Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menghapus Supersemar dari Kurikulum Sekolah, Mungkinkah?

3 Maret 2022   02:25 Diperbarui: 3 Maret 2022   02:27 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Surat Perintah 11 Maret itu mula-mula dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya SP 11 Maret adalah satu penyerahan pemerintahan, dikiranya SP 11 Maret itu satu Transfer Authentic, of Authority, padahal tidak," -- Soekarno --

Surat Perintah Sebelas Maret 1966 adalah sebuah tonggak sejarah Republik Indonesia. Sebagai akibat dari Gerakan 30 September yang memilukan, Negara yang berada dalam keos, sebuah perintah dikeluarkan. Perintah yang kemudian melucuti kekuasaan si pemberi titah itu sendiri.

Lima puluh enam tahun sudah pergolakan itu terjadi. Sebuah dramaturgi transisi kekuasaan yang tidak hanya mengorbankan enam jendral dan seorang perwira menengah, tapi juga jutaan rakyat yang tertuduh sebagai antek komunis saat itu.

Meski berhasil menggerus segala daya setiap tahunnya, pada kenyataannya apa yang terjadi di Lubang Buaya pada 30 September 1965 dan misteri Supersemar tetap menjadi momok bagi penguasa. Seolah membiarkan kedua peristiwa itu sebagai sebuah untold history , yang hanya akan mencuat musiman, tampaknya kita tidak benar -- benar menginginkannya terbuka sebagai sebuah kisah yang gamblang.

Padahal, dari dua kejadian tersebut terutama pada Supersemar yang setelah setengah abad kini belum juga ditemukan naskah aslinya. Perlahan kita akan bertanya -- tanya tentang sebuah kepastian. Akhirnya, isu -- isu warung kopi melebar dijalanan, membiarkan cuap sana sini membiarkan lahir dengan sendirinya sebuah kesimpulan.

Setelah lengsernya Soeharto pada 1998 lalu, dua kesaksian mengenai Supersemar muncul. Dua kesaksian yang bisa dikatakan saling bertolak belakang satu dengan lainnya.

Presiden Soekarno saat itu berada di Istana Bogor, ditodong senjata oleh empat (bukan tiga) perwira, untuk segera menandatangi sebuah surat didalam map berlogo TNI AD, yang dimungkinkan itulah Surat Perintah Sebelas Maret tersebut. -- Sukardjo Wilardjito --

Kesaksian ini ditampik oleh A.M. Hanafi, mantan duta besar Indonesia di Kuba. Menurut Hanafi, ketika itu justru Bung Karno sedang berada di Istana Merdeka untuk mempersiapkan sidang kabinet keesokan harinya (A.M. Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto).

Atau sebenarnya, kedua kesaksian ini bisa juga dikatakan saling mengisi. Bahwa setelah menandatangani surat yang berasal dari amplop sesuai kesaksian Sukardjo, Bung Karno kemudian menuju Istana Merdeka. Bukankah Sukardjo sendiri mengatakan bahwa saat itu Bung Karno memberi informasi bahwa dirinya harus segera keluar dari istana. Sebelum akhirnya tiga puluh menit kemudian RPKAD dan Kostrad menduduki Istana Bogor.

Apapun yang terjadi pada sebelas maret seribu sembilan ratus enampuluh enam, entah di Jakarta ataupun di Bogor, para ahli sejarah sepakat bahwa Supersemar yang anehnya kini terdapat tiga versi dan G 30 S/PKI adalah sejarah Republik yang masih gelap.

Pertanyaannya kemudian adalah; pada sebuah persitiwa sejarah yang pemerintah saja belum menemukan jawabannya, bagaimana bisa harus masuk kedalam kurikulum pelajaran di sekolah, yang kapan saja bisa memunculkan pertanyaan -- pertanyaan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun