kepadamu kutuliskan sajak ini
engkau yang duduk di singgasana penuh mimpi
terlalu elok rupamu yang tersenyum pada layar kaca
terlalu rentan jiwamu pada sebuah nyata
ini adalah tentang sebuah hidup di sudut desa
manusia bergelimpangan mencari suap nasi untuk hidupnya
ini adalah tentang luka yang masih bertahan pada kota
setiap insan saling memburu demi gengsi semata
lihatlah sesekali pada gang sempit yang dingin dan sunyi
langkahkan kakimu pada dia yang hilang harapan di hati
disana disebuah teras toko
seorang tua tidur dengan nyenyak tidak peduli pada hujan yang semakin menusuk kalbu
atau dibawah jembatan lain
kumpulan pemuda yang tidak punya pilihan selain mengamen demi menyambung nafas untuk esok hari
tadi pagi aku lihat seorang anak yang masih terlalu kecil untuk bergulat dengan dunia
lembaran koran ditangannya berharap satu dua belas kasih dari orang kaya
atau seorang wanita tua terbungkuk dengan tangan yang menggenggam mangkuk,
agar ada jiwa yang mengizinkan sebutir nasi kalau saja hati mereka terketuk
kepadamu yang tertidur dengan lelap dibalik tembok istana
izinkan saja aku sebentar bertanya
dimana kini kita sebenarnya berdiri
dimana sesungguhnya perginya semua janji
adakah kau merasakan satu saja lapar seperti perut kami
adakah untuk sejenak kau merasa dingin seperti hati ini
benarkah kami pernah ada dalam benakmu
ataukah kami hanyalah pion untukmu saling berebut kuasa atas negri ini
kepadamu yang pernah kami serahkan tentang sebuah percaya
untuk melindungi kami dari segala duka
meski kami hanya mengenal rupa
tetap saja kami berharap kau tak pernah lupa
kepadamu yang kami sebut para pemimpin kami
letakkan sejenak penglihatanmu didasar bumi ini
agar sebentar saja kau melihat luka kami
yang hampir saja mati dan hilang harga diri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H