Mohon tunggu...
Danawiryya Silaksanti
Danawiryya Silaksanti Mohon Tunggu... Lainnya - transport, travel, writing

An ordinary person, who concern about the environmental sustainability, climate change, public transportation, sustainable transportation, and also like traveling, and suggest people to explore the beauty of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Susur Sungai Demi Si Orang Utan

20 Maret 2022   06:12 Diperbarui: 22 Maret 2022   20:27 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan ketika susur sungai (Dokpri)

Palangkaraya, kota pertama saya waktu mengunjungi Pulau Kalimantan. Kota ini ternyata relatif lebih sepi dibandingkan dgn Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan & Pontianak ketika saya mempunyai kesempatan mendatangi kota2 tsb.

Ketika pesawat hampir menjejakkan rodanya di landas pacu Bandara Tjilik Riwut, terhampar di hadapan saya hutan luas dgn diselingi rawa gambut dan segelintir bangunan.

Memang setiap rumah di Palangkaraya memiliki lahan yang luas karena ketika ingin membeli rumah di sana, mereka menjualnya per kaveling yang luasnya hampir 1000 -- 3000 meter persegi. Ini artinya jarak antar rumah relatif jauh, walaupun di pinggir jalan raya sekalipun.

Namun jalan raya di Palangkaraya merupakan jalan besar yang mulus dan rapi, pantas saja dulu Bung Karno pernah merencanakan Palangkaraya utk dijadikan ibukota negeri ini. Hal tsb ditandai dgn tugu pencanangan pembangunan kota Palangkaraya.

Ketika pertama kali berencana ke Kalimantan, yang ingin dilakukan adalah menjelajah ke pedalaman, menyusuri sungai dan hutan, serta melihat orang utan di habitat aslinya.

Sehingga saat itu kami mengambil paket susur sungai yang menghabiskan waktu +/- 6 jam PP. Kapal yang kami tumpangi adalah kapal kayu dgn 2 lantai, dan kami saat itu memilih utk duduk di lantai 2.

Perjalanan dimulai sekitar pukul 1 siang dari dermaga kecil di belakang tugu pembangunan kota Palangkaraya, dan sungai yang kami susuri adalah Sungai Kahayan yang kemudian bercabang ke anak sungainya.

Perilaku orangutan yang gemesin :) (Dokpri)
Perilaku orangutan yang gemesin :) (Dokpri)

Pemandangan yang kami nikmati di sepanjang sungai adalah perkampungan penduduk, dan semakin ke hulu adalah hutan di kanan-kiri sungai.

Setelah menempuh 3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan, yaitu hutan tempat keberadaan orang utan. Namun kapal kami tidak boleh terlalu mendekat karena ditakutkan akan mengganggu aktivitas orang utan.

Kami memperhatikan gerak-gerik seekor urang utan yang saat itu sedang nangkring di atas batang pohon yang sudah tinggal batangnya saja. Karena kebetulan saat itu sedang gerimis, dia pun memegang sebuah karung yang nampaknya karung sisa beras dan menutupi kepalanya dgn karung tsb.

Sungguh seperti manusia gerak-geriknya, dan dia pun bisa berpikir spt manusia, yaitu mencari akal utk melindungi diri dari air hujan.

Orang utan lainnya ada yang sedang santai di pohon, ada yang sedang bercengkrama antara anak orang utan dgn seekor orang utan lainnya yang mungkin itu adalah induknya.

Kami takjub melihat aktivitas orang utan di sana dan kami pun tak lupa untuk mengabadikan momen-momen tsb. Jumlah orang utan yang dapat kami lihat saat itu ada sekitar 5 ekor, dan di pinggir sungai di dekat lokasi tsb berdiri pula posko utk ranger yang melindungi orang utan dan habitatnya.

Kira-kira satu jam kami menghabiskan waktu utk melihat orang utan, karena matahari mulai beranjak ke peraduannya, yaitu sekitar jam 5 sore kami mulai meninggalkan tempat tsb.

Perjalanan kembali ke dermaga tempat kami berangkat tadi memakan waktu yang lebih cepat karena kami mengikuti arus sungai mengalir, sedangkan ketika berangkat waktu terasa lebih lama karena kapal kami harus melawan arus sungai sehingga jalannya pun lebih lambat.

pemandangan sepanjang perjalanan menyusuri Sungai Kahayan (Dokpri)
pemandangan sepanjang perjalanan menyusuri Sungai Kahayan (Dokpri)

Senja itu kami mengabadikan momen matahari terbenam yang begitu indahnya, dgn semburat warna jingga di langit biru. 

Dan ketika hari sudah gelap, tempat kami di lantai 2 kapal tidak ada pencahayaan sama sekali, sehingga kami hanya mengandalkan handphone masing-masing utk mendapatkan hiburan dan memutar lagu dari handphone utk memecah kesunyian.

Beruntung malam itu langit cerah sehingga nampaklah bintang-bintang yang berkelap-kelip menemani sang bulan yang bersinar terang di malam gelap, tentunya dengan suara-suara khas malam dari jangkrik dan teman-temannya.

Angin malam itu berhembus lumayan kencang sehingga kami kedinginan namun tetap menikmati momen langka tsb yang tentunya tidak akan kami dapatkan di Jakarta.

Sekitar jam 7.30 kapal merapat di dermaga dan kamipun langsung menuju mobil yang sudah menunggu untuk menjemput kami.

Malam itu kami habiskan dengan bersantap malam di Kampung Lauk, sebuah tempat makan tradisional di pinggir Sungai Kahayan yang menyajikan makanan-makanan khas Kalimantan, yaitu hidangan ikan sungai dengan sayuran khas yang tidak kami temui di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun