Sebelum jaman Meiji, makanan yang menggunakan daging hewan di Jepang belum begitu populer. Umumnya makanan orang Jepang pada saat itu adalah ikan dan sayur-sayuran yang segar. Sehingga pemakaian cabai saat itu kalau bisa seminimal mungkin, agar tidak mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa asli dari ikan maupun sayur yang digunakan sebagai bahan makanan.
Lagipula orang Jepang juga tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Sedapat mungkin kalau bisa, mereka menyukai segala sesuatu secara simpel. Termasuk dalam hal rasa makanan ini. Mereka ingin agar tidak ada satu rasa yang menonjol dari rasa yang lain, yang kemudian bisa berakibat "tersisih" atau "hilang"nya rasa yang lain itu. Jadi mereka nggak mau kalau rasa pedasnya itu, nanti berakibat menutupi atau menghilangkan rasa yang lain.
Hal ini diturunkan dari buyut (nenek moyang) mereka sampai sekarang. Itulah salah satu sebab kenapa orang Jepang sampai sekarang tidak suka makanan yang pedas atau berlebihan pedasnya.
Wasabi  pun yang rasanya "pedas", sebenarnya dahulu pertamakali dipakai di sushi/sashimi  sebagai pengganti dari alkohol untuk pembasmi kuman. Jadi bukan dipakai dengan sengaja sebagai bumbu untuk rasa pedas. Waktu itu teknik penyimpanan makanan mentah belum semaju sekarang.  Wasabi  digunakan supaya ikan tidak cepat membusuk atau jika sudah agak membusuk agar kumannya mati.  Sebagai catatan, wasabi  yang harganya mahal, sebenarnya pedasnya tidak begitu menusuk hidung. Justru rasanya agak sedikit manis. Wasabi jenis ini biasanya dipakai di restoran sushi/sashimi kelas atas.
Kemudian setelah PD-II berakhir, masuklah berbagai makanan pedas. Mulai dari makanan daerah Sichuan di Tiongkok (misalnya makanan yang disebut maboudoufu,  yang bahan utamanya adalah tahu) sampai dengan makanan Curry  dari India. Lalu setelah pergelaran Olimpik di Seoul tahun 1988, makanan Korea yang juga terkenal akan rasa pedasnya mulai masuk dan menjadi populer di Jepang.
Sekarang, kita bisa menemukan banyak restoran yang menjual makanan pedas, yang umumnya adalah restoran Tiongkok atau restoran Korea.
Sebenarnya di Tokyo, dulu ada beberapa restoran Indonesia favorit saya yang menyajikan hidangan pedas sesuai selera lidah orang Indonesia. Namun sayang, rasa pedas (dan mungkin rasa gurih rempah2nya) kurang populer di lidah orang Jepang, sehingga sekarang restoran ini sudah tutup. Kebanyakan restoran Indonesia yang masih ada sekarang, rasanya sudah dimodifikasi sesuai dengan lidah orang Jepang, jadi rasa "gurih" dan nikmatnya terasa kurang dibanding rasa masakan Indonesia yang biasa ditemui di kampung halaman. Ini menurut pendapat pribadi saya lho.
Snack pedas yang bisa ditemukan di Tokyo
Sebagai penutup, saya mau sharing beberapa snack yang beredar di Jepang (Tokyo) dan ada tulisan "pedas"nya. Saya penasaran juga soalnya pengen ngerasain gimana rasanya cabai yang orang Jepang bilang pedas itu.Â
Omong-omong, cabai yang populer dan terkenal pedas di makanan snack adalah cabai Habanero, yang berasal dari Amerika Latin.
Disini saya akan mengurutkanya dari urutan ke 3 sampai ke 1 (yang paling T.O.P versi saya). Dan untuk ukuran level pedasnya (lagi-lagi menurut saya), jika ada dari skala 1 sampai 10 (super pedas), maka levelnya adalah :Â
- urutan ke 3 levelnya 1
- urutan ke 2 levelnya 2Â
- urutan ke 1 levelnya 3