Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sulung

19 Maret 2022   11:45 Diperbarui: 19 Maret 2022   11:51 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi masih terlalu muda, baskara belum pula hadir menunjukkan senyumannya. Adam yang sudah bersiap dengan kemeja putih berpadu celana lenin hitam, bersiap akan kembali pada pekerjaannya hari ini. Adam melangkah mendekati ranjang, akan memberikan kecupan selamat pagi pada kekasihnya. Belum lagi langkah ketiga kakinya berjalan, sebuah pesan singkat memaksanya untuk kembali ke meja makan, mengambil ponsel untuk sebuah kejutan.

Dari seberang sana, seseorang memberi kabar, sebuah rumah peninggalan orang tua Adam. Adalah warisan yang merupakan milik pria itu, sudah dikontrakkan pada orang lain. Tobias, saudara laki - laki Adam menerima uang sewa rumah itu. Wajahnya merah padam, Adam sudah siap untuk melancarkan sebuah pertengkaran. Tapi tidak disini, tidak melalui sambungan telepon.

"hey..." kata Adam membangunkan Romeo yang masih setengah sadar "hari ini aku balik ke Medan"

"hah?" Romeo terperanjat, segera sadar seutuhnya "sekarang banget?"

"penerbangan terdekat" kata Adam. "kamu disini aja, paling sebelum tengah malam nanti aku sudah pulang" pria itu memastikan.

"Kamu yakin?" Romeo gelisah "Aku ikut ya?" pintanya

"biar aku sendiri ya, i don't wanna something happen to you"

Romeo mengenal Adam, sangat baik, terlalu baik, sesuatu di mata pria itu membuat Romeo tidak tenang. Tapi dia tahu, Adam akan mengizinkannya untuk mengikuti langkahnya kalau kekasihnya itu yakin bisa mengontrol keadaan. Kali ini, apapun yang sedang menanti Adam di kampung halamannya, adalah sebuah perbedaan. Perbedaan, yang jelas terlihat dari raut wajah Adam.

"If you say so... just take care" Romeo masih gelisah "kabarin aku every single detail..."

"will do"

***

Lima jam setelah mendapatkan pesan dari Alfira, Adam sudah berhadapan dengan rumahnya sendiri. Sekarang Adam berada disana, bersama kepala desa dan beberapa warga kampung. Mereka menanti Alfira, seorang wanita, kakak sulung Adam.

Hanya butuh lima belas menit bagi Alfira untuk mencapai lokasi. Dia tidak menyangka, Adam sudah membawa semua perangkat desa dan beberapa warga, juga sebuah mobil bak terbuka, dengan sejumlah kayu di muatannya.

"Ada apa ini" kata seorang berusia pertengahan empat puluhan keluar dari rumah itu.

"Kosongkan rumah ini sekarang!" printah Adam.

"Tapi kami..."

"Sampai detik ini, rumah ini masih adalah milik saya..." Adam tidak terlihat ragu dalam ucapannya "tinggalkan rumah ini, urusan anda dengan Tobias silakan kalian selesaikan sendiri..."

"Tidak bisa begitu..."

"Sebentar lagi kepolisian akan datang, anda tidak punya pilihan" Adam tidak sama sekali membiarkan pria itu membela diri. Amarahnya sudah sampai pada puncaknya kini.

Atas desakan kepala desa dan warga, juga oleh Alfira. Pria itu akhirnya mengalah. Setelah semua barang keluar dari rumah, pria itu dan istirnya menyaksikan Adam yang memblokir segala akses masuk kedalam rumah. Dua kayu dipaku bersilang di pintu depan. Begitu pula dengan jendela, termasuk pintu belakang rumah.

Setengah jam kemudian, aksi pemblokiran rumah itu nyaris selesai. Tobias hadir dengan wajah yang tidak pernah disukai Adam. Setelah mendapatkan telepon kepanikan dari si penyewa rumah tadi, Tobias memang mengumpulkan seluruh dayanya untuk bertemu si bungsu. Tapi Adam bergeming, segala ucapan abangnya itu tida dihiraukannya.

Ketika perdebatan mencapai puncaknya, Tobias sudah kehabisan kesabaran. Sebuah belati terhujam ditubuh Adam, darah mengalir begitu deras, terlalu deras. Warga dalam waktu singkat, langsung mengamankan Tobias, menahan pria itu dari pelarian. Alfira tersedak, air matanya tumpah, diraihnya adiknya yang roboh ditanah, berharap pria itu masih berada dalam kesadaran.

Polisi yang sudah dimintai Adam kehadirannya sejak satu jam sebelumnya baru hadir di lokasi itu. Tobias akhirnya diamankan kepolisian, Adam sebisa mungkin dibawa ke klinik terdekat.

Alfira tidak bisa menahan penderitaannya. Satu adiknya berbaring bertarung dengan waktu dan kehidupan. Satu lagi akan segera meringkuk dibalik jeruji besi. Dalam kepedihan, Alfira berusaha mengumpulkan sisa - sisa kekuatan yang dia miliki. Adam membutuhkannya saat ini. Wanita itu tidak bisa menjadi lemah, dalam kondisi ini.

***

Ketika senja bergelayut dengan rembulan, Romeo mendarat dalam kecemasan. Alfira menghubunginya, menceritakan segala yang terjadi di kampung halaman. Romeo tidak bisa menahan diri, dia harus segera menemui belahan jiwa yang dicintai.

"are you okay?" kata Romeo duduk di sebelah Adam.

"Not in every way, but i'm good" Adam yang sudah sadar dengan perban membalut perutnya tersenyum pada Romeo.

Kini Adam sudah berada dirumah sakit, setelah menyelesaikan urusan administrasi tadi, Alfira harus segera ke kantor polisi untuk melihat adik satunya.

Tidak lama berada di kepolisian, Alfira kembali ke rumah sakit. Ketika wanita itu masuk kedalam ruang rawat, Romeo berdiri, tidak siap dengan Alfira yang mengejarnya memeluk pria itu penuh kepedihan.

"Apa yang harus aku lakukan?" kata Alfira tersedu.

"kamu bawa kakak keluar ya..." pinta Adam pada Romeo "it's not good for her to be here"

Romeo menurut, dipapahnya wanita itu keluar kamar meninggalkan Adam sendirian disana. Setelah berada diluar kamar, Romeo tidak henti - hentinya mencoba menenangkan Alfira. Tapi usaha itu gagal, bagaimanapun beban Alfira kini, seolah langit yang menimpa bahunya.

Tangisannya tidak mampu berhenti. Alfira tidak sanggup menerima dua duka sekaligus. Kecewa pada Tobias tidak menghentikan cintanya yang begitu besar pada pria itu. Tapi, Adam, adiknya yang bungsu juga tidak melakukan kesalahan dengan mempertahankan haknya.

pada siapa aku mengadu,

ketika air mata sudah menjadi pemuas dahaga yang mencumbu,

ketika langit tak lagi mampu mendengar doaku

ketika semesta menolak untuk mendamaikan jiwaku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun