Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelajaran dari "Saudara Tua" di Momen 17 Agustus

17 Agustus 2017   08:36 Diperbarui: 17 Agustus 2017   22:42 1881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja pengatur kendaraan keluar masuk proyek bangunan di Shibuya Station (dokumentasi pribadi)

Jepang adalah negara kepulauan yang memanjang dari barat daya ke timur laut. Daratan kepulauan yang memanjang itu luasnya hanya sekitar 0.28% dari luas daratan di seluruh dunia. Namun dengan hanya luas yang seperti itu, dari seluruh gempa bumi yang terjadi didunia yang berskala Magnitude 6 keatas, hampir 20.5% nya terjadi di Jepang. Ditambah lagi, dari seluruh gunung berapi yang masih aktif, 7% nya ada di Jepang.

Dengan demikian bisa kita ketahui, betapa seringnya bencana alam, terutama gempa bumi yang terjadi di Jepang. Belum lagi bencana angin topan, hujan yang mengakibatkan banjir, bencana yang diakibatkan oleh salju dan lainnya. Oleh sebab itu, untuk bertahan dan demi kelangsungan hidup, orang Jepang dituntut untuk berusaha lebih keras dan gigih dibanding dengan masyarakat di negara2 lain. 

Ungkapan seperti lagu Kolam Susu yang dinyanyikan Koes Plus yang berbunyi "Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman" tentunya tidak berlaku. Kalau tidak berusaha misalnya bercocoktanam untuk kemudian hasilnya disimpan, mengumpulkan kayu untuk memasak atau memanaskan ruangan dan berburu hewan misalnya untuk dibuat baju atau alas tidur, bagaimana bisa bertahan hidup dan melewati musim dingin karena tidak ada yang dimakan dan tidak punya sesuatu untuk menahan dingin yang menusuk tulang ? 

Jaman sekarang, orang Jepang tentu juga tetap harus gigih dan ulet untuk bisa mempertahankan hidup. Walaupun tidak harus bercocoktanam, karena sudah tergantikan dengan bekerja sesuai dengan ketrampilannya masing2. 

Mungkin masih tersisa di ingatan kita akan bencana gempa bumi yang menyebabkan Tsunami, kemudian juga menjadi bencana ledakan PLTN di daerah Tohoku 6 tahun yang lalu. Waktu itu, bukan hanya daerah bencana saja yang terkena dampaknya. Namun karena ada ledakan PLTN, maka seluruh Jepang terkena imbas dari bencana tersebut. Namun sekarang, kebanyakan daerah bencana sudah ditata kembali dan kehidupan di sana sudah berangsur normal. Semuanya adalah hasil dari kegigihan dan keuletan mereka.

3. Budaya Malu

Sejak dari kecil, orang Jepang sudah diajari yang namanya shitsuke. Shitsuke ini memang istilah khusus bahasa Jepang, yang agak susah dicari padanannya dalam bahasa lain. Kalau dalam bahasa Indonesia, mirip sedikit dengan "disiplin". Tapi ini kurang cocok karena tidak bisa mewakili nuansanya secara luas.

Malu tapi bukan malu-malu in (dokumentasi pribadi)
Malu tapi bukan malu-malu in (dokumentasi pribadi)
Shitsuke ini adalah suatu proses pembelajaran (terutama pembelajaran mental) yang dilakukan oleh masyarakat maupun lingkungan (termasuk orang tua), yang mengantarkan seseorang dari usia dini sampai dia menjadi manusia dewasa. Tujuannya adalah agar si anak tersebut kelak bisa hidup dan menyesuaikan diri dengan masyarakat, bisa menjaga dan berkelakuan sesuai dengan norma2 positif yang berlaku dimasyarakat secara umum, mulai dari hubungan antar manusia di lingkungan tempat hidupnya, maupun hubungan antar manusia dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya kelak jika dia sudah bekerja.

Kalau di barat, ada "Budaya Dosa", yang muncul akibat dari pemahaman bahwa mata Tuhan ada dimana-mana, sehingga manusia dalam perbuatannya haruslah berhati-hati karena Tuhan bisa mengawasi segala gerak gerik kita.

Di Jepang, ada "Budaya Malu", yaitu budaya yang mengutamakan pandangan atau penilaian orang2 disekelilingnya. Jepang merupakan negara dengan populasi yang padat serta masih menjunjung tinggi asas kelompok. Jadi kalau ada orang yang berperilaku agak "lain", terutama jika perilakunya itu tidak sejalan dengan kelompoknya atau tidak sesuai dengan norma2 yang berlaku di kelompoknya, maka akan dengan mudah kelihatan. Akibatnya, dia bisa dianggap aneh lalu dipandang dengan mata sinis. 

Orang Jepang selalu waswas dalam segala tindak tanduknya karena dia tidak mau diolok2 atau dipermalukan/ditertawakan akibat perbuatannya. Dalam setiap gerak geriknya, orang Jepang selalu berhati-hati karena dia tahu mata masyarakat akan mengawasinya. Budaya malu inilah yang menjadi "pengawas" dari setiap tindakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun