Mohon tunggu...
danar mariono putra
danar mariono putra Mohon Tunggu... Perawat - pelajar/mahasiswa

tegakkan keadilan di negeri ini

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kasus Ketidakadilan di Indonesia: Luka Lama yang Menggerogoti Negeri

14 Juni 2024   09:58 Diperbarui: 14 Juni 2024   10:34 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia, negara yang menjunjung tinggi nilai Pancasila, masih dihantui oleh bayang-bayang ketidakadilan. Luka lama yang menggerogoti negeri ini terus menganga, menghadirkan pilu bagi rakyat yang mendambakan keadilan.

Beragam kasus ketidakadilan mewarnai perjalanan bangsa, bagaikan benang kusut yang tak kunjung terurai. Dari kasus hukum yang tebang pilih, aparat penegak hukum yang berpihak, hingga kesenjangan sosial yang merajalela, semua menjadi bukti nyata bahwa keadilan di Indonesia masih jauh dari kata sempurna.

Banyaknya kasus hukum yang membungkam suara rakyat kecil di balik gemerlap gedung pengadilan, seringkali tersimpan kisah pilu rakyat kecil yang tersungkur di hadapan hukum. Kasus demi kasus menelan korban, bagaikan drama tragis yang tak henti-hentinya contohnya seperti kasus yang masih hangat di kalangan masyarakat saat ini sampai yaitu kasus "Vina Cirebon". 

Diketahui, kasus ini terangkat lagi sehingga menjadi perhatian publik setelah film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari mendapat perhatian publik. Sebab, masih ada tiga tersangka yang belum tertangkap. Ketiga pelaku yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dengan perkiraan usianya saat ini, yakni Pegi alias Perong (30), Andi (31), dan Dani (28). Kemudian, pada 21 Mei 2024, salah satu buron kasus pembunuhan Vina dan Eki berhasil ditangkap yakni Pegi Setiawan alias Egi alias Perong.

Menurut Mahfud, penyidik kepolisian yang menangani kasus Vina Cirebon tidak profesional. Ia menduga ada permainan dalam kasus ini. Hal tersebut disampaikan oleh Mahfud MD dalam tayangan Podcast Youtube Terus Terang Mahfud MD, yang dikutip pada Kamis (13/6/2024).

"Ini bagian dari penyimpangan. Saya tidak tahu persis kasus Vina, tetapi konstruksi kasusnya begini. Dulu ada tersangka 10/11 kan untuk pembunuhan Vina. Lalu diajukan ke pengadilan itu berita acaranya ada 10 atau 11 orang diajukan ke pengadilan, yang 3 lari, yang 8 sudah dihukum. Nah, sesudah muncul Vina sebelum 7 hari itu, lalu kasus ini muncul lagi," kata Mahfud.

"Dulu lari itu kemana orang gitu, itu kan resmi diumumkan buron 3 orang namanya abcd. Nah, ini baru muncul kasus ini, sehingga saya berpikir ini bukan sekadar unprofessional tetapi memang ada permainan."

"Konyolnya lagi, padahal dulu resmi di dalam berita acara, resmi di dalam rilis yang diumumkan itu bahwa buron 3 orang. Sekarang sudah mulai ketahuan ada 2 masalah. Satu, Pegi ditangkap sementara mulai muncul kesaksian bahwa orangnya bukan itu, dan Peginya sendiri mengaku ndak tahu. Pegi yang ditangkap apakah Pegi ini namanya yang sekarang ada, apakah ini bukan sekadar kambing hitam," ucap Mahfud.

"Lalu yang kedua, yang 2 orang yang buron ini, kok sekarang dibilang dulu salah sebut, mana ada orang sudah menyelidiki sekian lama kok salah sebut."

Dari kasus tersebut bisa kita anggap kesenjangan sosial adalah jurang yang menganga. Kegagalan polisi menangkap tiga buronan dalam waktu delapan tahun membuat muncul spekulasi di media sosial yang menuding bahwa satu buron adalah anak dari perwira polisi. Namun, tuduhan itu dibantah oleh Polda Jawa Barat. Kedua, polisi harus mempertanggungjawabkan proses penyelidikan kasus ini untuk menanggapi dugaan "salah tangkap" yang diungkap oleh salah satu terdakwa baru-baru ini.

Hanya saja menurut Bambang, pembuktian polisi saat menangani kasus ini terlalu bertumpu pada pengakuan dan kesaksian para terdakwa, yang disebut bisa saja muncul akibat intimidasi. mnd

Meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan, perjuangan untuk meraih keadilan di Indonesia tak boleh padam. Suara rakyat yang menuntut keadilan harus terus digaungkan, mendorong perubahan dan perbaikan sistem yang ada.

Reformasi di bidang hukum, penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, serta pengentasan kesenjangan sosial menjadi kunci utama untuk mewujudkan keadilan di Indonesia.

Masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, dan media massa memiliki peran penting dalam mengawal proses ini. Bersinergi dengan pemerintah, mereka dapat menjadi agen perubahan dan pendorong terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.

Membangun Indonesia yang adil dan sejahtera bukanlah tugas yang mudah, namun bukan berarti mustahil. Dengan tekad yang kuat, kerja sama yang erat, dan komitmen untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila, keadilan di Indonesia bukan lagi mimpi, melainkan kenyataan yang dapat diraih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun