Mohon tunggu...
Danang Kuncoro Wicaksono
Danang Kuncoro Wicaksono Mohon Tunggu... Guru - Guru ngaji

Blog: danangsyria.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kupas Tuntas Shalat Tarawih

22 Juli 2012   00:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:44 8940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama dalam melaksanakan shalat tarawih, apakah dilaksanakan secara sendirian (munfarid) atau berjamaah?

Para ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa disunnahkan shalat tarawih berjamaah. Ulama Malikiyah juga berpendapat serupa, hanya saja mereka menganjurkan pelaksanaan shalat  tarawih di rumah secara berjamaah selama tidak menyebabkan masjid menjadi kosong sama sekali dan dilakukan dengan semangat di dalam rumah. Adapun para ulama Syafiiyah, yang menjadi mazhab mereka adalah shalat tarawih secara berjamaah lebih utama secara mutlak. Imam Nawawi berkata, “Itulah yang diambil oleh kebanyakan ulama. Adapun Rabiah, Malik, Abu Yusuf dan lain-lain, mereka mengatakan bahwa sendirian lebih utama.”

Mayoritas ulama berdalil dengan ijma’ sahabat, yaitu bahwa mereka dahulu berkumpul berjamaah di masjid untuk shalat tarawih pada masa Umar bin Khatthab tanpa ada pengingkaran dari seorang pun. Hal ini menjadi alasan terkuat disunnahkannya shalat tarawih secara berjamaah.

Adapun yang berpendapat bahwa shalat sendirian lebih utama, mereka berdalil dengan hadits Aisyah tentang shalat tarawih Rasulullah SAW, juga dengan hadits yang berbunyi, “Shalatlah kalian di rumah kalian masing-masing.” Dikuatkan lagi oleh hadits shahih yang sudah sangat populer yaitu, “Sebaik-baik shalat adalah shalat seseorang yang dilakukan di dalam rumahnya, kecuali shalat wajib (fardhu).” (HR. Bukhari dan Muslim). Ash-Shan’ani juga memilih pendapat kedua ini. Beliau berkata, “Sebaik-baik perkara adalah apa yang dahulu dilakukan pada masa Nabi SAW.”

Namun, siapa saja yang memperhatikan dalil kedua belah pihak di atas akan mendapati bahwa shalat tarawih berjamaah di masjid telah ada pada masa Nabi SAW masih hidup. Akan tetapi, hal itu kemudian dihentikan karena khawatir akan diwajibkan. Ini adalah salah satu bukti kasih sayang Nabi SAW terhadap umatnya, bukan karena berjamaah menyelisihi petunjuk beliau. Adapun setelah beliau wafat, maka kekhawatiran ini menjadi hilang sehingga hukumnya kembali kepada asalnya.

Adapun perkataan Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam, “Tidak ada bid’ah yang terpuji,” ini adalah perkataan keliru yang dimaksudkan untuk menjatuhkan reputasi Khalifah Umar bin Khatthab, karena kata bid’ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru diadakan tanpa ada contoh sebelumnya, dengan pengertian ini maka bid’ah ada yang hukumnya wajib seperti mendokumentasikan ilmu-ilmu pengetahuan dan membantah orang-orang ateis, atau bisa menjadi sunnah seperti membangun sekolah atau madrasah, dan bisa juga mubah seperti variasi rumah dan pakaian. Dalam hadits, “Setiap bid’ah adalah sesat” di sini bid’ah bermakna lawan kata dari sunnah. Inilah yang sudah pasti tercela dan sesat.

Adapun yang sedang kita bahas di sini, bukanlah termasuk dalam kategori tercela, bahkan ia terpuji karena ia bersumber dari hadits yang menyatakan tentang shalat tarawih secara berjamaah. Sedangkan larangan Nabi SAW itu adalah karena alasan kekhawatiran akan diwajibkannya shalat tarawih, sehingga setelah beliau wafat, kekhawatiran itu sudah hilang karena tidak ada wahyu lagi setelah beliau wafat.

Kemudian, hadits “Sebaik-baik shalat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya”, hadits ini masih bersifat umum dan ia telah dikhususkan oleh hal-hal lain seperti shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat istisqa, shalat gerhana dan lain-lain. Dengan demikian, shalat tarawih keliar dari keumuman hadits tersebut dan masuk ke dalam kekhususan hadits yang disebutkan sebelumnya tentang shalat tarawih berjamaah. Apalagi dikuatkan dengan ijma’ sahabat, sehingga menjadikan shalat tarawih berjamaah menjadi sunnah yang dianjurkan, sebagaimana mazhab mayoritas ulama.

Hukum dan Keutamaan Shalat Tarawih

Seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa shalat tarawih hukumnya sunnah, bahkan menurut Hanafiyah, Hanabilah dan beberapa Malikiyah hukumnya sunnah muakkadah (ditekankan). Hukum itu mencakup laki-laki dan perempuan.

Shalat tarawih termasuk salah satu syiar agama Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadan dan aku menyunnahkan bangun (shalat di malam hari)nya."[4] Abu Hurairah berkata, "Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan shalat tarawih tanpa memaksa." Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa bangun pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan rasa harap, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu."[5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun