Terlahir dyslexia saya memang tidak memiliki kemampuan literasi yang baik oleh karena saya lebih senang dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan audio visual dibandingkan tulisan. Namun pendidikan di negeri ini memang tidak memberikan banyak pilihan bagi kami penyandang dyslexia. Mau tidak mau kami dipaksa untuk membaca walau ada cara lain untuk belajar.Â
Bagaiman dengan menulis? Ah itu itu hanya  untuk memenuhi kewajiban belajar seperti mengerjakan tugas mengarang mata pelajaran Bahasa Indonesia dan skripsi sebagai syarat kelulusan  menjadi sarjana. Untuk menjadikannya hobi rasanya jauh api dari panggang.  Ketika  teman kuliah mendadak jadi penulis  di era kejayaan mulitply sedikit pun saya  tidak tertarik untuk ngeblog. Apalagi di zaman itu kebanyakan blog  berisi curhatan hati yang banyak mengandung  kata dengan kombinasi huruf dan angka yang konon disebut alay.
2010 - Titik Balik
Setelah mengalami peristiwa berat beberapa tahun lalu saya menjadikan menulis sebagai penawar rasa. Bertahun-tahun sejak kehilangan seseorang  saya mencoba untuk tetap berkomunikasi dengan dirinya,  mengirimkan surel setiap hari kepadanya. Bercerita tentang apa yang saya lakukan dan kerjakan setiap hari, menganggap  dia masih ada dan  membaca semua pesan elektronik saya. Semua memang terlihat nisbi dan agak sedikit gila tapi ini terapi  ampuh untuk menghapus rasa sedih.
Pada akhirnya saya harus menerima kenyataan  ketika yahoo menutup surel tak aktif miliknya. Seolah saya ditampar Tuhan untuk sadar dan menjadi sebuah titik balik kehidupan bahwa manusia harus bisa menerima perpisahan abadi. Agar tetap bisa bepikir sehat saya  mencari kesibukan baru dengan belajar menulis. Saya sadar bahwa tulisan saya tidak terlalu bagus  oleh karena itu  mencari referensi dan komunitas untuk belajar. Hingga hingga akhirnya menemukan Kompasiana tempat saya tidak hanya menggali  ilmu tapi juga besenang-senang bermain  kata.
Menulis yang baik itu tidak mudah teman. Selama satu tahun penuh di Kompasiana hanya menjadi silent reader dan tidak  menghasilkan karya apapun.
2011 - Empat Jejak Pertama
Awal tahun 2011, saya  malu-malu mulai berkarya di blog pribadi dengan alamat  yang disamarkan agar tidak diketahui orang. Isinya bukan  curhatan hanya penggalan kisah perjalanan. Nyatanya setelah titik balik kehidupan  saya punya hobi yang menyenangkan. Hampir setiap bulan saya berkelana lalu membuat catatan kecil di blog pribadi. Hingga akhirnya seorang rekan kerja menyemangati, mengapa  tidak menunjukan karya kepada banyak orang. Bisa saja tulisan yang saya  anggap biasa  itu menjadi petunjuk bagi orang lain untuk traveling lalu bisa menjadi  ibadah dan ladang pahala.
Akhirnya saya mengganti domain blog dengan nama diri  dananwahyu.com dan mulai membagikan beberapa kisah perjalanan kepada banyak pembaca. Tepat tanggal  8 Desember 2011 saya langsung menayangkan  empat tulisan sekaligus ke Kompasiana yang menceritakan pengalaman perjalanan di Jawa Tengah, Jogjakarta dan Belitung.
2012 - Honor Wartawan
Saya bukan blogger yang aktif berkarya nyatanya di tahun 2012 saya hanya melahirkan 6 tulisan di Kompasiana. Mungkin bagi beberapa orang menulis adalah hal yang mudah tapi bagi saya tidak dan  mungkin ini tantangannya. Saya kembali membuka buku EYD untuk menghasilkan karya terbaik ketika  mengikuti lomba di Kompasiana.
Tapi pengalaman  yang tidak  terlupakan adalah ketika  tulisan pendek saya bertajuk Impian Film dan Persahaban dimuat di harian Kompas. Dulu Kompasiana memiliki kolom khusus  bertajuk  Freez Kompasiana dengan tema yang berubah-ubah setiap minggunya. Tiga tulisan terpilih sesuai tema setiap minggunya akan dimuat di harian Kompas dan mendapatkan honor layaknya wartawan harian nasional.Â
Berhari-hari saya pandangi tulisan saya di koran Kompas dan rasanya tidak percaya tulisan saya bisa 'nangkring' di sana  dan tertulis  nama saya sebagai salah satu penulisnya. Inilah ke dua kalinya nama saya masuk  di harian nasional setelah pengumuman UMPTN bertahun-tahun yang lalu, kini  syah menjadi juranlis warga ala Freez Kompasiana.
2013 - Keliling Sumatra dan MacBook
Setelah tiga tahun mengenal Kompasiana dan belajar  menulis saya kembai mendapatkan berkah besar. Tulisan saya bertajuk Jelajah Flores Bersama Avanza membawa saya berkeliling Sumatra dan menerima sebuah  Macbook keluaran terbaru.
Media sosial membawa perubahan besar di iklim politik Indonesia. Tahun 2014 menjadi pemilihan presiden  terpanas sepanjang sejarah Indonesia . Setiap orang bebas bebas berbagi kata di media sosial, dari yang santun, bernada satir candaan hingga  fitnah.Â
Bagaimana dengan dunia blog. Ah sama saja. Blog menjadi alat propaganda yang efektif sekaligus laknat untuk mencari massa. Tulisan yang sekilas terlihat santun dan bernas nyatanya menebar hoax hingga  membangkitkan kebencian. Mereka yang tadinya berhubungan kerabat atau teman dekat tercerai berai hanya karena berbeda pandangan politik.
 Melihat kondisi politik yang tak kondusif saya memutuskan untuk berhibernasi, tak terlalu aktif ngeblog apalagi  membuat tulisan opini  politik. Kebebasan  politik dan bependapat  adalah  hak asasi tapi atas nama perdamaian saya memilih untuk tidak  ikut pesta demokrasi yang berubah menjadi lomba  nyinyir bertabur hoax. Kebetulan di tahun yang sama saya mutasi kerja ke kota Batam dan  membutuhkan lebih banyak waktu untuk  beradaptasi. Sesekali di  waktu luang saya membuka  MacBook baru dari Kompasiana untuk membuat vlog dengan belajar mengedit video.
2015 - Reuni
Usai berhibernasi saya kembali menyapa Kompasiana yang ternyata  sudah banyak berubah dari tampilan hingga struktur organisasi. Keberadaan jurnalis warga memang semakin diperhitungkan,  tidak salah jika grup kompas menggarap Kompasiana  lebih serius dengan menghadirkan fitur baru, lebih banyak event dan lomba blog pastinya.Â
Saya kembali mengikuti kompetisi blog yang hadiahnya jalan-jalan ke pulau Bintan. Bagai doa yang dikabulkan akhirnya saya bisa mengikuti program bertajuk Blogtrip Eco Resort Bintan yang diadakan oleh Kompasiana dan Kemenpraf pada tanggal 31 Oktober-2 November 2015. Selama tiga hari kami berkesempatan menyambangi objek wisata di kota Tanjungpinang dan resor-resor cantik berstandar Internasional di kawasan wisata terpadu Lagoi.
Acara ini seperti sebuah reuni, saya kembali ke Kompasiana lalu bertemu dengan teman-teman Kompasianer dari berbagai penjuru tanah air. Sebuah kesempatan yang langka bagi saya Kompasianer  daerah seperti saya. Kamipun sempat  menginap di Canopi,  sebuah resort dengan fasilitas kolam air asin terbesar di Asia seluas 6,3 hektar.
2016 - Media  Audio  Visual
Saya kembali berhibernasi tapi alasannya bukan iklim politik melainkan kesibukan baru sebagai vlogger. Meski tidak tersohor saya konsisten membuat video traveling. Setidaknya seminggu sekali mengunggah video perjalanan atau gaya hidup di kanal youtube pribadi.
 Kegiatan jurnalis warga yang awalnya melalui tulisan kini bermetamorfosis menjadi video liputan. Ketika  video lulus kurasi dan tayang di stasiun televisi swasta ada kepuasaan yang tak bisa dinilai dengan uang.  Meski mendapatkan materi dari jurnalis warga video saya tidak meninggalkan hobi menulis apalagi ngeblog. Karena untuk membuat video liputan yang baik seorang jurnalis warga harus memasukan konsep 5W + 1H  dalam menulis naskah agar informasi tersampaikan dengan baik.
Macbook hadiah lomba di Kompasiana kini setia menjadi salah satu senjata saya untuk berkarya melalui media audio visual. Kalau tidak mengenal Kompasiana mendapatkan komputer berlogo apel ini mungkin saya tidak akan sampai di titik ini.
2017 - Kembali ke Kompasiana
Saya sadar tak mudah membagi waktu antara pekerjaan  dan hobi, apalagi  pekerjaan saya di bidang  tak sejalan dengan hobi menulis . Meski tak terlalu memiliki target berapa jumlah tulisan setiap minggu namun saya selalu menyempatkan diri untuk menulis. Sesungguhnya refreshing yang paling menyenangkan adalah menulis. Setelah berpeluh dengan angka dan logika saya dapat bermain dengan kata-kata yang membangkitkan imaji. Apalagi ketika kata-kata ini tersusun rapih dalam rangkaian video bernarasi.
Karya saya  di Kompasiana memang belum seberapa dan  tak selalu bisa hadir. Ia bagai pasang surut air laut, kadang tinggi dan  kadang hanya menyisakanjejak basah di tepian pantai. Tapi yakinlah  pasang surut ini  yang membuat hidup saya lebih berwarna. Jika kali ini saya kembali berkarya di Kompasiana karena saya rindu dan ingin kembali mengisi kekosongan hati seperti pertama kali mengenal kompasiana 7 tahun lalu. Berharap Kompasiana menghadirkan platform baru bagi jurnalis warga yang kini tak hanya menulis tapi juga membuat video liputan.
Selamat hari jadi ke 9 Kompasiana. Semoga di angka sakral  hadirmu tetap memberi banyak manfaat melalui kanal jurnalis warga independen. Tahun depan usiamu menyentuh angka dua digit. Wah nampaknya bakal ada kejutan baru lagi di tahun depan. Tunggu jawabnya di 2018.Â
Akankah 2019 saya kembali berhibernasi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H