Beberapa tahun kebelakang, setidaknya lebih dari satu dekade lalu angkutan massal yang ramah penumpang mulai diperkenalkan. DKI Jakarta adalah provinsi pertama yang menggunakan transportasi ini bernama Transjakarta. Beberapa tahun berikutnya, langkah ini diikuti oleh beberapa provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski tidak bisa dibandingkan secara apple to apple, tapi tidak ada salahnya coba kita mengulik sedikit mengenai "Trans" di tiga provinsi tersebut.
TransJakarta
Bus ini lebih dikenal dengan busway sebab memiliki jalur sendiri untuk melintas menghindari kemacetan. Awal peluncuran Transjakarta bukannya tidak tanpa masalah. Beberapa daerah di Jakarta terjadi penolakan, dan yang paling tenar saat itu adalah penolakan warga Pondok Indah bahwa bus ini akan melintas di kawasan elit mereka.
Lebih dari satu dekade bus TransJakarta beroprasi, tetap saja masih menjadi momok kemacetan. Dibeberapa daerah di Jakarta, seperti KramatJati, Jakarta Timur bus Transjakarta masih harus berebut jalur dengan kendaraan lainnya. Belum lagi jika kita bicara menyoal trayek angkot yang cukup banyak yang melintas di jalan raya bogor penghubung Cililitan sampai Pasar Rebo. Disamping itu, penambahan rute juga menjadi masalah tersendiri. Sebab terlalu banyak bus dengan rute berbeda, maka terjadilah antrian panjang dalam satu halte Transjakarta. Sebut saja halte Cawang UKI, Halte Harmoni dan Halte Grogol 2. Panjangnya antrian bus untuk berhenti, sedikit banyak menjadi penyebab kemacetan daerah sekitarnya.
Selebihnya, bus ini juga sudah tidak melayani transaksi tunai di halte. Kecuali untuk bus pengumpan, Transjakarta seolah -- olah memaksa calon penumpang untuk memiliki kartu uang elektronik.
Masalahnya kemudian adalah, untuk bus pengumpan tidak semua kartu uang elektronik diterima sebagai metode pembayaran. Untuk bus pengumpan, anda hanya akan diberi pilihan bayar tunai atau menggunakan Flazz BCA.
Untuk segi awak armada, menurut saya dari dua provinsi lainnya, Bus Transjakarta adalah yang terbaik. Awak armada masih mau sibuk mengucapkan halte berikutnya, juga transit yang akan dilayani disana meski mesin voice over sudah bekerja.
Batik Trans Solo
BTS adalah sebutan mudah untuk bus yang beroprasi dikota yang pernah di nakhodai oleh Prasiden Jokowi ini. Dari semua bus "trans" yang pernah saya gunakan, BTS adalah yang paling menguras saku. Untuk satu kali perjalanan (terusan) calon penumpang harus merogoh kocek sebesar Rp. 5000, lebih mahal Rp. 1500 dari Trans Semarang -- Trans Jogja -- Trans Jakarta. Pelayanan cukup baik, bus yang digunakan juga tidak buruk. Hanya saja, untuk menaiki bus ini bagi pengguna baru bisa saja kebingungan.
Halte BTS tidak sama dengan halte TransJakarta. Halte BTS terbuka, dan tidak ada penunjuk trayek bus. Jadi, untuk menaiki bus ini anda harus rela repot untuk bertanya kepada awak armada. Terakhir kali saya naik bus ini, cara pembayaran yang digunakan adalah tunai didalam bus BTS
Trans Jogja
Trans Jogja adalah pengganti angkutan umum di DIY. Meski tidak secara keseluruhan, tapi bagi pelancong, bus ini bisa digunakan sebagai armada utama untuk menuju tempat -- tempat tertentu. Sayangnya, Bus Trans Jogja tidak sampai ke setiap sudut DIY. Bisa dikatakan bus ini hanya beroprasi di sebagian Kabupaten Sleman -- sebagian Kabupaten Bantul -- dan Kota Yogyakarta. Hal ini membuat calon penumpang akan kesulitan, sebab kebanyakan daerah di DIY jarang sekali bus umum.
Disamping itu, supir bus Transjogja seringkali memacu kecepatan tinggi. Hingga membuat kurang nyaman untuk berada didalam bus ini. Pembayaran digunakan dengan kartu uang elektronik dan tunai di halte maupun didalam bus.
Trans Semarang
Kualitas bus Trans Semarang sama baiknya dengan Trans Jakarta. Disamping itu, transportasi ini lebih mudah untuk pembayaran. Anda bisa membayar dengan tunai atau dengan kartu uang elektronik didalam bus atau di halte yang ada penunggunya. Disamping itu, Bus Trans Semarang juga menerima pembayaran dengan Gopay (uang elektronik aplikasi Gojek).
Sama seperti dua Trans sebelumnya, calon penumpang masih bisa akan kebingungan saat menggunakan bus ini. Meski sudah ada di halte (tidak semua halte) tetap saja membingungkan bagi pengguna baru dimana mereka bisa melakukan transit, dan halte mana yang bisa transit kemana. Masalahnya adalah penjelasan rute yang tidak terlalu jelas membuat kita harus sibuk bertanya -- tanya kepada petugas.
Namun, bagaimanapun usaha untuk mengakomodasi masyarakat agar mau menggunakan transportasi umum patut diapresiasi di seluruh daerah ini. Meski masih ada satu dua kekurangan, setidaknya ada bahan koreksi bagi penyedia layanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H