut omiki).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun