[caption caption="Helda Kasmi bersama para peserta Konferensi dari berbagai negara"]
Konferensi ini terbagi dalam dua kelompok perempuan; Partisipan dan delegasi, Helda sendiri adalah delegasi dari Indonesia yang berkesempatan hadir di World confrence 2, World Confrence of Grass root. Rangkaian acara seperti reli kampanye di hari pertama berlangsung di kota Kathmandu, sekitar 2000 perempuan turun ke jalan untuk menyuarakan perjuangan mereka yang dilatar-belakangi oleh kondisi dunia yang tidak adil dimana banyak ketimpangan yang terjadi antara negara-negara adikuasa dengan negara-negara berkembang, Imperialisme dan sistem kapitalisme saat ini telah menyengsarakan mayoritas rakyat dan kaum perempuan dan anak-anak.Â
Oleh karena itu, perempuan harus bertindak untuk mengubah negerinya, Helda mengatakan bahwa para perempuan dalam pertemuan ini memiliki pandangan yang sama, misalnya mengenai negara-negara maju dengan jumlah penduduk relatif sedikit namun mengambil sumber daya alam dengan jumlah yang banyak dari negara-negara miskin dan berkembang sementara populasi di negara-negara berkembang jauh lebih banyak ketimbang negara-negara berkembang dan miskin  yang mengambil sedikit saja dari sumber daya alam mereka. Dunia terbelah antara dua jurang sosial ekonomi yang dalam, di negara adikuasa segelintir orang mengeksploitasi sumber daya dan menghisap jutaan tenaga perempuan di negara miskin dan berkembang termasuk indonesia.Â
Di Hari ke-2 dan ke-3 Konferensi perempuan sedunia digelar 9 kali Workshop dengan tema yang berbeda dan pada saat  workshop yang ke-9 Helda diberikan kesempatan untuk memaparkan persoalan lingkungan hidup serta gerakan-gerakan perempuan untuk menyelamatkan bumi dan lingkungan.
"Kebetulan saya diberi kesempatan untuk berbicara mengenai kondisi asap (kebakaran lahan dan hutan), serta berbicara soal korban asap akibat monopoli koorporasi, perkebunan sawit dan ekspansi perkebunan kayu, yang mengherankan kebanyakan perempuan dari eropa tidak mengetahui kasus kabut asap dan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia akhir tahun 2015 lalu, mereka sangat tercengang mendengar kabar ini padahal beritanya sangat heboh di negara kita"
Sisa-sisa pasca gempa di nepal beberapa tahun lalu masih terlihat, di sebuah kota kecil bernama kurvakoor yang mengarah ke kaki gunung Himalaya suasananya dirasakan mirip kondisi di Indonesia di era 1970-an di Indonesia, sangat memprihatinkan Helda merasa seperti menonton film Bolywood jaman 70-an yang menggambarkan kondisi tidak baik, kondisi rumah sakit yang sangat parah tak bisa ia gambarkan dengan kata-kata, bahkan katanya penghasilan penduduk di distrik Rolpa pernah mencapai hanya kurang dari 100 dollar AS per tahunnya, dikarenakan kemiskinan itu, anak-anak kecil di desa tersebut tampak tidak terurus karena kurang gizi, sementara kaum perempuan di Nepal banyak yang bekerja sebagai buruh kasar, bekerja di pabrik batu bata sebagai kuli panggul dengan beban batu bata yang menumpuk di punggung mereka lebih dari 7 tumpukan batu bata, namun upah yang mereka terima sangat minim.
[caption caption="World confrence 2, World Confrence of Grass root Women "]
Perempuan-perempuan di Nepal termasuk para perempuan tangguh dan aktif selain mengurusi wilayah domestiknya mereka juga aktif menggerakan roda perkenomian seperti berdagang di central-central desa yang tampak seperti pasar kaget masyarakat Indonesia tempo dulu, aktif  merawat dan membersihkan tempat-tempat ibadah dan membenahi kondisi lingkungan hidup mereka pasca gempa.
"Bersyukur dong perempuan di Indonesia masih bisa hidup layak, bukan?"
Helda menjawab
"Ya, ya! saya bisa mengatakan demikian tetapi tidak menutup kemungkinan jika melihat ke pelosok-pelosok desa di Indonesia misalnya ke pedalaman Kalimantan atau Papua kondisinya akan  lebih kurang sama."