Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Romantisme Musim Gugur di Kuil Heirinji

16 September 2017   07:46 Diperbarui: 16 September 2017   19:17 3089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)

Bulan September di Jepang, kalau menurut kalender sudah memasuki musim gugur.

Alam juga sudah menunjukkan gelagatnya seperti itu. Urokogumo (awan berbentuk sisik ikan) sering terlihat akhir-akhir ini. Bunyi dari serangga musim panas seperti aburazemi, minminzemi, higurashi, dll, juga sudah tidak lagi terdengar.

Suhu udara siang tidak lagi lembap dan banyaknya angin yang berhembus membuat suhu udara juga mulai sejuk, terutama di malam hari. Makanan yang populer di musim gugur seperti biji kuri yang harum, jamur matsutake, dan buah nashi mulai bermunculan di supermarket. Bunga-bunga musim gugur seperti cosmos dan higanbana (Lycoris radiata) juga mulai bermekaran.

Musim gugur adalah musim yang paling saya suka selama "pengembaraan" saya di Jepang. 

Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya menyukai musim ini.

Pertama, suhu udara yang sejuk.

Dibanding dengan cuaca dingin yang suhunya bisa menusuk tulang sumsum, maupun musim panas yang kelembapannya tinggi hingga terasa seperti mandi di sauna, hawa di musim gugur terasa sejuk dan pas bagi orang kelahiran daerah tropis seperti saya (ini menurut saya lho). 

Memang awal musim semi juga terasa sejuk karena masih menyisakan rasa agak dingin setelah musim salju. Namun, karena setelah musim semi adalah musim panas (dan bayangan saya adalah keringat yang mengucur deras sehingga membuat saya tidak begitu suka), maka euforia di awal musim semi tidak sebesar dibanding jika menyambut musim gugur. 

Kedua, ada objek favorit untuk difoto.

Saya suka fotografi, dan hanya di musim gugur daun momiji (maple) bisa mempunyai berbagai macam warna dari hijau, kuning, merah, pink dan lainnya. Ini tentunya amat menarik bagi saya sebagai objek untuk difoto.

Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Ketiga, saya bisa merasakan yang namanya wabi-sabi.

Wabi-sabi merupakan puncak pengungkapan rasa estetika masyarakat Jepang. Orang lain mungkin bisa merasakan wabi-sabi saat mengadakan upacara minum teh, atau meresapi sajak-sajak buatan Matsuo Basho. Dan saya bisa merasakannya pada musim gugur, saat daun sudah rontok ke bumi yang merupakan pertanda alam sudah siap menyambut kedatangan musim dingin yang sepi dan panjang.

Keempat, entah mengapa (dengan alasan yang susah untuk diungkapkan) saya merasakan ada romantisme di musim gugur.

Saat musim gugur, banyak spot yang bagus untuk "berburu" momiji. Dan saya akan membahas salah satu spot yang "agak" anti-mainstream, yaitu Kuil Heirinji di Saitama.

Butsuden dari dalam taman (Dokumentasi Pribadi)
Butsuden dari dalam taman (Dokumentasi Pribadi)
Kuil Heirinji
Kuil Heirinji bernama lengkap Kinpouzan Heirinji, dibangun pada tahun 1375. Pada saat dibangun, kuil ini letaknya di Iwatsuki-ku. Namun pada tahun 1663 kuilnya dipindah ke daerah Nobitome, masih di prefektur yang sama di Saitama sampai sekarang.

Kuil ini merupakan kuil Buddha dari aliran Rinzaishuu Myoushinji. Selain sebagai pusat pendidikan dan latihan Zen, di kuil ini juga terdapat komplek makam dari keluarga Oukouchi Matsudaira, di mana nenek moyangnya ada yang menjadi penasihat Shogun Tokugawa Ieyasu.

Jalan dari pintu masuk atau Soumon (Dokumentasi Pribadi)
Jalan dari pintu masuk atau Soumon (Dokumentasi Pribadi)
Kuil ini terletak di daerah yang bernama Musashino, daerah yang dahulunya adalah dataran yang dipenuhi dengan tanaman hagi dan susuki yang sangat indah bila dipadukan dengan bundarnya bulan di saat bulan purnama. Sehingga Musashino sering menjadi inspirasi keindahan dan bahan untuk seni sastra, kesenian dan kerajinan tangan. Bahkan nama Musashino sudah tertulis juga di Manyoushuu, yang merupakan kumpulan puisi tertua di Jepang.

Sanmon di area tengah kuil (Dokumentasi Pribadi)
Sanmon di area tengah kuil (Dokumentasi Pribadi)
Daerah Musashino dahulunya adalah daerah yang kekurangan air, sehingga di Zaman Edo dibangun jalur perairan yang sumbernya berasal dari Tamagawa Jousui. Dengan dibukanya aliran air, maka banyak orang yang kemudian pindah ke daerah ini dan membuka pertanian, perkebunan, juga menanam pohon-pohon dari berbagai jenis. Kemudian pohon-pohon ini membentuk hutan dengan jenis pohon campuran, yang masih ada sampai sekarang.

Patung A-Un di Sanmon (Dokumentasi Pribadi)
Patung A-Un di Sanmon (Dokumentasi Pribadi)
Komplek Kuil Heirinji mempunyai daerah yang luas dengan campuran berbagai macam jenis pohon (dalam Bahasa Jepang disebut Zoukibayashi) dalam area 43 hektar. Zoukibayashi di Komplek Kuil Heirinji ini merupakan daerah yang telah ditetapkan sebagai Kekayaan Alam Nasional (hanya di sini yang menyandang predikat ini di Jepang).

Di kuil ini juga disimpan hasil karya dari seniman-seniman terkenal Jepang seperti Tomioka Tessai dan Hayami Gyoshuu. Lalu Kaisar Akihito (Kaisar Jepang yang sekarang) juga sudah dua kali mengunjungi kuil ini (tahun 1977 sewaktu masih sebagai putra mahkota, dan tahun 2009).

Bangunan yang bernama Hansouboukannouden (Dokumentasi Pribadi)
Bangunan yang bernama Hansouboukannouden (Dokumentasi Pribadi)
Akses dan HTM
Akses ke kuil ini bisa dengan beberapa jurusan kereta api. Namun, jika pembaca ingin sampai ke sini dengan biaya yang paling murah dan cepat dari pusat kota, pembaca bisa naik kereta dari Stasiun Shinjuku dengan menggunakan JR line dan turun di Stasiun Niiza. Jarak tempuhnya sekitar 40 menit. Lalu dari Stasiun Niiza, pembaca bisa naik bus dengan jurusan Higashikurumeeki Higashiguchi, atau bisa juga jalan kaki.

Fotografi adalah mengenai momen dan cahaya. Objek orang bisa menambah rasa suasana foto (Dokumentasi Pribadi)
Fotografi adalah mengenai momen dan cahaya. Objek orang bisa menambah rasa suasana foto (Dokumentasi Pribadi)
Berdasarkan pengalaman, maka saya merekomendasikan pembaca untuk berjalan kaki, karena pemandangannya alamnya bagus dan sekaligus bisa trekking. Kita bisa melalui jalan yang masih banyak ditumbuhi pohon tinggi. Di kanan-kiri jalan, selain ada berbagai macam tanaman, ada juga saluran air yang airnya juga bening mengalir. Jarak yang harus ditempuh dengan jalan kaki sekitar 3 Km. Nggak begitu capek kok :)

Fotografer Pemburu Momiji (Dokumentasi Pribadi)
Fotografer Pemburu Momiji (Dokumentasi Pribadi)
Kuil buka dari jam 09.00 sampai 16.30 (batas masuk terakhir jam 16:00) dengan harga tanda masuk 500 yen untuk dewasa dan 200 yen untuk anak-anak.

Pada saat musim gugur, lumayan banyak pengunjung yang datang. Disarankan agar pembaca datang di pagi hari kalau berencana untuk mengunjungi kuil.

Pemandangan dari belakang Sanmon (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan dari belakang Sanmon (Dokumentasi Pribadi)
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan :
  • Tidak tersedia vending di areal kuil. Jadi untuk pembaca yang punya rencana berkunjung, sebaiknya membawa/membeli minuman dari luar.
  • Bagi penggemar fotografi, di area kuil tidak diperbolehkan menggunakan monopod atau tripod.
  • Sampah juga harap dibawa pulang.
  • Bagi yang sudah keluar dari area kuil (keluar melalui pintu masuk), tidak diperkenankan untuk masuk kembali kecuali membayar lagi.
  • Komplek kuil sangat luas, namun ada beberapa tempat atau jalan yang tidak bisa diakses oleh umum. Jadi diharap mematuhi peraturan, misalnya jangan mencoba masuk jika ada tulisan dilarang masuk atau menerobos tempat yang diberi pagar (walaupun pagar rendah bisa dilangkahi atau hanya diberi pagar tali).

Bonus foto-foto momiji di area kuil.

Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)
Foto dengan Lensa Manual Trioplan 100/2.8 (Dokumentasi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun