Musim hujan bukan hanya monopoli negara tropis saja. Tahukah pembaca bahwa Jepang punya musim hujan juga? Jepang sebagai negara subtropis punya 4 musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin.
Musim hujan (tsuyu) di Jepang biasanya berlangsung dari bulan Juni dan berakhir di bulan Juli. Jika berdasarkan 4 musim yang kita kenal di atas, musim hujan ini terjadi di masa peralihan dari musim semi ke musim panas. Tanggal masuk musim hujan (tsuyu iri) dan berakhirnya musim hujan (tsuyu ake) biasanya diumumkan secara luas di media setiap tahun.
Dan di musim hujan, ada suatu bunga khas Jepang yang mekar, namanya ajisai, atau hydrangea kalau dalam bahasa Inggris.
Sebenarnya ajisai yang sekarang banyak ditemukan di seluruh Jepang adalah bunga ajisai yang dulu dibawa keluar Jepang oleh orang Eropa lalu masuk kembali ke Jepang dan disempurnakan lebih lanjut di sini. Sebagai hasilnya, ajisai yang sekarang kita temui mempunyai bentuk yang bulat dengan banyak kelopak bertumpukan disana.
Di samping bentuknya yang indah dan unik, ada beberapa fakta yang menarik untuk disimak dari bunga ajisai.
Nama ajisai pertama kali digunakan pada abad 7 di jaman Nara dalam kumpulan puisi Jepang tertua manyoushuu. Lalu di jaman Heian, nama ajisai masuk dalam beberapa buku kamus kanji. Penulisan huruf kanji untuk ajisai kala itu masih mempunyai bermacam-macam versi. Pada jaman-jaman ini, ajisai belum menjadi bunga yang populer di kalangan masyarakat dan belum banyak menjadi objek, baik dalam karya sastra maupun seni.
Kemudian di jaman Azuchimomoyama, barulah muncul lukisan yang menggunakan ajisai sebagai objeknya. Pelukisnya adalah Kanou Eitoku, pelukis terkenal di jamannya yang juga menjadi pelukis untuk Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi. Lukisan ajisai-nya sekarang disimpan di kuil Nanzenji, Kyoto.
Lalu di jaman Edo, ada beberapa seniman yang melukis ajisai, diantaranya adalah pelukis ukiyoe terkenal bernama  Hokusai. Namun, hingga jaman ini, ajisai belum juga menjadi bunga yang populer di masyarakat.
Akhirnya setelah Perang Dunia Kedua, ajisai mulai populer dan mendapat tempat di hati masyarakat. Di jaman ini, banyak wabah penyakit menular yang kerap memakan korban. Kebanyakan korban kemudian dikremasi dan didoakan di kuil-kuil.Â
Bunga ajisai dianggap cocok untuk dipersembahkan bagi orang yang sudah meninggal. Sehingga mulai jaman ini, di beberapa daerah (khususnya di kuil) banyak ditanam bunga ajisai. Cara pengembangbiakan yang mudah juga salah satu sebab kepopulerannya.
Namun bunga ajisai yang ditanam di kala itu tetap dirawat dan terus berkembang biak hingga saat ini. Sehingga di kuil-kuil yang besar seperti Meigetsuin atau Hasedera di daerah Kamakura, terdapat banyak ajisai yang menyebabkan kuil-kuil ini punya julukan lain yaitu ajisai dera (kuil ajisai). Saat musim hujan tiba, orang berbondong-bondong berkunjung untuk menikmati ajisai di tempat-tempat seperti ini.
Perubahan warna
Warna bunga ajisai ada bermacam-macam. Ada yang biru, merah, kuning, putih, hijau dan lain-lain. Warna ajisai juga mengalami perubahan dari mulai saat berbunga sampai dengan layunya. Warna ini dipengaruhi oleh keasaman tanah (pH) dan kandungan zat aluminium yang diserap oleh bunga.Â
Terkadang dalam satu pohon, kita bisa menemukan warna yang berbeda-beda, karena masing-masing bunga menyerap kandungan zat alumunium dengan kadar yang berbeda dari bunga yang lain. Semakin banyak zat alumunium yang diserap maka warnanya akan menjadi biru, dan semakin sedikit akan berwarna merah.Â
Karena warna bunga yang berubah berdasarkan kandungan zat yang diserap, dulu bahasa bunga yang populer untuk ajisai sangat berkonotasi negatif seperti "hati yang sering berubah",dan juga "selingkuh". Oleh karena itu, bunga ajisai pantang untuk dikirim misalnya untuk pacar atau untuk perayaan pesta perkawinan.
Sekarang, bahasa bunga yang populer adalah yang berkonotasi positif yaitu "kerukunan keluarga". Bahasa bunga ini berdasarkan bentuk dari bunganya, yaitu satu bunga ajisai terdiri dari banyak kelopak bunga yang berkumpul, sehingga diasosiasikan seperti sebuah keluarga.Â
Dengan konotasi positif ini, ditambah dengan bentuknya yang unik dan indah, ajisai mulai dipergunakan untuk pesta perkawinan. Bahkan sekarang untuk memperingati hari ibu, disamping mengirimkan bunga anyelir, bunga ajisai merah juga menjadi pilihan populer untuk dikirimkan.
Ajisai memiliki racun, yaitu di daun, batang dan di akarnya. Jika keracunan dalam jumlah sedikit saja, maka akan mengakibatkan rasa pusing dan mual lalu kemudian bisa menyebabkan korban muntah-muntah. Racun ini bisa berakibat fatal jika korban mengalami keracunan dalam jumlah/kadar yang banyak.Â
Jika pembaca memelihara bunga ini dirumah, hendaknya berhati-hati jika memegang bagian-bagian bunga tersebut. Juga jauhkan hewan peliharaan untuk menghindari jika hewan tersebut bermain-main dan tidak sengaja menggigit atau memakan daun/batangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H