demi sebuah getir, apa yang harus aku lakukan?
Tahun keempat setelah kematian Marina, hidup Rudi semakin rumit. Alfira beranjak remaja, sekali waktu pernah menangis ketakutan menemukan bercak darah diatas ranjangnya. Tobias, melanjutkan pendidikan disekolah asrama tidak jauh dari pusat kota Medan. Si bungsu, Adam, usianya memasuki tahun pertama sekolah dasar sekarang. Adam dititipkan untuk diasuh dan dibesarkan Lina, adik Rudi yang berprofesi sebagai guru yang hanya dikaruniai seorang putra.
Rudi mencoba peruntungannya untuk mengembalikan semua anggota keluarga dalam satu atap. Menikah dengan Dewi, janda beranak satu awalnya menimbulkan sebuah harapan. Hanya saja, Alfira dan Tobias yang masih terlalu muda untuk menerima kenyataan, tentu saja tidak dapat menerima Dewi dirumah mereka. Adam, anak itu bahkan belum mengerti kalau ibu kandungnya sudah tiada. Tapi, pernikahan tetap berlangsung, sambil Rudi berharap waktu akhirnya mampu menjadi jawaban bagi ketiga anaknya dan kembali menjadi sebuah keluarga utuh.
Dua tahun pernikahan Rudi dengan Dewi, kabar duka kembali menjadi pilu yang tak tertahankan. Ibu Rudi, yang selama ini menjadi satu -- satunya sandaran bagi Adam, meninggal dunia. Kerapuhan anak itu terdengar memekakkan telinga. Tangisnya tak terbendung bahkan ketika neneknya sudah masuk dalam liang lahat. Rudi tak punya pilihan, membiarkan Adam tetap berada dirumah Lina adalah keputusan terbaik. Walaupun dengan begitu, Rudi benar -- benar harus menerima kenyataan keluarganya yang terberai akibat sebuah kematian.
***
Waktu begitu cepat berlalu, perlahan Rudi mampu membangun hubungan baik dengan anak -- anaknya meski tetap saja mereka masih belum bisa menerima kehadiran Dewi yang kini sudah dikarunai dua orang anak. Dalam perjalanannya, ketiga anak Rudi tumbuh menjadi insan yang dilukai oleh takdir. Alfira hanya menamatkan sekolahnya pada tingkat sekolah menengah pertama. Tobias terjebak dalam kelamnya candu narkoba. Adam, yang masih akan beranjak remaja justru menjadi penjahat kecil yang suka mencuri dirumah bibinya.
"kau harus pindah sekolah..." kata Lina yang sudah tidak tahan dengan kelakuan Adam dirumahnya. Adam terdiam, tidak memberi jawaban.
"kita kembali ke kampung, kau akan tinggal bersama kakakmu..." kata Rudi, berat hati melihat wajah murung anaknya itu.
Nyatanya, kurang dari tiga tahun hidup bersama Alfira. Tidak membuat hubungan Adam dengan kakak sulungnya itu menjadi akrab. Alih -- alih, Adam justru meminta untuk melanjutkan sekolah di Jakarta. Menjauh sama sekali dari tanah kelahirannya.
***
Tahun kedua Adam berada di Jakarta, si bungsu diminta Rudi untuk kembali ke Medan. Rudi berencana agar Adam kembali melanjutkan sekolahnya bersama Lina. Pertemuan ketiga orang itu, antara Adam juga Bibi dan Ayahnya berlangsung tidak sesuai harapan.
"aku akan pindah kembali kesini..." kata Adam mulai bernegoisasi "aku ingin tinggal di kost, sebuah ponsel keluaran terbaru, dan bimbingan belajar"
"kau pikir ayahmu presiden?" kata Lina yang murka mendengar permintaan Adam.
Sebagai pindahan dari ibu kota menuju sebuah perkampungan, Adam akan menjadi bahan pembicaraan disekolah barunya. Adam akan diharapkan lebih pintar dari teman -- teman lainnya. Lebih maju dalam pemikiran dan segala hal termasuk materi.
Meski alasannya tidak terlalu masuk akal, Rudi akhirnya mengeluarkan lembaran uang dari sakunya. Jumlahnya dua juta rupiah, menyerahkannya pada Adam, dihadapan Lina yang masih belum sanggup meredam amarahnya.
***
Adam dengan jiwa pemberontak yang sudah terdidik sejak kecil, melarikan diri ke bandara Kuala Namu. Pada usianya yang ketujuh belas, lengkap dengan identitas resmi yang dikeluarkan Negara. Adam berhasil memesan satu tiket penerbangan, mengembalikannya pada kota sejuta impian, Jakarta.
"kau berpergian sendiri?" seorang pria sepantaran Adam, mendekat mencoba memperkenalkan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H