Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Benarkah Mental Atlet Menjadi Pokok Persoalan Kita?

15 November 2018   01:18 Diperbarui: 15 November 2018   05:43 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sampai sepuluh dua puluh tahun kedepan, saya belum yakin sepak bola ataupun basket kita bisa diperhitungkan di dunia"

Berbeda dengan bulu tangkis dan volley pantai, sepak bola dan tim basket kita masih belum diperhitungkan di dunia. Setelah berbicara cukup panjang dengan salah satu mantan atlet basket, saya akhirnya sedikit memahami kegagalan kita dalam membina atlet-atlet muda. Secara kemampuan, atlet kita tidak kalah bila dibandingkan dengan atlet -- atlet lainnya. Tapi secara mental kita selalu kalah, entah seperti apapun jenisnya.

Saya tertarik untuk mengingatkan kita kembali, ketika Ginting dengan cidera kaki tetap berjuang memberi perlawanan dalam Asian Games Badminton Team tempo hari. Semangat juang Ginting sedikit banyak pasti mempengaruhi lawannya saat itu dan dikemudian hari. Bagaimanapun, Ginting tidak akan dianggap sepele oleh pringkat satu dunia sekalipun. Sebab semangat juang yang ditunjukkannya pada perhelatan akbar olahraga se -- Asia itu menunjukkan bahwa Ginting bukanlah orang yang pantang menyerah.

Mental seperti ini, tampaknya tidak ada pada atlet sepak bola ataupun basket. Yang lebih mengerikan, ketika bertemu dengan lawan yang diatas kertas lebih baik, kita menjadi merasa inferior. Padahal, kalau dicermati dilapangan, semua atlet menjadi setara. Semua atlet punya teknik bermain yang serupa.

Tidak ada yang bermain bola sepak dengan tangan kecuali penjaga gawang, aturan ini sama di seluruh dunia. Tidak ada yang bermain basket dengan kaki. Hanya kematangan mental dan keberuntungan saja yang membedakan posisi kita dengan tim -- tim "kuat" kalau sudah bertanding.

Selain itu, budaya menyalahkan dalam diri kita masih cukup besar. Entah menyalahkan orang lain atau menyalahkan diri sendiri. Misalnya pemain A memberi umpan kepada B, tapi gagal di eksekusi sehingga tidak mendapat poin. Lalu B larut dalam kegagalannya sepanjang pertandingan. 

Hal ini berpengaruh pada performa pemain, ketika kegagalan itu hadir maka mental menjadi jatuh sejatuh -- jatuhnya. Mencoba membangkitkan lagi semangat yang sudah rusak nyaris tidak dapat dilakukan. Terlebih apabila diruang ganti rekan satu tim ikut menyalahkan. Mengerikan!

Masalah berikutnya adalah kata "maaf". Lagi-lagi ini akan menyangkut mental. Ketika gagal eksekusi terjadi atau gagal memberi umpan, tidak jarang pemain yang gagal tersebut meminta maaf dilapangan kepada rekan satu timnya. 

Sayangnya, hingga saat ini saya tidak pernah melihat Cristiano Ronaldo ataupun Messi melakukan hal serupa ketika mereka gagal membobol gawang lawan. Singkatnya, begitu kata maaf itu keluar diatas lapangan, maka si pemain akan menjadi merasa rendah diri. Kehilangan semangat bertanding. Setidaknya, semangatnya tidak sepanas sebelumnya.

Mari kita amati. Apa yang kurang dari atlet -- atlet kita. Kenapa rasanya susah sekali menembus panggung dunia, keahlian, kecakapan dan teknik yang baik mereka miliki. Tapi, saya belum merasa bahwa ada pelatih yang sanggup membakar semangat tim kita saat bertanding di lapangan.

Sebagai tambahan saja, mari kita tengok pada kasus Portugal lawan Prancis pada Euro 2016. Prancis secara keseluruhan mendominasi pertandingan. Terlebih ketika sang kapten Portugal harus keluar lapangan karena cidera, Prancis sangat diuntungkan. Secara logika, tidak ada jalan lagi bagi Portugal untuk menang dalam pertandingan normal. Kemungkinan terjadi adu penalty besar sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun