Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Makna Bulan Agustus bagi Indonesia dan Jepang

13 Agustus 2017   19:34 Diperbarui: 14 Agustus 2017   01:36 2951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta Magnetic Levitation (dokumentasi pribadi)

Terjemahan bebas cuplikannya dalam bahas Indonesia kurang lebih seperti berikut :

"Tubuh saya seperti hancur tercabik-cabik, bila memikirkan rakyat yang meninggal di medan perang, di tempat kerja, ataupun yang meninggal di tempat yang sebenarnya tidak mereka duga sebelumnya. Juga terutama kepada keluarga2 yang ditinggalkan. Selain itu saya sangat cemas dan khawatir akan kehidupan mereka yang terluka di medan perang, menderita akibat perang, dan orang2 yang kehilangan rumah serta pekerjaan. Saya juga berpikir, setelah ini rakyat Jepang akan memikul penderitaan yang lebih hebat dari sekarang.

Saya mengerti akan perasaan rakyat sekalian. Namun, untuk takdir yang akan kita hadapi ini, saya berharap agar rakyat bisa menanggung hal2 yang mungkin berat untuk ditanggung, bertahan untuk menghadapi berbagai macam kesulitan, dengan harapan agar kita bisa mewujudkan dunia yang damai dimasa depan."

Dari situ kita tahu bahwa Kaisar sangat memikirkan keadaan rakyatnya. Disamping itu, Kaisar tahu betul bahwa rakyatnya adalah orang yang tangguh, dan mampu bertahan serta gigih berjuang walaupun sudah mengalami kekalahan dan kehancuran akibat perang. Kata2 Kaisar ini juga menjadi pemicu bagi rakyat Jepang untuk bangkit dan bekerja giat, demi memenuhi harapan sang Kaisar untuk kehidupan yang damai dan lebih baik di masa depan.

Dalam acara TV tanggal 11 Agustus 2017 lalu, ada juga ucapan menarik tentang perang yang dilontarkan oleh novelis terkenal Jepang bernama Nishimura Kyotarou. Dia pernah mengenyam pendidikan untuk para elit militer pada tahun 1945, dimana ketika itu usianya baru menginjak 14 tahun. 

Dia berkata :

"Orang Jepang sebenarnya tidak cocok untuk berperang karena kalau sudah pergi ke medan perang, kebanyakan pengennya mati. Padahal tujuan perang yang sesungguhnya secara umum adalah untuk hidup, artinya dia ingin tetap hidup agar bisa menguasai daerah musuh dan bisa mengatur segalanya.

Jadi bisa dimaklumi kalau banyak pemuda yang sukarela jadi "tokkotai" saat itu. Apalagi kalau melihat orang lain mati karena berperang, maka dia juga secara nggak langsung jadi nggak rela hidup, karena orang lain saja rela mati untuk berperang."

Dari sini kita bisa tahu bahwa terkadang peperangan terjadi hanya karena ambisi sebagian dari penguasa dengan mengorbankan hal-hal lain yang semestinya tidak perlu. Dan terkadang, jika pikiran seseorang sudah terdoktrinasi demikian rupa, atau merasa bahwa dia juga harus mengambil bagian (dalam hal ini, ikut perang) sebagai salah satu bentuk "tenggang rasa" versi mereka, maka pikiran rasionalnya akan hilang. Pada keadaan yang seperti ini, mereka bisa jadi seperti dihipnotis untuk melakukan apa saja yang diperintahkan.

Masa sesudah 1945

Keadaan Jepang hancur berantakan setelah kekalahannya di PD-II. Sebutlah kota Hiroshima dan Nagasaki dimana bom atom dijatuhkan. Tokyo, dan beberapa daerah lain di Jepang juga hancur karena selama PD-II sering terkena serangan bom dari pesawat udara milik Amerika.

Keadaan ekonomi juga morat-marit setelah semua sumber daya alam, manusia, uang, tenaga dan lainnya habis untuk keperluan dan ambisi militer Kerajaan Jepang.

Perang sudah selesai, dan mayoritas penduduk ingin agar usaha serta energi yang tersisa tidak lagi dipusatkan pada hal2 yang berhubungan tentang polemik sekitar apa dan mengapa Jepang memulai dan kalah dalam perang. Rakyat berkeinginan, hendaknya usaha dan pikiran lebih difokuskan untuk kembali membangun negeri yang telah hancur.

Ini bisa kita baca dalam tajuk rencana koran Asahi yang ditulis pada bulan September 1945.

Isinya kurang lebih seperti berikut :

Setelah kekalahan Jepang, maka pencarian akan siapa yang bertanggungjawab atas segala kekacauan perang, maupun mencari siapa yang salah bukanlah suatu yang penting. Melainkan bagaimana di masa yang sulit setelah hancur habis-habisan karena perang ini,semua komponen dari pemerintah, petinggi negara maupun rakyat dapat dengan bersungguh-sungguh membagun kembali negara dan mewujudkan Jepang yang damai tanpa perang.

Relief Sejarah Indonesia Taman Monas (dokumentasi pribadi)
Relief Sejarah Indonesia Taman Monas (dokumentasi pribadi)
Keadaan Indonesia pasca proklamasi juga tidak jauh berbeda dengan Jepang. Ekonomi tentunya juga morat-marit dan persediaan hasil bumi Indonesia banyak yang dibawa keluar selama pendudukan Jepang.

Keadaan politik juga tidak jauh berbeda, masih belum stabil. Karena sebagai negara yang baru saja merdeka, tentunya harus membereskan dahulu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, pertama dengan membuat Undang-undang yang menjadi dasar negara, pembentukan parlemen, pengangkatan menteri-menteri dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun