Mohon tunggu...
Ahmad Danang Sagita
Ahmad Danang Sagita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Airlangga PSDKU Banyuwangi

Saya Ahmad Danang Sagita, mahasiswa aktif S1 Akuntansi Universitas Airlangga PSDKU Banyuwangi, Freelance Broadcaster Radio, dan Food and Baverage Entrepreneur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

UMKM Gulung Tikar Akibat Pengaruh dari Gejolak Risiko Transisi

27 Mei 2022   21:00 Diperbarui: 27 Mei 2022   22:07 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

99% action + 1% theory it's the same as 100% successfully

Seiring dengan perkembangan zaman yang menimbulkan berbagai perubahan secara dinamis, membuat semakin banyak bermunculan risiko transisi yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Risiko transisi yang terjadi di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh terjadinya peristiwa tak terduga seperti bencana, kecelakaan, hingga peristiwa yang sedang menjadi aditokoh pada tiga tahun terakhir yakni pandemi. Selain itu, risiko transisi juga dapat timbul karena adanya kemajuan teknologi, pengaruh globalisasi, serta financial behavior dari masyarakat Indonesia.

Berbagai penyebab timbulnya risiko transisi dapat memberikan dampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. UMKM sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan juga terpengaruh oleh adanya gejolak risiko transisi.

Pengaruh dari gejolak risiko transisi terhadap UMKM dapat dilihat dari munculnya peristiwa tak terduga seperti ‘sang aditokoh’ pandemi Covid-19 yang muncul sejak awal tahun 2020 dan masih tersisa hingga tahun 2022 memberikan pengaruh terhadap iklim konsumsi hingga iklim produksi UMKM di Indonesia. Semenjak hadirnya pandemi, iklim konsumsi masyarakat Indonesia mengalami perubahan besar sehingga mempengaruhi kuantitas produksi oleh UMKM.

Salah satu sektor penyedia bahan bakar kayu untuk beberapa warung makan yang berlokasi di sekitar wilayah kampus sobo SIKIA Universitas Airlangga di Banyuwangi menyatakan bahwa semenjak adanya pandemi Covid-19, permintaan kayu bakar dari beberapa warung makan mengalami penurunan yang sangat besar. Sebelum pandemi datang, penyedia bahan bakar kayu dapat menjual sekitar 2.000 hingga 3.000 ikat kayu bakar dalam satu bulan. Namun setelah adanya pandemi, hanya sekitar 500 hingga 1.000 ikat kayu bakar dalam satu bulan.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan iklim konsumsi oleh masyarakat Indonesia pada masa pandemi yang lebih memilih mengurangi mobilitas untuk keluar rumah dan mengurangi berpergian ke tempat umum yang dapat memberikan risiko terhadap UMKM di suatu wilayah tertentu.

Selain perubahan iklim konsumsi, penurunan tersebut juga dapat disebabkan oleh kemajuan teknologi produksi yang dipilih oleh beberapa rumah makan untuk efisiensi tenaga, waktu, dan biaya selama masa pandemi. Penurunan permintaan bahan bakar kayu tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya perubahan financial behavior dari masyarakat yang lebih memilih untuk memasak dirumah dengan tujuan financial control agar mengurangi pengeluaran dan hidup lebih hemat pada masa pandemi Covid-19.

Akibatnya, dengan adanya risiko transisi tersebut membuat UMKM tidak dapat bertahan oleh adanya perubahan financial behavior, selain itu UMKM tidak bisa menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi, serta selera pasar yang berubah dengan cepat membuat UMKM kewalahan untuk menyesuaikan antara income yang didapatkan dengan outcome yang diharapkan.

Risiko transisi ini akan memicu UMKM untuk gulung tikar. Hal tersebut diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh Komunitas UMKM Naik Kelas pada tahun 2021 yang menghasilkan data bahwa terdapat kenaikan UMKM gulung tikar secara signifikan dalam hitungan bulan. Pada bulan Maret 2021 terdapat 5,4% atau sekitar 3,5 juta pelaku UMKM mengalami kebangkrutan, kemudian 5 bulan kemudian pada bulan Agustus 2021 terdapat 19% UMKM atau sekitar 11 juta pelaku UMKM yang memutuskan untuk gulung tikar.

Dikhawatirkan, ketika semakin banyak UMKM gulung tikar, maka perekonomian nasional tidak akan terbangun oleh usaha ekonomi produktif yang berdasarkan demokrasi ekonomi berkeadilan. Hal ini tentu dapat menjadi perhatian utama bagi seluruh masyarakat Indonesai dan juga perlu dukungan aktif dari pemerintah. Mengingat UMKM merupakan tombak pembangunan perekonomian nasional, maka pemerintah harus dapat memberikan dukungan aktif terhadap seluruh pelaku UMKM untuk mendapatkan wadah dalam bentuk program pemberdayaan UMKM baik dari segi pendanaan, metode produksi yang efektif, hingga metode pemasaran dan distribusi yang sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.

Sebagai masyarakat umum sekaligus sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, tentu kita juga dapat memberikan kontribusi langsung terhadap pemberdayaan UMKM melalui project kolaborasi ataupun project community empowerment lainnya yang bertujuan untuk memangkas angka UMKM gulung tikar akibat gejolak risiko transisi di Indonesia. Sehingga, UMKM di Indonesia lebih siap secara mental maupun teknis dalam menghadapi gejolak risiko transisi dan tidak harus sampai gulung tikar, sehingga perekonomian nasional di Indonesia akan terbangun oleh usaha ekonomi produktif berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun