Sebagai insan yang hidup di negeri orang, terkadang rasa kangen akan kampung halaman tiba-tiba bisa muncul begitu saja.Â
Penyebabnya ada berbagai macam. Salah satunya adalah kehidupan sehari-hari yang "keras" di lingkungan kerja. Ditambah interaksi sosial di lingkungan pergaulan di luar kantor dalam berbagai macam komunitas yang masing-masing anggotanya mempunyai latar belakang dan kebudayaan berbeda, ternyata memerlukan "energi" yang tidak sedikit. Plus, perasaan sebagai "tamu" di "rumah" orang lain, maka otomatis harus selalu berkonsentrasi tinggi dalam segala tingkah polah yang akan dilakukan.Â
Akibatnya, kadang membuat badan kaku (terutama otot sekitar pundak) dan cepat capek. Rasa kaku ini nggak bisa disembuhkan kalau cuma diolesi balsem cap macan, ataupun ditempel koyo cabe yang paling pedes (kuat) sekalipun.
Nah, dalam keadaan semacam ini, jika saya bisa menemukan sesuatu yang "berbau" Indonesia yang langsung bisa dilihat, diusap dan kalau bisa dinikmati di sini, entah tulisan atau gambar atau apapun itu, cukup untuk bisa membuat otot-otot yang kaku ini kendur sejenak.
Lho? Kenapa bisa begitu?
Agak sulit sih untuk memberikan penjelasannya.
Tapi, untuk lebih memudahkan imajinasi, kira-kira rasanya seperti ketemu (yang tidak disengaja lho, alias tanpa janjian) mantan pacar pertama di kala SMA :)Â
Sebenarnya cukup banyak hal-hal yang "berbau" Indonesia yang dapat ditemukan di Tokyo. Misalnya tulisan "Made in Indonesia" di produk garmen di Uniqlo, di sepatu Adidas maupun alat tulis. Lalu ada makanan impor dari Indonesia, restoran Indonesia atau restoran Jepang yang menyajikan juga masakan Indonesia, dan lain-lain.
Di sini saya ingin sharing kepada pembaca yang budiman, beberapa yang "berbau" Indonesia yang sempat saya temukan.
Kopi
Jumlah konsumsi kopi per orang/tahun orang Jepang seperti terlihat di data ini, masih kalah jika dibanding dengan negara-negara Eropa. Namun Jepang adalah satu-satunya negara di Asia yang masuk dalam peringkat 30 besar di situ.
Tidak mengherankan karena di Jepang, kopi sangat mudah ditemukan. Selain kopi siap seduh yang banyak dijual di convenience store terdekat, kita juga bisa membeli kopi kaleng yang dijual di vending machine. Jepang memang negara dengan "populasi" vending machine-nya paling banyak. Umumnya minuman dingin yang dijual di vending, tetapi ada juga minuman hangat yang akan tersedia pada saat suhu rata-rata menjadi dingin di musim gugur sampai awal musim semi.
Kedai kopi juga banyak, mulai dari waralaba asing seperti Starbucks atau Tully's, sampai waralaba Jepang seperti Doutordan Excelsior. Juga dapat dengan mudah ditemui kedai-kedai kopi besar dan kecil yang dikelola oleh perorangan.
Kopi Indonesia yang bisa dibeli di Jepang berasal dari beberapa daerah, misalnya kopi dari Sumatera, Bali dan Sulawesi. Namun yang populer adalah kopi Toraja, seperti kopi kaleng di foto di atas. Teman-teman saya gemar sekali akan kopi ini. Sehingga setiap kali saya pulang kampung, mereka selalu "mengharapkan" oleh-oleh kopi Toraja. Dan teman-teman saya seharusnya merasa beruntung, karena saya tidak pernah meng-PHP-kan mereka :)
Sabun
Bisnis toko 100 yen ini memang berkembang dengan pesat semenjak diperkenalkan pertama kali di awal tahun 90-an. Bahkan sekarang ada yang waralabanya sudah tersebar di beberapa negara, misalnya Daiso yang saya rasa juga sudah masuk ke Indonesia. Cuma, di Daiso sekarang ada beberapa barang yang dijual dengan harga di atas 100 yen. Kemudian selain toko 100 yen, sekarang adalagi toko 300 yen, di mana semua barang dijual dengan harga 300 yen. Nama tokonya 3 coins, yang diambil dari jumlah nominal 3 uang koin 100 yen.
Variasi barang yang dijual di toko di mana harganya semua sudah pasti seharga 100 (atau 300) yen adalah sama dengan barang yang dijual di convenience store seperti Family Mart, Lawson dan yang lain. Bahkan ada yang lebih lengkap dari itu. Kita bisa menemukan mulai dari alat tulis, alat masak, alat untuk mencuci, makanan, minuman, peralatan mandi, peralatan untuk pertukangan, listrik dan lain-lain. Pokoknya segala macam barang ada.
Toko-toko semacam ini, yang model bisnis penyajian barang-barangnya berdasarkan quality - variety - uniqueness, dengan harga yang terjangkau, menjadikannya cukup populer di kalangan masyarakat.
Bir Bintang
Izakaya, selain sebagai tempat makan/minum sambil melepaskan penat selepas bekerja sehari penuh, juga merupakan tempat di mana masyarakat Jepang berkumpul untuk bersenda gurau dan bersosialisasi. Karena di tempat kerja, orang Jepang hampir jarang ngobrol untuk hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi mereka biasanya "melampiaskan" keinginan ngobrol tentang hal-hal di luar kerjaan tersebut di sini.
Bahkan tidak jarang kepiawaian orang untuk bergaul atau menyemarakkan suasana kumpul-kumpul di tempat seperti izakaya ini kadang bisa juga melicinkan jalan atau kegiatannya di kantor maupun bisnis pada umumnya. Sebab selain pergi dengan rekan sejawat, tak jarang juga mereka pergi dengan orang yang baru ditemuinya di kegiatannya berbisnis, atau kebetulan bertemu di ruang pameran, seminar dan lainnya.Â
Ada semacam joke bahwa untuk bisa berhasil (khususnya dalam soal pekerjaan atau dalam negosiasi bisnis) orang harus pandai bernegosiasi lewat nomi-nication, selain tentunya lewat communication (*nomi = minum).
Di beberapa izakaya, kadang ada yang menjual Bir Bintang seperti foto di atas. Bir-bir dari daerah Asia lainnya seperti Tiongkok, Thailand, Filipina juga bisa ditemukan.
Baterai
Umumnya, wisatawan domestik datang hanya untuk menikmati suasana (karena kebetulan datang di Tokyo untuk suatu urusan lain), atau mencoba mampir di maid cafe yang banyak bertebaran sekedar untuk pengalaman, atau hanya muter-muter untuk window-shopping. Sementara wisatawan asing umumnya lebih suka berburu peralatan elektronik keluaran terbaru yang biasanya harganya lebih "murah" di sini, menurut pertimbangan mereka. Atau bisa jadi benda elektronik tersebut memang belum tersedia di negaranya.
Namun secanggih apapun alat elektroniknya, selalu membutuhkan sumber energi, salah satunya adalah baterai. Bagi saya pribadi, sumber energi ini merupakan hal penting yang saya selalu jadikan pertimbangan dalam membeli barang-barang elektronik. Karena tentu saya jadi akan sangat kecewa bila waktu ingin menggunakan peralatan tersebut, di saat yang penting, ternyata baterainya sudah habis. Tapi, bagi pembaca yang rajin dan telaten memeriksa baterai peralatan elektroniknya, hal ini bukanlah menjadi masalah yang besar.
Contoh pengalaman saya begini. Di akhir pekan saya (sering) jalan-jalan untuk sekadar refreshing dengan membawa kamera analog yang bertenaga baterai. Di perjalanan, saya baru sadar bahwa baterainya ternyata sudah habis. Untungnya, baterai untuk kamera saya bukanlah baterai yang "khusus", jadi saya langsung mampir di convenience store yang berjamuran di sini untuk membeli baterai penggantinya. Di sinilah untungnya memakai kamera yang bukan memakai baterai charger, karena tidak perlu panik bila baterai tiba-tiba habis di jalan.
Foto di atas adalah baterai yang saya beli suatu waktu di musim gugur (pembaca bisa lihat juga banyak daun yang berguguran), yang ketika melihat detail di belakang bungkusnya, saya mendapati bahwa baterai ini diproduksi di Indonesia.
Biasanya ketika kita belanja barang yang tidak banyak (1 atau 2) dan tidak begitu besar maupun berat, maka pelayan akan bertanya apakah kita perlu tas plastik belanja atau tidak. Biasanya saya jawab tidak, karena saya selalu bawa tas sendiri. Mereka lalu akan menempel selotip (di foto berwarna merah) di bar code-nya yang menjadi tanda bahwa barang sudah dibayar.
Yoyogi Park
Di dekat taman ini kerap diadakan acara festival dari berbagai negara. Tak ketinggalan acara festival yang berhubungan dengan Indonesia, yang biasanya diadakan 1 atau 2 kali setiap setahun. Biasanya di Festival Indonesia di sini, segala macam masakan mulai mpek-mpek, bakso, gudeg, rendang, nasi kuning, sate, es cendol, juga nasi goreng yang sangat populer di Jepang, bisa ditemukan.
Selain makanan/minuman, kita juga bisa menemukan barang-barang suvenir kerajinan tangan. Ada juga promosi wisata, mulai dari pergelaran tarian maupun nyanyian dengan iringan alat musik tradisional Indonesia. Bahkan terkadang ada orang "penting" maupun artis yang datang secara khusus dari Indonesia untuk memeriahkan festival.
Cup Noodle
Pada awalnya, kandungan mi yang terdapat di dalamnya hanya sekitar 70 gram, karena memang tujuan pembuatan Cup Noodles ini awalnya adalah untuk sekadar pengganjal perut bagi orang yang lapar, bukan sebagai menu makan utama. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, maka sekarang banyak ditemui Cup Noodle yang kandungan minya 90 gram bahkan ada yang 120 gram yang disebut King Cup Noodle.
Foto di atas adalah Cup Noodle rasa mi goreng di sebelah kiri dan rasa gulai ayam melayu di kanan, lengkap dengan gambar merah putih.
Gimana rasa keduany?? Ennnuuaakk sekali deh pokoknya :)
Warung di Ueno
Dahulu di zaman setelah Perang Dunia Kedua, Ueno merupakan daerah pasar gelap, di mana banyak orang yang mencari dan juga menjual berbagai macam barang kebutuhan, setelah Tokyo porak poranda akibat serangan udara yang dilancarkan oleh Amerika kala itu.
Sekarang daerah bekas pasar gelap ini menjadi pusat dagang yang ramai bernama Ameyoko. Di lantai bawah salah satu gedung di Ameyoko ini, saya menemukan satu toko yang menjual barang-barang import dari Indonesia.
Di warung ini bisa ditemui berbagai macam makanan impor dari Indonesia. Misalnya Supermi, kerupuk udang, Indomilk, emping goreng, kopi dan teh, bumbu instan, sambal botol dan lainnya.
Begitulah beberapa hal yang "berbau" Indonesia yang bisa saya temui di Tokyo.Â
Sebagai penutup, saya mau sharing satu sajak dari Muroo Saisei, penyair dan novelis yang hidup tahun 1889-1962.
"Furusato wa, tookini arite omohu mono, soshite kanashiku utahu mono."
Kira-kira terjemahan bahasa Inggrisnya begini:
"Home is what you think of, when you're far away, and what you sadly sing of."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H