dan aku akan menjadi bersalah, selamanya
Minggu malam itu, Rudi hadir dirumah dengan murka yang tidak dapat disembunyikannya lagi. Tiga tamparan meluncur ke pipi Adam, tepat ketika Rudi bertemu anak bungsunya itu. Adam terdiam, mencari jalan keluar kesalahan apa yang dilakukannya hari ini. Semakin jauh Adam mencari, semakin dekat ia dengan kebuntuan. Hari ini, Adam hanya menghabiskan waktunya merayakan natal bersama teman -- temannya semasa kecil dulu. Setelah itu, Adam berpamitan pada Lina, bibinya untuk kembali ke kampung dan keesokan harinya kembali ke sekolah seperti biasa. Bagi Adam, hari ini terasa sempurna.
"ada apa ini?" kata Alfira yang protes, adiknya mendapat pukulan dari sang ayah tanpa penjelasan.
"anak ini..." kata Rudi tidak menyembunyikan amarahnya "dia mengambil uang Lina..." Rudi mencoba menenangkan diri.
"kau masih diterima untuk kesana saja, kau tidak bersyukur" kata Rudi menatap tajam pada Adam.
Adam hanya terdiam, tidak memberikan pembelaannya sedikit pun. Bagi Adam, untuk kembali ke rumah bibinya setiap akhir pekan hanyalah untuk bertemu dengan teman -- temannya saja.
Sama seperti kehadirannya yang diterima setengah hati, Adam tidak pernah menikmati rumah itu lagi seperti sebelumnya.
Malam semakin larut, Rudi sudah tertidur pulas dalam mimpinya. Sedangkan Alfira, sudah berada didalam kamarnya, Adam tidak ingin menerka apa yang sedang dilakukan kakaknya itu. Perlahan, dibuka Adam pintu rumah, melangkahkan kakinya keluar meninggalkan lukanya.
***
Minggu siang, sudah pukul dua lebih ketika Lina menerima telepon dari keponakannya untuk berpamitan ingin segera kembali ke kampungnya. Lina, meminta Adam untuk menemuinya di gereja tetangga, tempat dimana Lina sedang menerima undangan natal.