Kesalahan lain adalah, Ratna tidak secara langsung meminta maaf pada lawan politiknya yaitu pemerintah. Pihak yang paling dirugikan atas kebohongan ini tersebar. Ratna hanya meminta maaf pada "pihak -- pihak" yang dirugikan.
Tidak menyebut satu pun elemen lawan politiknya, kepolisian atau bahkan pihak bandara di Bandung. Padahal, kepolisian dan pihak bandara kelimpungan mencari fakta atas kabar penganiayaan yang dialami Ratna.
Kepolisian bahkan harus memeriksa data di suma rumah sakit di Jawa Barat demi mendapatkan konfirmasi pasti mengenai kabar itu. Dan Ratna tidak menyebut nama mereka secara spesifik.
Alih -- alih, Ratna yang mengaku awalnya hanya ingin berbohong pada anaknya saja itu terlalu banyak menyebut nama Prabowo dalam temu media yang diadakannya. Dan menariknya lagi, entah dasar apa Ratna masih sempat bergelora mengajak orang -- orang untuk memperjuangkan Prabowo. Dirinya baru saja meminta maaf atas kesalahan diperbuatnya, tidakkah ada perasaan untuk fokus pada memperbaiki kebohongan itu terlebih dulu?
Bagaimanapun, pada akhirnya atas pengakuan Ratna, kita memahami bahwa tidak ada intimidasi yang berlangsung padanya. Dan kita sudah sepatutnya memahami pula, bahwa Ratna adalah manusia biasa yang sama seperti kita terbuka luas ruang untuk melakukan kesalahan.
Meski masih ada beberapa kejanggalan dari pengakuan heroik itu, mari kita lihat seorang Ratna Sarumpaet sebagai pribadi aktivis yang utuh. Beliau masih boleh berkarya mengemukakan pendapatnya, saling berbantah dengan lawan politiknya atas gagasan yang ada. Dan, mari jangan diperpanjang kebohongan ini. Sebab, kalau kita mengungkitnya kembali dikemudian hari, apa bedanya kita dengan Ratna Sarumpaet hari ini?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H