"apa yang kau inginkan?" Pria itu mengetuk -- ketukkan pena berwarna hitam diatas meja tidak sabar menunggu.
"tidak ada" putranya mencoba menjawab, tapi jawabannya itu tidak sepenuhnya kebenaran.
"sampai berapa lama aku harus menunggu
"kau tidak harus menunggu"
"ini bukan permainan, dimas..."
"aku juga sedang tidak ingin bermain"
"hentikan omong kosong ini, kau selalu bertindak seperti yang kau mau, kau tidak pernah berpikir apa dampaknya bagi keluargamu" nada suaranya terdengar sangat jelas, menghancurkan harapan paling dalam yang masih tersisa dihati putranya "kalau kau tidak bisa berpikir untuk kebaikanku sebagai ayahmu, atau untuk saudara -- saudaramu, setidaknya pikirkan untuk kebaikanmu sendiri"
"Ehm... lucu juga akhirnya ayah memikirkan aku"
"kau..."
"aku lelah..." suara Dimas satu oktaf lebih tinggi daripada seharusnya "ayah memintaku untuk melakukan ini, melakukan itu... semua sudah aku lakukan, dan setelah aku melakukan semua hari ini, detik ini, ayah baru berpikir tentang apa yang aku mau?"
"apa yang ingin kau katakan?"