Wajahnya pucat, matanya terbelalak, guyuran darah menetes dari kepalanya tiada henti, membiarkan jasad itu tergeletak dibalik kerumunan wartawan yang mengambil gambar, nyaris tidak menghiraukan kehadiran polisi disana. Pria yang diduga tewas bunuh diri, melompat dari lantai dua puluh tiga kamar apartmennya itu dikenal sebagai seorang pemain film pendatang baru yang beberapa hari sebelum kejadian, namanya tertoreh sebagai salah satu nominasi terbaik dalam ajang penghargaan film nasional.
Tiga orang polisi segera menutupi tubuhnya, dan menggotong pria itu berusaha menerobos kuli tinta yang menyemut disekitarnya. Malam terseok mendengar sirene ambulan yang meninggalkan tempat kejadian, membiarkan orang -- orang disana saling menduga penyebab pasti seorang dewasa tanggung, yang karirnya sedang akan bersinar, justru memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Pagi mulai merekah, ketika sebagian besar media cetak menempatkan Brian Kusumanegara sebagai tajuk utama pembahasannya hari ini. Kematian mengenaskan seorang yang baru berusia dua puluh tiga tahun, diliputi misteri mendalam, terlebih ketika para sahabatnya mengaku bahwa korban seharusnya dalam kondisi baik -- baik saja baik secara kesehatan mental maupun fisiknya.
Televisi nasional turut mengabarkan kabar duka dunia hiburan yang mengejutkan itu. Sedang di lokasi kejadian, beberapa kamera masih mengintai, pergerakan kerumunan manusia yang mencoba menempatkan ucapan duka cita dengan karangan bunga, diselingi dengan ucapan cinta yang begitu besar pada dia yang sudah mati.
Keriuhan media cetak dan eletronik setali tiga uang dengan ruang pemeriksaan kepolisian. Beberapa orang sudah diminta kehadirannya untuk dimintai keterangan tentang kematian Brian. Dua dari lima orang pertama yang mendapat panggilan sudah hadir. Vera harap -- harap cemas menanti giliran dengan jutaan pertanyaan, sementara kekasihnya Angkasa sudah berhadapan dengan seorang polisi, mencoba memberi jawaban yang setidaknya tidak akan menyudutkannya.
Dua jam berikutnya, tiga orang lainnya hadir disana, ketika Angkasa bahkan belum setengah perjalanan dari pertanyaan yang harus dijawabnya. Ketiganya adalah orang tua Brian, juga Andhika, satu -- satunya adik laki -- laki pria itu. Vera mengenal baik keluarga ini, kesedihan dimata ketiga orang itu cukup membuat gadis itu tak kuasa menahan diri untuk memeluk mereka satu persatu berusaha untuk saling berbagi duka satu sama lain.
Vera adalah sahabat Brian dan celakanya orang terakhir yang diketahui menemui pria itu di apartmennya. Namun, selisih waktu kejadian dengan perginya Vera yang berjarak satu jam lebih, menyelamatkan anak dari salah satu pengacara papan atas itu dari tuduhan pembunuhan. Kondisinya yang belum benar -- benar siap untuk dihujani pertanyaan, membuat Angkasa mengambil alih untuk diperiksa lebih dulu. Meski dengan perdebatan panjang, polisi akhirnya setuju untuk meninggalkan Vera diruang tunggu dengan penjagaan ketat.
Sebelas jam berlalu, kelima orang yang diundang sudah memenuhi seluruh pemeriksaan awal yang dibutuhkan kepolisian. Meski kedua orang tua Brian sudah rela anaknya disebut tewas akibat bunuh diri, polisi tetap saja mencari alternatif lain. Masih ada daftar panjang orang lain yang akan diundang untuk dimintai keterangannya, juga soal apa yang diketahuinya menyoal Brian.
Vera dan Angkasa saling bergandengan keluar dari kantor polisi, bersebelahan dengan mereka, Andhika bersama kedua orang tuanya mencoba tegar berhadapan dengan belasan wartawan yang sudah siap menghujani mereka dengan pertanyaan lain.
"Bagaimana perasaan anda ketika mendapat kabar..." kata dari seorang wartawan tidak jelas ditujukan kepada siapa.