Mohon tunggu...
Danan Wahyu Sumirat
Danan Wahyu Sumirat Mohon Tunggu... Buruh - Travel Blogger, Content Creator and Youtuber

blogger gemoy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Polisi Salah Salah Tangkap, Kita Bisa Apa

10 Juli 2024   19:21 Diperbarui: 10 Juli 2024   19:23 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya tak ingin membahas kasus Vina Cirebon yang kembali viral , setelah kisahnya diangkat ke layar lebar. Dramanya pun semakin carut marut  berkaitan dengan analisa netizen dan munculnya bukti baru. Tapi menurut saya, kejadian paling epik adalah kejadian salah tangkap salah satu pelakunya. Iya salah tangkap beneran sampai akhirnya dibebaskan. Pertanyaannya, kalau penegak hukum salah tangkap orang. Apakah bisa dihukum. Ini yang pertaruhkan bukan nama baik tapi kondisi mental yang bersangkutan dan orang terdekarnya. 

Saya teringak kejadian serupa saat duduk di sekolah SMA, tetangga saya menjadi korban salah tangkap polisi. Sebut saja namanya S, beliau ini terkenal nakal di lingkungan rumah kami, sebuah komplek perumahan BUMN. Tapi seingat saya  kenakalan S belum masuk kategori kriminal . 

Pada malam pergantian tahun, salah satu rumah direktur kemalingan . Tentu saja kejadian ini menghebohkan dan tim sekuriti dikeramas diharuskan menemukan pelakunya dalam 24 jam. Berkoordinasi dengan kepolisian setempat, tim sekuriti mencari pelaku dan ditetapkan S sebagai tersangka. Sempat terjadi kehebohan ketika S dijemput paksa oleh polisi untuk menjalani pemeriksaan. Paling disayangkan saat itu tak ada yang membela S. 

Ironisnya dua hari kemudian ditemukan pencuri sebenarnya setelah polisi mengerahkan anjing pelacok untuk mencari jejak pelaku. Setelah dibebaskan, S berkisah di kantor polisi sempat pakaiannya dilucuti dan menerima kekerasan karena tak mau mengakui perbuatannya. Beruntung mental S cukup kuat, sampai ditemukan pelaku sebenarnya dia tidak mengaku. 

S mengaku saat malam kejadian, ia berkisah bahwa dirinya dan beberapa teman pergi ke pantai dengan mobil truk omprengan. Saksi bukan hanya teman S tapi juga orang orang di pantai. Karena saksi saksi menguatkan S bukan pelaku dan ditemukan pelaku sebenarnya, S dibebaskan. Tapi nasi sudah menjadi bubur, S mengalami beberapa lebam di sekujur tubuh dan orang terlanjur tak percaya kepadanya.

Pada awalnya orang tua S ingin menuntut pihak kepolisian dan pihak sekuriti perusahaan yang menyebabkan salah tangkap. Tapi berkali kali pihaknya ditekan untuk tidak melanjutkan perkara dengan alasan tidak akan menang. Yang dilawan bukan hanya perorangan tapi institusi dan perusahaan  milik negara. Padahal jika merujuk  UU no 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugiankarena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Besar kerugian paling sedikit Rp500.000 dan Rp100 juta .

Tapi sayang kejadian itu sudah berpuluh puluh tahun yang lalu saat orde baru masih berkuasa. Siapa yang berani di era itu, eh tapi kira-kira masih sama. Kasusnya menghilang dan aparat yang disebut oknum menjadi amnesia , seolah tak terjadi apa-apa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun