"Duk... Duk..." Langkah kaki menggetarkan lantai kayu. Wanita berjilbab muncul dari balik meja di ujung ruang panjang. Senyum ramahnya tetap merekah meski saya tak berniat membeli batik [caption id="attachment_11138" align="aligncenter" width="450" caption="interior Balai Kerajinan Rakyat Selaras Pinang Masak"]
"Kalau mau melihat cara membatik satu jam lagi." Pucuk dicinta ulam pun tiba, hati bersorak riang. Rasa penasaran dan hutang akan terbayar lunas. Sambil menunggu peserta kursus , wanita berjilbab berkisah berdirinya Balai Kerajinan Rakyat Selaras Pinang Masak. Terkenal dengan sebutan sanggar batik diprakarsai oleh Ibu Lily , istri Gubernur Jambi periode 1989-1999, Abdurahman Sayoeti. Sejak beliau mangkat pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah Jambi.
[caption id="attachment_11139" align="aligncenter" width="450" caption="interior diambil dari atas panteh"]
Beberapa teori mengungkapkan dari mana batik Jambi berasal. Konon seni tekstil ini dibawa oleh Haji Muhibat dari tanah Jawa di tahun 1875. Namun yang paling otentik catatan B.M Goslings di tahun 1928.
B.M. Gosligs dalam artikelnya mengatakan bahwa atas persetujuan Prof. Vam Eerde dia meminta residen Jambi Tuan H.E.K. Ezermenn untuk meneliti batik Jambi. Sekitar bulan oktober 1928 datang tanggapan dari Ezernann, bahwa di dusun Tengah pada waktu itu memang sesungguhnya ada pengrajin batik dan menghasilkan karya-karya seni batik yang Indah. (B.M Goslings halaman 1411)
Meski tak serumit motif batik di daerah lain, batik Jambi memiliki makna filosofis. Menggambarkan nilai-nilai dan budaya masyarakatnya. Seperti motif tampuk manggis, terlihat penampang dalam daging buah hingga kulit luar. Berarti ahlak dan sifat mulia seseorang tidak hanya dilihat dari tampilan luar saja.
[caption id="attachment_11140" align="aligncenter" width="450" caption="belajar membatik"]
"Duk.. Duk..." Suara lantai bergetar. Tiga wanita datang tanpa diundang hanya menjawab kumandang hati . Dari atas panteh - loteng tempat menyimpan barang - mengamati dua murid dibimbing seorang guru. Duduk berhadapan , membentangkan mori putih berpola. Sejenak malam dilelehkan di atas api kecil , membentuk cairan kental sempurna. Berpindah ke canting kayu berujung logam. Pelan-pelan ditorehkan bersama denyutan rasa di atas kain, menyisakan karsa.
[caption id="" align="aligncenter" width="599" caption="songket jambi"]
Bonus tak terduga memanjakan panca indra dan pendengaran. Dari atas panteh terlihat dua gadis remaja menghentak-hentakan bilah ATBM, memadatkan benang emas berkilau. ATBM - alat tenun bukan mesin- dikenal masyarakat tradisional Indonesia sejak berabad lalu.
"Di sini juga tempat belajar membuat songket?" Penasaran saya terujar kepada wanita berjilbab.