Mohon tunggu...
Danang Erwanto
Danang Erwanto Mohon Tunggu... Dosen - Teknik Elektro - Universitas Islam Kadiri

Empowering Minds, Igniting Innovation

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

AI - Haruskan Kita Alergi atau Toleran?

21 Agustus 2024   20:30 Diperbarui: 21 Agustus 2024   21:22 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar digenerated Menggunakan AI (Canva)

Pada berbagai bidang kehidupan, teknologi Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI) merupakan topik yang sedang hangat dibincangkan. Mulai dari bisnis hingga kesehatan, pendidikan, atau bahkan seni, AI memiliki potensi luar biasa dalam mengubah kehidupan manusia. Walaupun demikian, kekhawatiran yang tak kalah penting juga muncul seiring dengan kemajuan AI yang sangat pesat. Pertanyaan yang kian sering diajukan adalah: Apakah kita harus bersikap alergi terhadap AI atau malah toleran dengan kehadiran AI?

Alergi terhadap AI: Alasan untuk Berhati-hati

sebagian beberapa orang berpendapat bahwa AI menghadirkan ancaman yang serius sehingga kita perlu bersikap waspada, bahkan alergi. Ada beberapa alasan yang mendukung pandangan ini:

Pertama, ancaman terhadap lapangan kerja. Dengan semakin berkembangnya kemampuan AI dalam melaksanakan tugas-tugas yang sebelumnya hanya dapat dikerjakan oleh manusia, sehingga pengangguran menjadi risiko yang tampak nyata. AI telah mendorong otomatisasi dan robotika yang bisa menggantikan peran manusia di berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur hingga layanan pelanggan. Pekerja yang hanya memiliki keterampilan rendah dan menengah merasa bahwa posisinya terancam oleh mesin yang lebih cepat, efisien, dan mampu bekerja tanpa perlu beristirahat. Kekhawatiran ini dirasakan secara signifikan oleh mereka.

Kedua, potensi pelanggaran privasi. Penggunaan AI dalam pengumpulan dan analisis data sering kali merugikan privasi individu. Banyak orang merasa bahwa kehidupan pribadi mereka sekarang diawasi lebih ketat daripada sebelumnya, dengan teknologi pengenalan wajah yang semakin canggih dan kemampuan AI dalam mengolah data dalam jumlah besar. Hal ini mengundang kekhawatiran terkait siapa yang memiliki akses pada data tersebut dan apa tujuan penggunaannya.

Selanjutnya, AI digunakan sebagai alat manipulasi. Dalam dunia politik dan sosial, AI telah membuktikan kemampuannya dalam penyebaran disinformasi, melakukan manipulasi opini publik, bahkan menciptakan konten palsu yang sangat meyakinkan seperti deepfake. Jika teknologi ini jatuh ke tangan yang tidak tepat, bisa berdampak pada integritas informasi dan demokrasi, sehingga sulit bagi kita untuk membedakan antara kebenaran dan kebohongan.

Toleran terhadap AI: Menggali Potensi yang Ada

Dari sudut pandang lain, AI bisa memberikan manfaat yang besar jika digunakan dengan bijak. Dalam kondisi seperti ini, kita kita perlu bersikap toleran dan terbuka dalam menghadapi AI. Namun, perlu diingat bahwa penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana.

Pertama-tama, AI berperan sebagai katalisator bagi inovasi. AI dapat mempercepat proses penelitian dan pengembangan di berbagai bidang. Sebagai contoh, di dalam bidang kesehatan, AI telah dimanfaatkan untuk mencari obat-obatan baru, mendeteksi penyakit secara lebih dini, dan bahkan turut berperan dalam pengembangan vaksin. Dalam sektor energi, teknologi AI digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya, membantu mengurangi emisi karbon ke atmosfer, serta mendorong pengembangan teknologi yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Inovasi-inovasi ini mempnyai potensi besar dalam menyelesaikan permasalahan global yang kompleks.

AI digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup. AI mampu meningkatkan kualitas hidup manusia dengan mengotomatisasi pekerjaan rutin dan membosankan, sehingga kita dapat meluangkan waktu lebih banyak untuk hal-hal yang lebih bermakna dalam kehidupan. Dalam bidang pendidikan, Pemanfaatan AI bisa menciptakan pengalaman belajar yang lebih individual, AI mendukung siswa agar dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing dan menguasai konsep-konsep sulit melalui bantuan pembelajaran adaptif.

Selanjutnya, AI berfungsi sebagai sarana untuk mendorong inklusi. Karena AI dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki koneksi internet. Teknologi ini memiliki potensi untuk memastikan inklusi digital bagi semua orang, AI memiliki potensi untuk mendukung partisipasi penuh orang dengan disabilitas dalam kehidupan sosial dan ekonomi melalui penggunaan teknologi bantu yang menggunakan kecerdasan buatan. Selain itu, kesempatan ini juga terbuka bagi penduduk yang tinggal di daerah terpencil untuk bisa mengakses layanan yang sebelumnya tidak ada.

Menuju Pendekatan yang Seimbang

Membuat keputusan apakah kita harus alergi atau toleran terhadap AI sebenarnya bukanlah hal yang mudah. AI bukanlah suatu entitas monolitik yang sepenuhnya baik atau jahat; ia lebih tepat dipandang sebagai alat yang diciptakan oleh manusia. Layaknya alat-alat lain, penggunaan  AI dapat bermanfaat ataupun merugikan tergantung dari individu yang mengendalikannya.

Hal yang utama adalah bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan dalam menghadapi AI. Kita harus mempertimbangkan risiko yang dihasilkan oleh AI, namun kita juga tidak boleh mengabaikan peluang-peluang yang ditawarkan oleh AI. Regulasi yang sesuai, dengan mengedepankan transparansi dalam pengembangan dan pemanfaatan AI, serta memberikan pemahaman kepada publik tentang teknologi ini adalah faktor penting untuk memastikan bahwa integrasi AI berjalan dengan baik di kehidupan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun