Pancasila yang kita gunakan sebagai Ideologi tuntunan berbangsa dan bernegara saat ini adalah hasil buah pemikiran dari sang Proklamator, Ir. Soekarno. Tapi, dalam perumusan awalnya Pancasila tidak seperti apa yang sekarang kita kenal. Setidaknya ada beberapa perbedaan, baik dalam urutan maupun segi penuturan bakan konteks dari sila -- sila itu sendiri. Versi awal Bung Karno adalah sebagai berikut ;
- Kebangsaan
- Internasionalisme atau Perikemanusiaan
- Demokrasi
- Keadilan Sosial
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Memperhatikan lebih lanjut, tampaknya urutan Pancasila awal ini menjadi hasil pikiran Bung Besar tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Belakangan ini tersiar bahwa Rizieq Shihab mencemooh pikiran awal Presiden pertama Republik Indonesia itu. Bahwa sang habib menyatakan bahwa Bung Karno menempatkan prinsip ke-Tuhan-an paling akhir dari semua sila yang ada.
Padahal, bila kita sadari pemikiran ini tidak benar -- benar bisa disalahkan. Saat ini, "Ketuhanan Yang Maha Esa" menjadi urutan pertama dari Pancasila. Apa yang terjadi dapat kita saksikan bersama.
Menurut pandangan saya, bahwa memang sepatutnya sebagai landasan hidup, dasar bernegara Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa diurutan paling akhir. Walaupun pasti saja hal itu tidak memungkinkan bila kita lakukan saat ini. Tapi, setidaknya mari kita dalam perilaku kebangsaan sehari -- hari benar -- benar menerapkan gagasan awal Pancasila tersebut.
1. Kebangsaan
Sebagai manusia yang lahir di Indonesia, sudah semestinya kita mencintai Bangsa sendiri. Menempatkan Tanah Air dan saudara -- saudara sebangsa dalam urutan pertama bukanlah persoalan. Sebab, bagaimana kita yakin bisa bergaul dengan orang dari luar Pertiwi kalau saudara yang lahir dari Rahim yang sama saja seringkali terjadi perselisihan disebabkan perbedaan.
Yang paling menyedihkan, bukan perbedaan pendapat yang menjadi masalah utama kita di negeri ini sehingga tidak bisa benar -- benar hidup sebagai satu kesatuan Bangsa yang utuh. Adalah perbedaan suku, agama, dan ras yang menjadi masalah kita setidaknya beberapa tahun terakhir ini.
2. Internasionalisme atau Kemanusiaan
Setelah mampu mengenal dan mencintai sesama kita Bangsa Indonesia barulah kita menjalin persahabatan dengan dunia luar. Dimana dunia punya perbedaan yang lebih kompleks daripada di Indonesia sendiri. Suku, Ras dan Agama jelas jauh lebih banyak bila seluruh dunia digabungkan.
Dari sana kita akan belajar tentang kemanusian. Memahami bahwa perbedaan tidak benar -- benar mengizinkan kita untuk saling bermusuhan. Dengan persahabatan yang terbentuk antar Negara -- Negara di dunia juga dengan adanya prinsip kemanusiaan yang tinggi, mungkin segala peperangan, aksi terorisme, atau ancaman -- ancaman yang mengganggu ketenangan dan kedamaian dunia bisa dihindarkan.
Dengan adanya kemanusiaan pula, kita menganggap diri setara dengan semua manusia di dunia. Tidak ada yang terlalu kuat atau terlalu lemah. Tidak ada keinginan untuk menguasai dunia, sebab kita menyadari bahwa bagaimana mungkin satu orang (Negara) merasa diri paling berhak untuk mengatur kendali dunia.
3. Demokrasi
Demokrasi adalah barang langka disebagian kecil Negara yang ada di dunia. Tapi, di Indonesia demokrasi bahkan mencapai luar batas. Presiden Joko Widodo pernah menyebut bahwa demokrasi kita kebablasan. Kita hidup lebih liberal bahkan daripada Amerika sendiri.
Padahal Demokrasi yang dimaksud oleh Pancasila kita adalah, kebebasan dengan batasan -- batasan tertentu. Tidak ada manusia di nusantara yang punya kekuatan absolout menyatakan pendapatnya dimuka umum. Tidak ada yang tidak boleh dipersalahkan. Bahkan kalaupun hanya bercanda, selama pernyataan itu menyakiti perasaan orang lain seharusnya tidak dilakukan.
Jelas saja, demokrasi seperti ini bisa kita dapatkan setelah memiliki prinsip kebangsaan yang baik dan kemanusiaan yang baik pula. Dengan begitu kita mampu bercermin pada batasan -- batasan yang ada terhadap kebebasan yang disediakan untuk kita.
4. Keadilan Sosial
Prinsip ini kurang lebih sama dengan kemanusiaan. Dengan mengenakan keadilan social kita semua menjadi setara. Seharusnya sama -- sama punya kesempatan untuk berbuat sesuatu pada Negara yang kita cintai.
Artinya, identitas kita yang mungkin saja adalah minoritas tidak bisa menjadi acuan dasar kita tidak boleh menjabat posisi -- posisi penting di negri ini. Selama kita punya kemampuan, maka siapapun berhak tanpa memandang suku, ras dan agamanya.
Selebihnya, dengan keadilan social pula kita bisa saling memahami perasaan dan kehidupan sesama kita Bangsa Indonesia. Orang -- orang di Aceh misalnya, bisa memahami apa yang terjadi kondisi di Jayapura. Begitu pula sebaliknya.
Keadilan social ini tidak bisa terwujud, selama kita tidak punya prinsip kebangsaan, kemanusiaan dan demokrasi yang benar.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Inilah yang menjadi tujuan empat butir sebelumnya. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Tuhan adalah Sang Maha kalau kita tidak mampu menerapkan empat sila diatas. Dengan menempatkan prinsip ini di akhir bukan berarti dalam hidup kita tidak mengutamakan prinsip bahwa sebagai makhluk ciptaan kita adalah insan yang patut berketuhanan.
Tapi bagaimana mungkin kita mengaku kalau kita punya dan percaya Tuhan, kalau kita tidak punya prinsip kebangsaan, kemanusiaan, dan keadilan. Bukankah kita seharusnya memenuhi itu semua sebelum berteriak paling lantang dalam prinsip ketuhanan?
Yang terjadi saat ini, ketika asas Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sila pertama. Kita melupakan empat asas lainnya yang ada di Pancasila. Yang lebih mengerikan, sila pertama dengan lambang bintang ini menjadi dagangan bukan hanya komersial bahkan politik.
Lihat saja bagaimana Ketuhanan itu digunakan untuk menyerang dan mengalahkan seseorang dalam pertarungan pemilu. Kita benar -- benar melupakan asas kemanusiaan, dan keadilan. Tapi kita mengaku sebagai manusia yang paling memahami Ketuhanan Yang Maha Esa.
Akhirnya, menurut pandangan saya dalam gagasan awal Pancasila oleh Bung Karno. Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah pelengkap dari dasar Negara. Tapi sila tersebut merupakan sebuah tujuan utama kita berbangsa dan bernegara. Cara mewujudkan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lain adalah dengan mengamalkan empat sila lain sebelumnya.
Dengan demikian, tidak sembarang orang bisa menjual agama. Tidak sembarang orang bisa menyebut Partai Tuhan (sebab Tuhan tidak pernah membentuk partai, dalam kitab suci manapun).
Karena semua orang yang merasa dirinya adalah bangsa Indonesia, sebelum mengatakan dirinya yang paling paham agama dan paling paham akan Tuhan akan berkaca apakah dirinya benar -- benar sudah punya setidaknya prikemanusiaan saja.
Tapi sekali lagi, bahwa Pancasila yang ada saat ini tidak dapat diubah walaupun hanya urutannya saja. Sehingga sebagai manusia yang bisa berpikir, bukankah seharusnya demi mewujudkan sila pertama itu kita juga harus mengamalkan empat sila lain di bawahnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H