Hujan tidak terlalu lebat, kabut tebal, dan dinginnya suhu udara sore itu menyelimuti kawasan Karaha. Sandut Sudirman (49) ada di kebunnya ketika kami memilih ceri-ceri Arabika di antara deretan kopi yang mayoritas masih sangat hijau. Ia mempersilakan kami memetik buah kopi langsung dari pohonnya.
Sebagian besar ia yang petik, sambil bercerita ihwal bagaimana akhirnya ia menjadi petani kopi setelah dua tahun "puasa", tapi fokus menggarap lahan Perhutani di Blok Barutunggul Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya yang berbatasan langsung dengan Blok Barudua, Malangbong, Kabupaten Garut.
"Jujur, dulu kami melakukan pelanggaran untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kami tanam palawija juga di sini karena tanaman kopi belum bisa menghasilkan. Kami sering sekali dimarahi mantri (baca: polhut-red), tapi bagaimana lagi, kami abaikan," terang ayah lima anak yang mengaku mantan pegiat LSM ini.
Sebelum menjadi petani kopi awalnya ia sering berada di jalanan. "Biasa lah, mencari-cari kesalahan beberapa pihak yang bertentangan dengan semangat kita," lanjutnya.
Kemudian biji kopi itu ia tanam dan rawat dalam satu hektar lahan di wilayah hutan pinus yang sumber daya alamnya juga dikelola oleh Pertamina. Kini, Sandut dibantu keluarganya hanya fokus merawat tanaman kopinya dan siap menikmati hasil jerih payahnya selama ini.
Seperti diketahui, mengembangkan komoditas kopi adalah sebuah investasi jangka panjang yang butuh ketelatenan dan kesabaran dalam merawatnya dari serangan penyakit, hama, potensi, iklim dan cuaca, serta kematian, hingga berhasil membuahkan biji-biji kopi pilihan yang siap dilempar ke pasaran. Butuh waktu dua hingga tiga tahun untuk jenis Arabika dan tiga hingga empat tahun untuk jenis kopi Robusta.
Senada dengan Sandut, Abah Dudung yang kini menjadi ketua LMDH di Desa Ciselang, Kadipaten mengatakan hanya bisa pasrah ketika dirinya mendapatkan teguran keras dari petugas Perhutani. Sebab ia melakukan pelanggaran yaitu dengan menanam jenis palawija di kawasan Perhutani sambil menunggu waktu tanaman kopinya berbuah seperti saat ini.
"Saya memang salah, saya diam saja ketika tanaman cabe saya diacak-acak. Diam lebih baik kalau sedang ditegur atau dimarahi, karena kita memang harus taat aturan. Tapi kenapa dilanggar? Tentu ada alasan," kata dia seraya mempersilakan kami menyantap singkong goreng yang masih panas.
Menurut Abah Dudung, ada perbedaan yang signifikan pada kopi-kopi yang tumbuh ketika diversifikasi ia lakukan saat mengolah lahan. Hasilnya kopi-kopi yang disandingkan dengan komoditas holtikultura jauh lebih subur dibanding dengan tanaman kopi yang tumbuh sendiri dan hanya berteman gulma dan pohon pinus.
"Saya pelajari itu dengan membedakan penanganan. Saya amati dan benar! Buktinya kopi yang ada di hilir kini sudah berbuah. Yang di hulu jangankan berbuah, pertumbuhannya juga lamban," kata dia.