Ketahanan pangan dicanangkan Pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan nasional yang adil dan merata bagi  masyarakat terus diupayakan dengan berbagai langkah.Â
Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menjelaskan yang dimaksud dengan ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Penentu ketersediaan pangan adalah produksi pangan di wilayah terkait, baik melalui kegiatan pertanian, peternakan dan perkebunan yang ditunjang dengan inovasi dan teknologi yang tepat-guna agar produktivitasnya membuahkan hasil yang maksimal.
Melalui pembuatan pakan ternak dengan cara memfermentasi dedak, Tim Pengabdian Universitas Siliwangi Tasikmalaya turut berpartisi aktif secara konsisten dan kontinu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya ketahanan pangan.
"Kegiatan kita lakukan  meliputi sosialisasi, penjelasan tentang pakan fermentasi, pembelian dan perakitan mesin, serta pelatihan pembuatan pakan. Kegiatan terakhir pelatihan pembuatan pakan berlangsung pada hari Minggu 23 Oktober 2022," kata Hetty Patmawati, akademisi Unsil.
Tim pengabdian yang diketuai oleh Hetty Patmawati, M.Pd dengan tiga anggotanya yakni Metty Agustine Primary, M.Pd, Muhamad Zulfikar Mansyur, M.Pd, Eko Yulianto, M.Pddan anggota dari Mahasiswa Nurahmi Mutia Sahidaini kali ini bermitra dengan Kelompok Pemuda Pemudi Produktif Al-Fata di Desa Wanasigra, Kecamatan/Kabupaten Ciamis pada September hingga Oktober 2022.Â
Tim ini berkomitmen kuat melaksanakan program pengabdian masyarakat secara konsisten dan kontinu untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Ciamis."Kemitraan kami dengan desa Warnasigra telah kami bangun sejak tahun 2020. Mengapa temanya demikian? Keistimewaan kelompok ini kemitraannya tetap didesa itu hanya beda kelompok masyarakatnya saja" tutur Hetty.
Anggota tim Pengabdian, Metty, menambahkan, pada tahun 2020 telah diinisiasi penerapan teknologi kolam bundar untuk beternak ikan Gurame dan dianggap sangat efektif karena pertumbuhan ikan lebih cepat dibanding metode konvensional, bahkan hingga saat ini masih berlangsung dan telah menghasilkan berkali-kali siklus panen ikan Gurame.
Temuan Masalah
Tetapi, beternak ikan di kolam bundar bukan tanpa masalah, ikan-ikan tak bisa mendapatkan pakan alami seperti halnya saat beternak ikan di kolam-kolam konvensional. Harga pakan ikan yang mahal sangat membebani masyarakat peternak ikan kolam bundar di Desa Wanasigra. Dengan demikian butuh pakan alternatif yang murah namun tetap memberikan produktivitas baik terhadap pertumbuhan ikan-ikan di kolam bundar tersebut, maka tim pengabdian Unsilmelanjutkan pengabdian masyarakat mereka dengan penerapan teknologi bioflok di tahun kedua. Dengan teknologi bioflok, plankton-plankton berhasil dimunculkan di kolam bundar.
"Keberhasilan teknologi ternak ikan Gurame di kolam bundar tersebut juga mendorong rasa penasaran kami untuk diterapkan pada ikan lain saat itu, maka di tahun 2021 kami mencoba menerapkan metodebioflokpada kolam bundar pada ikan Mujaer tiga varietas dengan mitra tambahan yakni kelompok peternak ikan di Kota Tasikmalaya. Nah pengabdian ini adalah tahun ketiga, pengembangan dari yang sebelumnya," lanjut Metty.
Zulfikar menerangkan pengalaman tahun kedua proyek mereka, "Memang benar, tahun kedua yakni tahun 2021 kita coba kombinasi dengan beternak tiga varian ikan Mujair tiga varietas yakni Gesit, Black Prima, dan Nirwana III, menambah mitra di kota Tasikmalaya, di Ciamis pun tetap berjalan. Dan berdasarkan pengalaman dua tahun itu, kami dapat temuan bahwa pakan menjadi kunci pertumbuhan ikan" ujarnya.
Ternyata untuk mengejar standar waktu dalam produktivitas peternakan ikan, kunci besarnya terletak pada kualitas pakan. Apalagi berdasarkan pengalaman tim dari Unsil ini diceritakan bahwa ikan Mujaer lebih konsumtif dari pada Gurame sebagaimana pertumbuhannya yang juga lebih cepat. Namun di lain sisi, nilai ekonomi adalah hal yang menjadi syarat keuntungan yang bisa didapat dan dirasakan masyarakat. Dengan demikian dihimpunlah potensi-potensi kekuatan desa Wanasigra dalam memproduksi pakan ternak.
Kelompok Pemuda Kreatif
Menariknya, Desa Wanasigra yang terkenal dengan Jembatan Pelangi-nya ternyata tidak hanya unggul dengan keasrian dan potensi alamnya saja, melainkan kreativitas pemuda-pemudinya pun termasuk dalam kategori aktif dan produktif.Â
"Di Desa Wanasigraini kita memiliki banyak kelompok masyarakat, baik pemuda maupun petani yang bergerak mengolah potensi pangan, misal yang sekarang bermitra dengan Unsil yakni Kelompok Pemuda Pemudi Kreatif yang telah menginisiasi memproduksi pakan dari olahan dedak. Bahkan sejak pertengahan tahun ini Kami sudah uji coba menghaluskan sekam agar bisa lebih bermanfaat sebagai pakan," terangRohyati, ketua Pemuda Pemudi Kreatif Wanasigra, Al-Fata.
Kelompok pemuda kreatif tersebut memproduksi pakan ikan dengan cara menghaluskan sekam kemudian dicampur dengan dedak. Tetapi, kemudianstudi pendahuluan yang dilakukan tim pengabdianUnsil tersebut menerangkan bahwa nutrisi pakan dari sekam yang dicampur dedak tersebut tidak optimal.
"Terkadang Ikan Mujaer bisa pilih-pilih makanan campuran sekam dan dedak tersebut. Dedak dan sekam yang diaduk di ember dengan diberikan sedikit air memang terlihat lebih padat, namun pengamatan kami melihat ketika pakan tersebut dilempar ke kolam mereka terurai oleh air dan ikan bisa memilih bagian dedaknya saja, beberapa sekam masih mengapung di air karena tidak dimakan ikan seketika. Wajar sih ya, karena karakter sekam kan lebih kasar dan nutrisinya tidak sama dengan dedak. Maka kami beranggapan bahwa pakan campuran ini harus dikemas menjadi pelet ikan"terang Eko, anggota tim pengabdian.
Melihat Peluang
Hal ini kemudian dilihat sebagai peluang besar bagi tim pengabdian Unsil setelah sebelumnya sudah terjalin kemitraan di desa yang sama dengan aktivitas pembuatan pelet ikan setelah bahan-bahan pakan difermentasikan dengan menggunakan m-bio, sebuah produk yang telah mendapatkan HAKI milik Unsil. "Itu kan mikroba yang bisa menjadi katalisator proses fermentasi dan menjadikan pakan tidak bau, ini sudah teruji, tinggal nanti kita teliti nutrisinya setelah difermentasi" terang Mutia, anggota tim pengabdian dari mahasiswa Pendidikan Matematika Angkatan 2020.
Setelah mengetahui latar belakang masalah, tim akhirnya melakukan sosialisasi dengan menawarkan solusi agar pakan ikan buatan kelompok pemuda kreatif ini nutrisinya bisa diserap ternak secara maksimal tanpa terurai air dan menjadi mubazir, sehingga ikan-ikan diharapkan bisa tumbuh dengan baik dan memenuhi nilai ekonomi sesuai dengan standar waktu yang diharapkan.
Setelah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan mendapatkan respons antusiasme luar biasa, melalui skema pengabdian yang dikelola LPPM Universitas Siliwangi akhirnya disetujui untuk melakukan penyuluhan dan pelatihan, termasuk pengadaan barang berupa mesin pembuat pelet yang bisa dimanfaatkan oleh mitra pengabdian di Desa Wanasigra melalui DIPA Universitas Siliwangi tahun anggaran 2022.
Dengan alat tersebut, mereka mempraktikkan pembuatan pelet setelah sebelumnya dilakukan pelatihan melalui tahapan fermentasi pakan setelah bahan-bahan dihaluskan dan dicampurkan dengan berbagai komposisi bahan pakan seperti dedak, sekam halus, tepung ikan, bekicot, sisa-sisa ikan tongkol di pasar dicampur menjadi satu kemudian difermentasi selama 5-6 hari, dijadikan pelet dengan mesin lalu dikeringkan.
"Alhamdulillah, hasilnya telah kita lihat bersama, kini tidak ada lagi sisa pakan di kolam yang terapung karena tidak laku, semua gercep dimakan ikan. Tinggal kita cek nanti nutrisinya di lab, jika memenuhi standar nanti bisa kita produksi besar-besaran dengan mesin yang lebih tangguh. So far, pelet ini laku sama ikan dan tadi kita hitung bersama harganya jauh lebih murah dari pada beli pelet kiloan. Dengan mesin pelet kecil ukuran 7 PK ini bisa produksi 33 kg per jam, namun kemarin di pelatihan sudah kita rekomendasikan agar maksimal per hari cukup 33 kg saja dengan kapasitas kerja 5 hari per minggu. Jadi per minggu mesin kecil ini diproyeksikan memproduksi 165 kg. Ini angka berkah, 1 itu rukun Ihsan, 6 itu rukun Iman, 5 itu rukun Islam, cocok kan yaaaa...," pungkas Eko Yulianto, anggota tim yang dikenal sebagai peneliti Etnomatematika Universitas Siliwangi sambil bergurau.
Penasihat Kelompok Pemuda Pemudi Produktif Al Fata yang diketuai oleh Rohyati, mengatakan pihaknya sangat berterima kasih atas aktivitas pengabdian kepada masyarakat dari Universitas Siliwangi ini.
"Al-Fata didirikan semata-mata untuk menampung segala ide dan keinginan para pemuda untuk mengembangkan apa yang menjadi keinginan dan berkreasi dengan ide-idenya. Saya sendiri sebagai penasihat memberi masukan untuk mereka agar selalu berkreasi dan berinovasi dalam berkegiatan. Pengabdian masyarakat ini menjadi kegiatan yang selalu dinantikan oleh kelompok pemuda Al-Fata,karena mereka bisa menimba ilmu mengenai pembuatan ternak, salah satunya. Kemampuan mereka terasah dan bertambah"terang UstadzThibyan, penasihat Al-Fata.
Untuk bisa meraih keberhasilan sebuah program membangun masyarakat di berbagai bidang, konsistensi dan komitmen serius sangat diperlukan, di mana penerapan strategi keberlanjutan tersebut terus diimplementasikan oleh tim pengabdian masyarakat Universitas Siliwangi pada seluruh proses program yang digarapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H