Dengan penduduk berjumlah lebih dari seperempat milyar, sudah dipastikan mobilitas di Indonesia cukup tinggi. Terlebih di kota besar yang merupakan lumbung bisnis dan hiburan. Alasan ini membuat kita tidak heran bila dipertontonkan kemacetan yang mengular di beberapa kota pada jam -- jam tertentu. Terlalu banyak kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor bukan hanya menghabiskan ruang di jalan raya. Hal ini juga membuat konsumsi bahan bakar yang tinggi dan pencemaran udarapun tak terelakkan.
Sebagai kota terbesar, terpadat sekaligus tersibuk di Indonesia, DKI Jakarta mulai mencoba mengatasi penggunaan kendaraan pribadi ini. Awalnya, transportasi massal di titik beratkan pada commuterline yang menghubungkan ibu kota dengan daerah penyangga. Namun, kehadiran KRL tidak cukup memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat. Sehingga gubernur Sutyoso mencanangkan sebuah alat transportasi massal lain, untuk membantu memecahkan persoalan.
Kemudian pada tahun 2004, Bus TransJakarta mulai beroperasi. Dengan beberapa kontroversi saat itu, misalnya saja penempatan halte bus di daerah elit seperti Pondok Indah, tetap saja TransJakarta melaju dalam misinya. Lebih dari lima belas tahun melayani kebutuhan penduduk Ibu Kota, kenyataannya TransJakarta sudah berkembang begitu cepat. Sampai -- sampai saat ini kita dapat menemukan daerah seperti Depok, Tangerang dan Bekasi juga kebagian jalur bus ini.
Meski belum benar berhasil dalam mengentaskan persoalan kemacetan. Bus TransJakarta menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk melayani transportasi masyarakat luas. Sebut saja TransJogja (Daerah Istimewa Yogyakarta), Batik Solo Trans(Kota Solo, Jawa Tengah), dan yang teranyar adalah Trans Metro Deli (Medan, Sumatera Utara). Menarik untuk mencermati keempat BRT yang beroperasi di kota besar ini. Melalui tulisan ini, saya akan mencoba merangkum kelebihan dan kekurangan empat BRT tersebut.
TransJakarta
Sebagai pionir BRT di Indonesia, TransJakarta awalnya melayani delapan koridor. Seiring perkembangan kebutuhan, saat ini sudah ada tiga belas koridor utama Bus TransJakarta ditambah dengan bus pengumpan yang terletak di banyak titik pusat kegiatan masyarakat.
Memiliki jalanan yang luas, serta fasilitas mumpuni, Bus TransJakarta adalah satu -- satunya BRT yang menyediakan halte untuk dua arah berlawanan. Sehingga bila penumpang terlewat dari tujuan seharusnya, tidak perlu keluar halte untuk kembali ke tujuannya.
Selain itu, Bus TransJakarta juga satu -- satunya BRT yang beroperasi selama dua puluh empat jam. Hal ini memudahkan masyarakat yang membutuhkan perjalanan aman dan nyaman di tengah malam, terlebih kita semua mengetahui bahwa Jakarta adalah satu dari sekian banyak kota yang tidak pernah tidur.
Maraknya kasus pelecehan seksual beberapa tahun lalu di KRL juga di Bus TransJakarta, membuat bus ini kemudian menyediakan ruang khusus perempuan yang biasanya terletak di bagian depan, sebelah kanan pintu masuk otomatis. Bagaimanapun, TransJakarta terus berbenah dalam pelayanannya kepada masyarakat Jabodetabek.
Namun, bukan berarti Bus ini mendekati kata sempurna dalam pelayanannya. Menyoal urusan kemacetan, TransJakarta justru menjadi salah satu penyebab mobilitas terhambat di beberapa titik. Sebut saja titik Pusat Grosir Cililitan menuju Pasar Kramat Jati pada pagi dan malam hari. Pedagang yang tumpah ruah memadati sampai ke jalan raya, transaksi yang dilakukan di jalanan membuat daerah ini menjadi neraka di jalan melebihi persimpangan Senen.
Selain itu, Bus TransJakarta juga belum terhubung dengan Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Halim Perdana Kusuma. Sehingga ketika penumpang dengan tujuan kedua bandara tersebut, harus turun di Halte Kali Deres untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandara Soekarno Hatta. Dan Halte Pusat Grosir Cililitan, atau Halte Cawang UKI yang hendak menuju Bandara Halim Perdana Kusuma.
