Selalu ada manfaat, tapi kalau lebih banyak mudarat sebaiknya hentikan!
Ponsel pintar sudah menjadi kebutuhan masyarakat saat ini. Bukan hanya orang tua, mahasiswa, atau remaja. Bahkan anak usia sekolah dasar sampai yang lima tahun pun sudah diperkenankan orang tuanya untuk memiliki ponsel. Berbagai alasan diungkapkan, seperti sarana bermain anak sampai gengsi juga sebab kesibukan orang tua itu sendiri. Sampai -- sampai pada akhirnya, ponsel pintar sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan siapapun.
Kemana anda berjalan, pasti ada orang -- orang yang tertunduk memperhatikan gadgetnya. Ada yang membuka sosial media, berbalas pesan, atau sekedar membolak -- balik menu pada ponsel. Yang penting terlihat sibuk saat berada disekitar orang -- orang yang tidak dikenalnya. Ironisnya, "kesibukan" ini tidak berhenti ketika mereka sampai di meja makan bersama keluarga, atau saat berkumpul bersama teman -- temannya. Lebih mengerikan lagi, berbicara lewat aplikasi pesan singkat adalah lazim meski lawan bicara berada tiga puluh centi dihadapan wajahnya. Benar -- benar sudah diluar nalar, kecanduan kita terhadap barang satu ini.
Selain untuk bermain, atau bertukar pesan, atau membuka sosial media. Ada kegunaan lain dari ponsel pintar. Seperti menonton video musik di youtube, film bajakan bahkan video porno juga bermain judi. Pembatasan yang dilakukan pemerintah tidak ampuh menangkal hal -- hal negatif yang ditawarkan dunia maya. Saat konten situs diblokir, maka cara lain adalah menggunakan jaringan pribadi yang tersedia aplikasinya di ponsel pintar tersebut. Dan menjadi bahaya ketika anak -- anak dapat menikmati konten tidak senonoh tanpa filter dari orang tuanya.
Sebut saja sebuah cerita belakangan ini, dimana anak di sebuah taman kanak -- kanak memperkosa temannya sebab menonton film porno. Saat diperiksa didalam ponsel anak tersebut, terdapat banyak sekali video "orang miskin tanpa baju" yang didapati. Pengakuan si anak, mereka hanya melakukan apa yang didapatinya di dunia maya. Kalau begini, siapa yang harus disalahkan? Anak? Orang tua? Atau gadget itu sendiri?
Disamping itu, gadget membuat kita menjadi sangat anti pada sosial. Contohnya, ketika ada sebuah kecelakan dijalan raya. Orang akan beramai -- ramai mengambil video atau gambar, lalu setelah itu menolong korban. Atau yang terbaru saat suporter Persija tewas dikeroyok massa, masih ada yang sempat merekamnya dan tanpa rasa berdosa membagikan kejadian tersebut. Pertanyaannya kemudian, tidakkah ada waktu yang digunakan si perekam untuk melerai pertengkaran agar tidak jatuh korban? Atukah lebih penting merekam kejadian yang dipastikan akan menjadi sorotan dunia maya?
Gadget memberi manfaat banyak buat kita manusia, tapi ketika kemanusiaan hilang karena benda mati yang untuk membelinya saja harus memeras keringat haruskah kita bangga disebut menjadi modern ikut trend dunia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H