Mohon tunggu...
Dananta Ciptojaya
Dananta Ciptojaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - ...

....

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perasaan yang Tidak Pernah Dirasakan saat Ekskursi 2024

19 November 2024   00:00 Diperbarui: 19 November 2024   00:17 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Saya, seorang Kanisian kelas 12, ekspresi ini tak pernah lebih jelas daripada ketika saya ikut serta dalam ekskursi ke pesantren selama tiga hari. Perjalanan ini diawali dengan perjalanan yang cukup singkat dari Jakarta ke Cirebon menggunakan bus yang cukup meriah menyiapkan kegiatan-kegiatan yang akan segera dilakukan di Pondok Pesantren Kebon Jambu Cirebon.

Setibanya di lokasi, kami disambut hangat oleh Kyai Haji Zizi. Suasana hangat ini langsung membuat saya merasa nyaman dan yakin untuk menghadapi kegiatan yang akan datang. Setelah perjalanan panjang, hidangan makan siang yang sederhana namun lezat. Saya disambut dengan ayam goreng, tahu, tempe, dan telur yang benar-benar terasa nikmat setelah menjalani perjalanan. 

Setelah makan siang, saya dan teman-teman lain bersiap-siap untuk menjalani kegiatan kedepannya. Kegiatan hari pertama ditutup dengan talkshow bersama tiga tokoh agama Islam, ditambah Pak Nosa, guru kami, yang memfasilitasi sebuah talkshow yang mengingatkan akan keberagaman di Indonesia ini. Dari talkshow ini, kami diajarkan untuk mengenal lebih dalam tentang keragaman agama dan pentingnya saling menghormati keyakinan satu sama lain. Salah satu kutipan yang saya ingat dari acara tersebut adalah: "Bhinneka Tunggal Ika, yaitu semboyan 'Unity in Diversity' yang sangat penting bagi bangsa Indonesia." Kutipan ini benar-benar menggambarkan visi Indonesia yang ingin memuliakan perbedaan demi mencapai kesempurnaan bersama. Hari pun ditutup dengan saya dan teman-teman lainnya beristirahat dan tidur bersama di satu ruangan tersendiri.

Hari kedua kami bangun pagi dan dibagi menjadi empat kelompok untuk mengikuti kelas-kelas pesantren. Dalam kelompok saya, terdapat saya, Dimas, Ben, Evan Priyono, dan Constantine. Saya dan teman lainnya memilih untuk mengikuti kelas XI, dimana kami berbincang dengan para santri yang sangat ramah dan penasaran dengan kehidupan kami sebagai murid bersekolah Katolik. Dimas bahkan sempat mengajari mereka biologi, sedangkan saya menikmati obrolan santai dan penuh tawa dengan santri-santri lain. Kami membahas berbagai topik yang seru, dari pengalaman sehari-hari di pusat kota hingga pandangan hidup kedepannya. Obrolan santai ini ternyata menjadi momen yang sangat berharga bagi saya karena saya belajar menghargai perbedaan dan memahami betapa luasnya pengalaman hidup manusia.

Siang harinya, kami bergabung dengan para mahasiswa semester III atau IV di pesantren untuk belajar bahasa Arab dan membaca Al-Qur'an. Meskipun saya tidak mengerti sama sekali apa yang mereka baca pada kelas ini, namun setelah itu saya tetap antusias karena Ustadz Ridwan memberikan kami kelas lagi tentang pemahaman tulisan Arab dasar. Ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya, saya melihat bagaimana mereka membaca tulisan arab yang dimana bukan menggunakan huruf latin yang dimana saya temukan cukup menarik. 

Malam harinya, kami dibagi menjadi tiga kelompok beranggotakan tujuh orang, dan saya bersama Dimas, Evan Priyono, Ben, Constantine, Russel Darren, dan Farrel Purnomo maju ke depan untuk talkshow. Kami berbagi informasi dan berdiskusi tentang toleransi antar agama. Para santri banyak bertanya tentang Kekatolikan, perbedaannya dengan Islam, serta bagaimana budaya kami mempengaruhi cara kami beribadah dan hidup sehari-hari. Diskusi ini tidak hanya memperkaya mereka, tetapi juga saya yang akhirnya memahami lebih dalam tentang bagaimana pentingnya dialog dan saling menghargai. Ekskursi ini meninggalkan kesan yang mendalam pada saya. Sebagai seorang Kanisian, pengalaman ini mengajarkan saya untuk lebih terbuka, menghormati, dan memahami perbedaan yang ada di sekitar kita. Toleransi bukanlah soal mengalahkan lawan, tapi soal menghargai perbedaan dan memuliakannya. Ketika kita menerima dan menghargai perbedaan, kita tidak saja memperkaya diri sendiri, tapi juga memperkaya dunia sekeliling kita.

Ekskursi ke pesantren bukan hanya tentang belajar teori-teori agama, tapi tentang menghayati dan mengalami kebudayaan yang berbeda. Melalui pengalaman ini, saya belajar bahwa perbedaan bukanlah pemisah, melainkan penghubung yang memperkaya hidup kita bersama. Seperti yang dikatakan oleh Nelson Mandela, "Kebebasan bukanlah tentang melakukan apa yang kamu inginkan, tapi tentang menghargai hak orang lain untuk melakukan hal yang sama." Ekskursi ini sungguh-sungguh mengubah saya menjadi lebih terbuka dan menghargai perbedaan, dan saya percaya bahwa pengalaman ini akan terus memotivasi saya untuk menjadi bagian dari umat yang lebih harmonis dan sejahtera.

Menurut saya kegiatan ekskursi ini patut untuk diteruskan kedepannya dan tidak hanya sampai ke angkatan saya ini. Kegiatan ini benar-benar membuka pandangan saya apa saja yang terjadi di luar dan di lingkungan selain yang saya alami setiap harinya. Saya menambah ilmu secara ilmu kontekstual dan ilmu sosial apa saja yang terjadi di pondok pesantren yang dididik untuk menjadi sesederhana mungkin. Ini benar-benar berbeda di kehidupan sehari-hari saya yang dimana banyak orang disekitar saya yang hidup istilahnya "jor-joran" untuk memamerkan kekayaan yang dimilikinya. Ini juga menjadi nilai plus mengapa kegiatan ekskursi ini harus dilanjutkan untuk mengingatkan kepada orang-orang yang suka untuk "pamer" untuk menjadi bahan refleksi kedepannya.

Kesimpulannya, kegiatan ekskursi ini sangat penting untuk diteruskan agar Kanisian kedepannya dapat membuka wawasan ke dunia luar dan menjadi bahan refleksi agar dapat hidup sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun