Di Indonesia merupakan penduduk yang mayoritas muslim, namun mayoritas tersebut terdapat perbedaan salah satunya sholat sunnah tarawih pada bulan ramadhan yang setiap tahunnya diperbincangkan. namun umat mayoritas sepakat jumlah rakaat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir seperti diberbagai wilayah maupun negara.
Hal ini diperkuat oleh para Ulama Aswaja dan Ulama salaf, mereka kompak bahwa mengikuti seperti apa yang Rasul dan Para Sahabat lakukan. Ada yang berpendapat 20 rakaat plus tiga rakaat witir, ada yang berpendapat 8 rakaat plus 3 rakat witir. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan 36 rakaat, atau tidak membatasi jumlahnya.
Para pemuka ilmu fiqih Islam yang merupakan para salafush-shalih hakiki dan kadar keilmuannya sudah sampai level mujtahid mutlak, yaitu jumhur (mayoritas) ulama, baik dari mazhab Al-Hanafiyah, sebagian kalangan mazhab Al-Malikiyah, mazhab Asy-Syafi’iyah dan mazhab Al-Hanabilah telah berijma’ bahwa shalat tarawih itu berjumlah 20 rakaat.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
- As-Sarakhsi (w. 483 H) salah satu ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan di dalam kitabnya Al-Mabsuth sebagai berikut :
فَإِنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِنْدِنَا
Dan shalat tarawih itu 20 rakaat di luar witir menurut pendapat kami.
- Al-Kasani (w. 587 H) yang juga merupakan salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya, Badai’Ash-Shana’i’ fi Tartib Asy-Syarai' sebagai berikut :
وَأَمَّا قَدْرُهَا فَعِشْرُونَ رَكْعَةً فِي عَشْرِ تَسْلِيمَاتٍ فِي خَمْسِ تَرْوِيحَاتٍ كُلُّ تَسْلِيمَتَيْنِ تَرْوِيحَةٌ وَهَذَا قَوْلُ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ
Adapun jumlahnya 20 rakaat dengan 10 salam dan 5 kali istirahat. Tiap dua kali salam ada istirahat. Demikian pendapat kebanyakan ulama.
- Ibnu Abdin (w. 1252 H) yang juga merupakan salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah mengatakan di dalam kitabnya Raddul Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar atau lebih dikenal dengan nama Hasyiatu Ibnu Abdin bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amalan yang dikerjakan oleh seluruh umat baik di barat maupun di timur.
قَوْلُهُ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا
Dan tarawih itu 20 rakaat adalah pendapat jumhur dan itulah yang diamalkan orang-orang baik di Timur ataupun di Barat.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab Al-Malikiyah pada umumnya menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Selain itu juga ada pendapat yang menyebutkan 36 rakaat.
- Ad-Dardir (w. 1201 H) yang merupakan salah satu ulama di dalam mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Asy-Syarhu Ash-Shaghir, menuliskan sebagai berikut :
والتراويح برمضان وهي عشرون ركعة بعد صلاة العشاء يسلم من كل ركعتين غير الشفع والوتر
Dan shalat Tarawih di Ramadhan 20 rakaat setelah shalat Isya', dengan salam tiap dua rakaat, di luar shalat syafa' dan witir.
- An-Nafarawi (w. 1126 H) yang juga ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya, Al-Fawakih Ad-Dawani ala Risalati Ibni Abi Zaid Al-Qairuwani sebagai berikut :
(وكان السلف الصالح) وهم الصحابة رضى الله عنهم (يقومون فيه) في زمن خلافة عمر بن الخطاب رضى الله عنه وبأمره كما تقدم (في المساجد بعشرين ركع ) وهو اختيار أبي حنيفة والشافعي وأحمد، والعمل عليه الآن في سائر الأمصار
Para salafusshalih yaitu para shahabat radhiyallahuanhum menjalankan di masa khilafah Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhum atas perintahnya di dalam masjid sebanyak 20 rakaat. Dan itulah pilihan Abu Hanifah, Asy-Syafi'i dan Ahmad, serta yang dijalankan sekarang di seluruh dunia.
3. Mazhab As-Syafi'iyah
Semua ulama mazhab Asy-Syafi'iyah kompak menyebutkan bahwa shalat tarawih itu 20 rakaat.
- Al-Mawardi (w. 450 H) salah satu ulama terdahulu dari mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqhi mazhabi Al-Imam Asy-Syafi'i sebagai berikut :
فالذي أختار عشرون ركعةً خمس ترويحات كل ترويحة شفعين كل شفع ركعتين بسلام ثمّ يوتر بثلاث؛ لأنّ عمر بن الخطّاب رضي اللّه عنه جمع النّاس على أبيّ بن كعب فكان يصلّي بهم عشرين ركعةً جرى به العمل وعليه النّاس بمكّة
Yang saya pilih 20 rakaat dengan 5 kali istirahat. Setiap sekali istirahat diselingi 2 kali shalat, tiap satu shalat terdiri dari 2 rakat dengan satu salam. Kemudian witir tiga rakaat. Karena Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu mengumpulkan orang bermakmum kepada Ubay bin Ka'ab, dan Ubay mengimami dengan 20 rakaat. Dan itulah yang selalu dilakukan dan yang dilaksanakan orang-orang di Mekkah.
- An-Nawawi (w. 676 H) salah satu muhaqqiq dalam mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut :
فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء ومذهبنا أنها عشرون ركعة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء ومذهبنا أنها عشرون ركعة بعشر تسليماتٍ
Shalat tarawih hukumnya sunnah dengan ijma' ulama. Dan menurut mazhab kami jumlahnya 20 rakaat dengan 10 kali salam. [7]
- Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) salah satu ulama besar dalam mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya, Asna Al-Mathalib fi Syarhi Raudhati Ath-Thalib sebagai berikut :
وهي عشرُون ركعة بعشر تسليمات في كلّ ليلة من رمضان
Dan (tarawih) itu 20 rakaat dengan 10 salam dilakukan tiap malam bulan Ramadhan.
4. Mazhab Al-Hanabilah
- Al-Khiraqi (w. 334 H) menuliskan dalam kitab Matan Al-Khiraqi 'ala Mazhabi Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani atau yang lebih dikenal dengan nama Mukhtashar Al-Khiraqi sebagai berikut :
وقيام شهر رمضان عشرون ركعة والله أعلم
Dan qiyamu Ramadhan 20 rakaat wallahua'lam.
- Ibnu Qudamah (w. 620 H) menuliskan dalam kitabnya Al-Mughni sebagai berikut :
وقِيامُ شهْرِ رمضان عِشْرُون ركْعة يعْنِي صلاة التراوِيح وهي سنّة مُؤكدة وأولُ منْ سنّها رسُولُ اللهِ
Dan qiyam bulan Ramadhan 20 rakaat yaitu shalat tarawih. Hukumnya sunnah muakkadah dan orang yang pertama kali melakukannya adalah Rasulullah SAW.
- Al-Buhuti (w. 1051 H) sebagai salah satu dari ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan dalam kitabnya, Ar-Raudh Al-Murabba' Syarah Zad Al-Mustaqni' sebagai berikut :
(والتراويح) سنة مؤكدة سميت بذلك لأنهم يصلون أربع ركعات ويتروحون ساعة أي: يستريحون (عشرون ركعة) لما روى أبو بكر عبد العزيز في الشافي عن ابن عباس: «أن النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كان يصلي في شهر رمضان عشرين ركعة» (تفعل) ركعتين ركعتين (في جماعة مع الوتر) بالمسجد أول الليل (بعد العشاء)
Dan tarawih hukumnya sunnah muakkadah, dinamakan tarawih karena mereka beristirahat sejenak tiap 4 rakaat. Jumlah 20 rakaat sebagaimana riwayat Abu Bakar Abdul Aziz di dalam Asy-Syafi dari Ibni Abbas bahwa Nabi SAW shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat. Dikerjakan dua rakaat dua rakaat dengan berjamaah ditambah witir di masjid pada awal malam setelah shalat Isya'.
Sebenarnya bagi kami Ahlussunah Wal Jama'ah yang berpegangan pada salah satu Imam dari Madzhab 4 yang tak lain adalah Generasi Salaf, tak ada masalah jika ada yang melakukan Tarawih 8 rakaat bahkan 2 rakaat pun juga tak masalah. Yang jadi masalah adalah ketika ada orang yang melakukan Shalat Tarawih 8 rakaat ditambah Witir 3 rakaat kemudian menganggap lebih dari itu adalah Bid'ah.
Pada dasarnya Shalat Tarawih sendiri tidak dibatasi oeh Rasulullah SAW, hanya saja ada sekelompok orang yang salah faham akan sebuah Hadits yang dianggapnya sebagai Shalat Tarawihnya Rasulullah, sedangkan yang berbeda dengan pemahamannya dianggap Salah dan Bid'ah. Baiklah untuk memperjelas seperti apa sebenarnya Shalat Tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang kemudian dilanjutkan oleh Generasi Sahabat di bawah pimpinan Khulafa' Ar-Rasyidin. Kemudian dilanjutkan oleh Generasi Tabi'in sampai pada masa Para Imam Madzhab, berikut ini adalah penjelasan rinci tentang hal tersebut:
Shalat Tarawih adalah termasuk Qiyamullail (menghidupkan malam dengan Ibadah) di Bulan Ramadhan, dan ini adalah termasuk Shalat Sunnah yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan Para Sahabat yang pada awalnya dilakukan sendiri-sendiri akan tetapi pada akhirnya dilakukan dengan cara berjama'ah.
عن السيدة عائشة رضي الله عنها قالت : ( إن النبي صلى الله عليه وسلم صلى في المسجد فصلى بصلاته ناس، ثم صلى من القابلة فكثر الناس، ثم اجتمعوا في الليلة الثالثة فلم يخرج إليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم، فلما أصبح قال: "قد رأيت الذي صنعتم ولم يمنعني من الخروج إليكم إلا أني قد خشيت أن تفرض عليكم"). رواه البخاري (2012) وأبو داود (1373)
Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a. beliau berkata: "Sesungguhnya Nabi SAW Shalat di Masjid kemudian diikuti orang-orang, kemudian Shalat lagi di malam berikutnya maka orang-orang yang Shalat semakin banyak. Kemudian di malam ketiganya orang-orang telah berkumpul (di Masjid) akan tetapi Rasulullah SAW tidak keluar. Ketika tiba di pagi harinya Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh aku telah melihat apa yang kalian lakukan, (sebenarnya) tiada yang menghalangiku keluar kepada kalian melainkan aku takut Shalat Tarawih diwajibkan atas kalian". HR. Bukhari no. 2012 dan Abu Daud no. 1373.
Ketika para Sahabat mengetahui sebab tidak keluarnya Rasulullah SAW itu karena khawatir Shalat Tarawih itu diwajibkan kepada mereka bukan karena pada Qiyamullail tersebut ada pelanggaran secara Syariat, sehingga malam berikutnya para Sahabat tetap pergi ke Masjid dan melakukan Shalat di Masjid. Sebagian mereka ada yang Shalat sendirian dan sebagian ada yang berjama'ah dan hal ini berlangsung sampai pada masa pemerintahan Sayyidina Umar r.a.
Suatu ketika Sayyidina Umar r.a. memasuki Masjid dan menemukan mereka dalam jumlah yang banyak sehingga Masjid penuh sesak oleh Para Sahabat dan Tabi'in, dan setiap orang ada yang Shalat sendirian ada pula yang berjama'ah dengan temannya. Sayyidina Umar r.a. memandang hal ini dengan pandangan penuh wawasan terhadap keadaan mereka untuk mencarikan jalan keluar agar mereka lebih Khusyu'. Sehingga beliau memberi ketetapan dengan mengumpulkan mereka pada satu Imam yaitu Sayyidina Ubay Bin Ka'ab r.a. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sayyidina Abdurrahman Bin Abdulqori, beliau berkata:
"خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان إلى المسجد، فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل لنفسه، ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط، فقال عمر رضي الله عنه: إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل، ثم عزم فجمعهم على أبي بن كعب، ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم، قال عمر: (نعمت البدعة هذه والتي ينامون عنها أفضل من الذين يقومون يريد آخر الليل وكان الناس يقومون أوله). رواه البخاري (2010)
"Suatu ketika aku keluar ke Masjid bersama Umar Bin Khattab r.a. pada suatu malam di Bulan Ramadhan, sedangkan orang-orang terpisah-pisah, ada yang Shalat sendirian ada pula yang Shalat kemudian diikuti oleh sekelompok orang. Kemudian Umar berkata: "Sungguh aku memandang andai aku kumpulkan mereka pada satu Imam tentunya itu lebih baik". Kemudian beliau mengumpulkan mereka pada Ubay Bin Ka'ab, kemudian aku keluar bersama Umar pada malam lainnya sedangkan orang-orang Shalat dengan Imam mereka, kemudian Umar berkata: "Sebaik-baik Bid'ah adalah ini, sedangkan yang tidur terlebih dahulu kemudian bagun di akhir malam itu lebih utama, sedangkan orang-orang melakukannya di awal malam". HR. Bukhari no. 2010.
Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar tidak diingkari oleh seorangpun dari Kalangan Sahabat sedangkan hal ini belum ada sebelumnya akan tetapi mereka tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar tidaklah menyalahi As-Sunnah. Nabi Muhammad SAW ketika memutuskan untuk tidak keluar di malam ketiga Ramadhan hanya karena khawatir Qiyamullail tersebut diwajibkan atas mereka. Sedangkan setelah Nabi Muhammad SAW wafat sehingga turunnya Wahyu tentang suatu Hukum itu telah terhenti, pun di sana tiada satu hal yang mencegah mereka untuk Shalat berjama'ah pada satu Imam di Masjid, terlebih dalam jama'ah itu tentunya lebih sempurna dalam hal kekhusyu'an dan lebih banyak pula pahalanya dari pada Shalat sendirian. Sedangkan Rasulullah SAW bersabda:
"عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ". رواه أحمد (4/126) وأبو داود (4607) والترمذي (2676) وابن ماجه (43)
"Hendaknya kalian mengikuti Sunnahku dan Sunnahnya Khulafa' Ar-Rasyidin yang mendapatkan hidayah, berpegang teguhlah dengan Sunnah tersebut". HR. Ahmad (Juz 4 hal. 126), Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah no 43.
Di sisi Rasulullah SAW juga bersabda:
"اقتدوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر".
رواه أحمد (5/382) والترمذي (3662) وابن ماجه (97)
"Ikutilah 2 orang ini setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar". HR. Ahmad (Juz 5 hal. 382), Tirmidzi no. 3662 dan Ibnu Majah no. 97.
Maka dari itu Sayyidina Umar r.a. memperbanyak bilangan rakaatnya akan tetapi meringankan bacaanya dari pada memanjangkan satu rakaat akan tetapi memberatkan Makmum. Sedangkan apa diucapkan oleh beliau tentang "Sebaik-baik Bid'ah adalah ini", itu hanya dimaksudkan Qiyamullail di awal malam tidak seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang melakukan di pertengahan malam atau di penghujungnya. Hal ini sebagaimana telah dikatakan oleh Sayyidina Umar pada Hadits sebelumnya yaitu: "Sedangkan yang tidur terlebih dahulu kemudian bagun di akhir malam itu lebih utama, sedangkan orang-orang melakukannya di awal malam". Begitu juga penafsiran dari Perawi Hadits tersebut yaitu Sayyidina Abdurrahman r.a. tentang hal tersebut.
Sedangkan ada sekelompok orang dari kalangan Salaf yang melakukan Qiyamullail Ramadhan dengan bilangan 40 Rakaat ditambah 3 rakaat Shalat Witir sedangkan yang lainnya melakukan Shalat Tarawih 36 rakaat ditambah 3 rakaat Shalat Witir dan lain-lain sebagaimana yang akan kami sebutkan nanti, Insya Alah.
Adapun dalil secara terperincinya adalah sebagai berikut:
عن يزيد بن رومان قال: "كان الناس في زمن عمر يقومون في رمضان بثلاث وعشرين ركعة". رواه مالك في الموطأ (106)
Dari Yazid Bin Ruman, beliau berkata: "Orang-orang pada masa Umar melakukan Qiyamullail di Bulan Ramadhan dengan 23 rakaat". HR. Malik dalam Al-Muwaththo' hal. 106.
وعن سيدنا السائب بن يزيد رضي الله عنه قال: "كانوا يقومون على عهد عمر بن الخطاب رضي الله عنه في شهر رمضان بعشرين ركعة وكانوا يقومون بالمئتين وكانوا يتوكؤون على عصيهم في عهد عثمان من شدة القيام".
رواه البيهقي في السنن الكبرى (496/2) وصححه العيني والقسطلاني في شرحيهما لصحيح البخاري والسبكي في شرح المنهاج والكمال بن الهمام في شرح الهداية والعراقي في شرح التقريب والإمام النووي في المجموع.
Dari Sayyidina Saib Bin Yazid r.a. beliau berkata: "Dahulu pada masa Uman Bin Khattab r.a. orang-orang melakukan Qiyamullail pada Bulan Ramadhan 20 rakaat dengan membaca 200 ayat, sedangkan pada masa Utsman r.a. mereka bersender pada tongkat karena lamanya berdiri". (HR. Bayhaqi dalam As-Sunan Al-Kubra Juz 2 hal. 496 dan dishahihkan oleh Al-'Aini dan Al-Qasthalani dalam Syarah mereka terhadap Shahih Bukhari, Begitu juga As-Subuki dalam Syarah Al-Minhaj, Al-Kamal Bin Al-Hamam dalam Syarah Al-Hidayah, Al-'Iraqi dalam Syarah At-Taqrib dan Imam Nawawi dalam Al-Majmu'.)
وأخرج المروزي عن زيد بن وهب أنه قال: "كان عبد الله بن مسعود يصلي لنا في شهر رمضان فينصرف وعليه ليل"، قال الأعمش: "كان يصلي عشرين ركعة يوتر بثلاث".
Imam Al-Maruzi meriwayatkan dari Zaid Bin Wahab, beliau berkata: "Dahulu Abdullah Bin Mas'ud melakukan Shalat bersama kami pada bulan Ramadhan, kemudian beliau pulang sedangkan malam masih tersisa", Al-A'masy berkata: "Beliau telah melakukan Shalat 20 rakaat serta 3 rakaat witir".
- Ibnu Taimiyah (w. 728 H) di dalam kitab Al-Fatawa Al-Kubra menuliskan sebagai berikut :
ما أن نفس قيام رمضان لم يوقت النبي - صلى الله عليه وسلم - فيه عددا معينا؛ بل كان هو - صلى الله عليه وسلم - لا يزيد في رمضان ولا غيره على ثلاث عشرة ركعة لكن كان يطيل الركعات.
فلما جمعهم عمر على أبي بن كعب كان يصلي بهم عشرين ركعة، ثم يوتر بثلاث وكان يخف القراءة بقدر ما زاد من الركعات لأن ذلك أخف على المأمومين من تطويل الركعة الواحدة.
ثم كان طائفةٌ من السلف يقومون بأربعين ركعة ويوترون بثلاث وآخرون قاموا بست وثلاثين وأوتروا بثلاث وهذا كله سائغٌ.
فكيفما قام في رمضان من هذه الوجوه فقد أحسن
Adapun qiyam Ramadhan, Rasulullah SAW tidak membatasi jumlah rakaatnya. Namun beliau tidak menambahi atau mengurangi dari 13 rakaat hanya saja beliau memanjangkan rakaatnya.
Tatkala Umar mengumpulkan orang shalat di belakang Ubay bin Kaab, beliau mengerjakan 20 rakaat dan witir 3 rakaat. Beliau meringankan bacaan sekedar lebih dari beberapa rakaat, dan menjadi lebih ringan bagi makmum ketimbang satu rakaat yang panjang.
Dan sebagian salah ada yang menjalankan dengan 40 rakaat dan witir 3 rakaat. Sebagian lainnya 36 rakaat dan witir 3 rakaat.
Semuanya boleh dan bagaimanapun bentuk qiyam Ramadhan dari cara-cara ini semua baik.
Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi
Melihat pendapat mazhab Al-Hanabilah yang juga menetapkan 20 rakaat untuk tarawih, maka wajar kalau kita mendapat baik Masjid Al-Haram di Mekkah ataupun masjid An-Nabawi di Madinah Al-Munawwarah sampai kini masih menerapkan shalat tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana disaksikan dan dikerjakan oleh semua jamaah umrah Ramadhan secara langsung.
Yang menarik bahwa pendiri perserikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, semasa hidup beliau juga melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Ali Mustafa Ya’qub, MA. Hadhratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyah Nahdhatul Ulama, juga melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat di masa hidupnya.
KesimpulanSebenarnya Sholat tarawih adalah boleh dilakukan berapa saja jumlah raka'at nya, 20 rakaat atau 36 rakaat atau 8 rakaat. Sesungguhnya Para Sahabat telah sepakat bahwasannya Shalat Tarawih itu 20 rakaat, kemudian hal ini diikuti oleh Generasi Tabi'in tanpa seorangpun dari Generasi Salaf yang mengingkari terkecuali bilangan rakaat yang melebihi dari 20. maka dari itu perbedaan tersebut tak perlu di perlebar bahwasannya Rasul dan Para sahabat tak pernah membatasi sholat sunnah malam tersebut jika di takutkan akan menjelang waktu shubuh maka di akhiri dengan witir.
Wallahu'alam bishshawab Referensi: Muslimedianews.com , Rumahfiqih.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H