Tubuhnya yang renta, terseok melangkah menggilas jalan raya. Hujan yang deras, cukup deras untuk membasahi tubuh meski semenit saja.
Hendak berteduh, dia mengurungkan niat, mereka yang menghindar dari hujan menatap dengan curiga. Kaki akhirnya berhenti dibawah jalan layang, dingin mengucap selamat datang untuk kesekian kali pada pria tua.
Sebuah mobil mewah berhenti disebelah pria tua, dengan iba menaruh belas kasih memberi sejentik bekal untuk bertahan hingga pagi menjelang. Pria berusia pertengahan tiga puluh turun dari mobil itu, menatap nanar pada pria tua yang membeku seolah dirinya sedang telanjang.
"Bapak tinggal di mana?" kata pria itu membuka kata.
Pria tua terdiam. Adalah tidak mungkin dia bercerita, tentang dua putra yang dulu pernah begitu dibanggakannya, memutuskan untuk tidak peduli pada satu-satunya yang tersisa dari orangtua. Pria tua itu memutuskan pergi tanpa sedikit pamit, ketika dua anaknya memilih mengirimnya ke panti jompo. Alasannya klasik, keduanya terlalu sibuk dengan pekerjaan dan keluarga masing-masing.
"Bapak ada baju ganti?" pria itu semakin terseok dengan iba.
Pria tua yang dulu perkasa itu kini hanya tersisa tulang berlapis kulit. Jangankan untuk menggotong helai lain pakaian, untuk membawa tubuhya saja dia nyaris sudah tidak sanggup.
"Bapak tunggu di sini, sebentar saya pulang ke rumah..." kata pria itu berjanji "nanti saya coba bantu sebisanya" sebuah tawaran penuh harapan dari surga.
Dentang jam bergelut begitu cepat, hujan deras menyisakan rintik hingga akhirnya sumringah mentari menyapa pagi yang merona. Pria tua masih mematung dibawah jalan layang, menanti harapan yang membuatnya mungkin masih beroleh satu kehidupan.
Ketika lambung terhantam lapar, tubuh mulai hilang kekuatan, pria tua masih bertahan. Keyakinan bahwa pria kemarin akan menepati janji, masih dalam hati dia simpan. Sudah tiga hari, pria tua menjadi bahan tontonan, namun tidak ada yang benar-benar mempedulikan. Hingga tiba saatnya, pria tua menyerahkan segala yang tersisa. Nafasnya tersengal untuk terakhir kalinya. Pria tua mati menyedihkan, sebab ada janji yang masih belum tertunaikan.
Satu hembusan nafas terakhir, pria tua akhirnya berkata dalam usaha yang nadir.
"Dia telah berjanji, dia akan datang memberi."
Tubuh itu akhirnya digotong orang yang menyaksikan. Dengan sebuah kelayakan dikembalikan pada asalnya yang tak terbantahkan. Pria tua istirahat di bawah nisan tanpa nama.
Sebuah janji terkadang mudah saja terucap, tanpa sadar janji itu memberi orang lain sejuta harap. Harap untuk bisa hidup kembali, atau justru yang membuat mereka tersungkur dalam mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H