Tumpukan bus yang menanti jadwal keberangkatan di Halte Pusat Harmoni juga menjadi persoalan tersendiri. Tidak jarang bus -- bus ini mengganggu arus bus lain yang hendak menaik-turunkan penumpang di halte tersebut.
Kemudian jadwal bus yang terkadang tidak menentu juga menjadi penyebab puluhan calon penumpang terjebak di beberapa halte, hingga memenuhi halte tersebut.
Tetap saja, Bus Transakarta masih adalah salah satu pilihan terbaik untuk berpergian di Ibu Kota dan menuju daerah penyangganya. Menghindari kejenuhan didalam kendaraan pribadi.
TransJogja
Serupa tapi tak sama, TransJogja beroperasi menyingkirkan angkutan umum yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pramudi TransJogja kenyataannya sebagian besar adalah mantan dari angkutan umum yang sudah tidak beroperasi lagi itu. Memang di beberapa darah tujuan, angkutan umum masih digunakan. Tapi untuk tujuan -- tujuan utama di DIY, TransJogja merupakan pilihan terbaik yang bisa digunakan.
Saat Bandara Adi Sucipto masih digunakan untuk kebutuhan komersil, Bus TransJogja adalah satu satunya yang bisa menghubungkan kota dengan Bandara. Selain itu tarif yang cukup murah sekitar Rp. 1600 sampai Rp. 2900 bila menggunakan kartu uang elektronik dan Rp. 3500 bila membayar tunai.
Yang menjadi persoalan adalah, saat kita mendapati ukuran bus yang cukup terbatas dalam mengangkut penumpang. Selain itu, halte pemberhentian dan penejemputan penumpang yang terpisah antar satu jalur dengan jalur lainnya. Kondisi ini justru dengan alasan bahwa memang Jogjakarta memiliki jalan raya yang tidak seluas Jakarta, sehingga penempatan halte pun harus dicanangkan dengan baik dan perhitungan matang.
Masalah sama seperti TransJakarta, adalah jadwal. Jadwal pemberangkatan TransJogja cukup lama, sehingga tidak jarang membuat kita akan melihat penumpang yang saling berdesakan di halte -- halte tertentu seperti halte Giwangan dan Adisucipto.
Meski demikian secara umum, TransJogja berhasil membantu mobilitas warga dan wisatawan Jogja dalam kebutuhannya.
Batik Trans Solo
Tidak jauh berbeda dengan TransJogja, persoalan yang dihadapi oleh BTS juga sama. Adalah menyoal halte pemberhentian -- penjemputan dan jadwal keberangakatan bus.
Namun yang patut diketahui, BTS adalah bus pertama dalam daftar ini yang menerima e-wallet sebagai metode pembayarannya. Menyoal pelayanan, tampaknya semua BRT di Indonesia memiliki SOP yang sama. Sehingga tidak mengherankan kalua pelayanan di kota yang satu sama dengan BRT di kota yang lainnya.
Trans Metro Deli
Beroperasi pada November 2020, Trans Metro Deli sebelumnya disebut dengan Trans Mebidang (Medan, Binjai, Deli Serdang). Dikomandoi oleh Dinas Perhubungan Kota Medan, Trans Metro Deli memiliki lima koridor dengan pusat pemberhentian dan pemberangkatan ada di Lapangan Merdeka.
Ukuran bus Trans Metro Deli sama dengan Bus TransJakarta, dengan penempatan kursi yang pula nyaris serupa sebelum TransJakarta menerapkan kursi menghadap depan sama dengan pramudi.
Sampai saat ini, Trans Metro Deli masih melayani warga dengan tarif Rp. 0 alias gratis. Hal ini cukup menjadi perhatian Wali Kota Medan, yang berulang kali mengajak dishub untuk berdiskusi.
Trans Metro Deli adalah satu -- satunya BRT dalam daftar ini yang tidak ada petugas di dalam busnya. Mungkin karena masih bertarif gratis sehingga membuat bus ini dioperasikan hanya dengan pramudi saja. Setidaknya dengan demikian, pihak dishub bisa menghemat anggaran.
Meski dengan ukuran bus yang cukup besar, bus ini belum memberikan ruang khusus bagi wanita. Alasannya bisa diterima jika disebutkan bahwa belum banyak yang benar -- benar mengenal bahkan menggunakan bus ini sebagai moda transportasi utamanya.
Bus yang beroperasi sejak pukul 05.00 pagi sampai 21.00 diharapkan dapat membantu masyarakat untuk sama sama menghindari kemacetan dan menjadi moda transportasi yang aman juga nyaman bagi penumpangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H