Totalitas orang Jepang dalam melakukan pekerjaan inilah, terkadang memberi dampak positif dan bahkan nilai tambah, terutama bagi sektor pariwisata. Buktinya, kalau ada yang pernah sekali ke Jepang, pasti deh kepengen balik liburan lagi kesini. Iya nggak ?
Kalau masalah disiplin, saya nggak nggak perlu cerita banyak karena pasti pembaca sudah bosan membaca betapa orang Jepang itu disiplin banget. Disiplin ini bukan hanya dari satu arah, misalnya peraturan hanya mampu berfungsi sebagai peraturan yang berwujud tulisan, tanpa ada yang mau dengan sadar menjalankannya. Disiplin, akan bisa berjalan baik kalau dijalankan dua arah. Contohnya, dengan jadwal kereta yang padat di Jepang (bahkan di jam sibuk, cuma selisih 2 menit antara satu kereta dan kereta berikutnya), kereta bisa tiba dan berangkat sesuai dengan jadwal karena ada disiplin petugas kereta yang ditunjang juga oleh disiplin dari pemakai jasa kereta.Â
Tentang korupsi, saya ingin memperluas cakupannya bukan hanya terfokus pada korupsi duit saja. Tapi juga korupsi waktu, korupsi kekuasaan, korupsi hak orang lain dan sebagainya.Â
Contohnya, saya nggak pernah ketemu atau lihat orang yang korupsi waktu. Jadi misalnya kalau sedang kerja, ya nggak ada yang ngobrol atau haha-hihi karena mereka nggak biasa korupsi waktu. Waktunya kerja ya untuk kerja, titik. Lalu, kalau misalnya pas jam istirahat mau telpon gebetan, atau telpon untuk kepentingan pribadi, ya pasti pakai telpon pribadi, bukan pakai telpon atau hape milik kantor. Jadi nggak ada yang namanya korupsi fasilitas, pakai jurus aji mumpung.
Memang kadang ada yang korupsi uang, tapi sepanjang pengetahuan saya cuma satu atau dua. Dan itupun kalau sudah ketahuan, mereka pasti bertanggungjawab, misalnya dengan berhenti dari pekerjaannya. Enggak bakalan ada yang tetep keukeuh bercokol nggak mau berhenti atau melepas kedudukannya, apalagi malah masih sempat cengengesan menampakkan diri di depan publik.
Pembaca yang pernah nonton drama/film Oshin pasti tau bagaimana kegigihan dan keuletan mereka. Dalam drama itu dikisahkan kehidupan tokoh utama bernama Oshin sejak kecil sampai dewasa. Cerita yang disajikan, umumnya memperlihatkan kegigihan dan keuletan Oshin, yang meskipun keadaannya seperti "sudah jatuh ketimpa tangga dan kejedot pintu", tapi masih kuat untuk "berlari" sprint.Â
Contoh lain lagi, di berbagai pertandingan internasional, sebutlah saja pertandingan sepak bola, kita sering melihat bahwa walaupun tim Jepang sudah ketinggalan jauh berapapun poinnya dari lawan, namun mereka masih gigih dan ulet untuk bermain dan mengejar ketinggalan, bahkan di di menit2 terakhir.Â
Bagaimana orang Jepang itu bisa tahan banting dan ulet ?
Kalau digali lebih dalam, ternyata kegigihan mereka adalah sebagai hasil pengalaman mereka, akibat dari interaksi dengan alam. Dan hebatnya, Â spirit ini sudah tertanam sejak dahulu, dan terus menerus diturunkan ke generasi berikutnya.