Pertemuan terakhir Adam dengan pamannya adalah alasan Adam berhenti menganggap semua orang yang memiliki hubungan darah padanya adalah keluarga. Waktu itu Adam memohon sejumlah uang untuk dapat melanjutkan hidup.
"apa yang saya dapatkan waktu itu?" tanya Adam kini mencoba menyerang pamannya yang sudah renta itu "anak - anak anda menghina saya di hadapan anda dan anda membiarkannya!" kali ini Adam tidak sanggup menahan air mata yang jatuh membasahi pipinya. "anda tahu...?"
"Bang?" seorang pria lain muncul dari balik pintu menghentikan Adam yang masih ingin mengeluarkan semua racun bersarang didalam hatinya.
"Sudah jam dua belas kita harus ke bandara" lanjut pria itu memaksa Adam mengusap pipinya berdiri dan meninggalkan perkumpulan itu tanpa sepatah katapun.
"seandainya saja kalian bertanya" kata Adam ketika sudah berdiri didekat pria yang menjemputnya. "namanya Romeo dia tunangan saya"
Semua orang yang ada di dalam rumah bagaikan disambar petir di siang bolong. Bahkan Romeo pun tidak menyangka Adam akan mengucapkan kata - kata itu.
"kau memang selalu membuat malu keluarga!!!" kata paman Adam ketika kedua pria itu hendak melangkah keluar rumah. Adam menghentikan kakinya menatap pamannya sekali lagi.
"seandainya saja anda tahu rasa malu itu apa..." Adam berjalan berhadapan dengan pamannya ditekuknya lututnya agar bisa mata mereka bisa bertemu. "anda tidak akan membiarkan saya menjadi gelandangan tepat dibawah hidung anda" kata Adam dengan tajam.
"cukup...!!!" Romeo membentak Adam kali ini "lukamu tidak akan sembuh dengan mengeluarkan semua kesedihan itu disini"
Adam berdiri melangkah keluar menggandeng tangan Romeo berjalan meninggalkan rumah peninggalan orang tuanya itu.
Lima tahun sebelumnya Adam terjebak di kota Medan tanpa pekerjaan tanpa rumah untuk ditinggali. Persoalan warisan membuatnya terusir dari rumahnya sendiri. Adam mencoba meminta bantuan kepada pamannya adik dari ibunya tapi yang didapatkannya hanyalah kecewa.